Acehnologi Vol 3 Bagian Keenam : Tradisi Intelektual Acehnologi Bab 29 (Tradisi Kepenulisan di Aceh)
Pada postingan kali ini, saya akan kembali melanjutkan review buku acehnologi volume 3 karangan bapak Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, PH, D. Bagian keenam tepatnya pada bab 29 tentang Tradisi Kepenulisan di Aceh.
Aceh merupakan lumbung intelektual di Nusantara. Paling tidak, jika dilihat dari perspektif perbukuan, Aceh telah memberikan satu kontribusi yang amat penting. Walaupun buku-buku tersebut lebih banyak ditulis dalam bahasa Melayu. Karya-karya dari Aceh, selalu menjadi rujukan atau acuan utama bagi kompas keagamaan ummat Islam di Nusantara. Dalam hal ini, nama-nama ulama seperti Syaikh Nurdin Ar-raniry, Syaikh Abd Rauf as-singkili, dan Hamzah Fansuri merupakan ulama-ulama yang paling produktif di nusantara.
Selanjutnya, mengenai topografi intelektual Aceh yang menyebabkan dunia perbukuan di Aceh tidak pernah berhenti. Ada beberapa isu sentral ketika para penulis Aceh melukiskan tinta mereka mengenai bumi Serambi Mekkah yaitu : kerajaan, ilmu pengetahuan, 'ulama, peperangan, diplomasi, pengkhianatan oleh pemerintah pusat, gerakan perjuangan melawan pemerintah pusat, dan langgam budaya Aceh.
Dari paparan bab ini, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, tradisi kepenulisan di Aceh telah memberikan kontribusi yang amat penting didalam khazanah dan mozaik peradaban di Asia Tenggara. Hanya saja, kekayaan intelektual ini tidak mampu diwariskan kepada tradisi berikutnya.
Kedua, aktor-aktor utama didalam pengayaan intelektual di Aceh adalah para 'ulama yang telah melakukan tafakkur dan tadabbur. Karya-karya ulama Aceh tidak dapat disangkal telah memberikan spirit dan Nur ilmu di Nusantara. Ketiga, dalam studi ini ditemukan ada beberapa tema yang mendasar didalam tradisi kepenulisan Aceh.
Paling tidak, studi Acehnologi tidak dapat mengabaikan pemikiran-pemikiran yang otentik dari para pemikir Aceh. Butiran pemikiran mereka tentu saja merupakan hasil dialektika pemikir dengan era mereka hidup, namun spirit ilmu pengetahuan dan luasan kajian dan cakrawala berpikir mereka, tentu saja meninggalkan pekerjaan rumah bagi generasi muda Aceh. Karena itu, sudah saatnya untuk membangkitkan tradisi kepenulisan tentang Aceh. Disinilah letak signifikansi Acehnologi didalam menyambung spirit ilmu pengetahuan dari generasi Aceh sebelumnya ke generasi berikutnya.