setting

in #indonesia6 years ago

Pada postingan kali ini, saya akan mencoba menulis satu artikel pendek, suatu isu atau masalah tentang cara penyelesaian konflik secara adat "roue darah dan hana roue darah"di Gampong saya.
Hukum adat itu merupakan hukum yang tidak tertulis, yang merupakan kebiasaan masyarakat yang dianggap baik dan benar oleh masyarakat setempat, yang sifatnya mengikat dan memaksa masyarakat setempat patuh terhadap hukum yang berlaku.
Sebelumnya saya akan menggambarkan sekilas tentag kampung saya tinggal,Kampung saya tergolong kampong yang kecil di Kec. Darussalam, yang terdiri dari tiga lorong.Lorong pertama bernama lorong Tgk.juerong berdasarkan cerita orang tua kampung lorong tgk juerong itu diambil dari nama seorang tokoh yang sangat berpengaruh di kampong tersebut pada jaman dahulu ke dua lorong balee leeuk, sedangkan diberi nama lorong balee leeuk pada jaman dahulu ada satu balee atau tempat yang digunakan untuk ajang perlombaan pertarungan burung balam dan yang ke tiga lorong meriya, diberi nama lorong meriya karena banyaknya pohon rumbiya, itu berdasarkan cerita orang tua kampung, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi peninggalanyan karena kampung sudah banyak perubahan, dikarnakan Gampong sudah banyak Anggaran Pemerintah Bangunan Gampong (APBG).
Orang Desa mengatakan dalam bahasa aceh " Gampong ubit masalah raya" Desa kecil masalah yang banyak dan ada juga yang mengatakan" Gampong ubit dumpeu na" Desa kecil semua masalah ada.
Masalah istilah ro darah dan hana ro darah merupakan nama yang dimaksudkan kepada konflik perkelahian, yang sudah menjadi resam Gampong maka apabiala ada konflik perkelahian di Gampong ini maka akan diselesaikan secara adat Gampong yang berlaku, yang diserahkan kepada aparatur Gampong.
Aparatur Gampong terdiri dari Gechik, Tgk. Imuem, Tuha peut dan kepala lorong, mereka ini adalah sebagai lembaga pengadilan Gampong semua perkara dilimpahkan kepada mereka dan mereka memiliki wewenang dalam mengadili.
Adapun dalam penyelesaian kasus perkelahian ada istilah nama ro darah dan hana ro darah, apabila perkelahian itu mengakibatkan "ro darah" keluar datah maka apabila setelah diadili oleh aparatur Gampong siapa yang bersalah dan siapa yang tidak bersalah, maka pelaku yang bersalah apabila membuat orang keluar darah maka sangsinya nyan adalah melakukan pesunteng terhadap orang yang sudah keluar darah gara-gara dia, dan juga harus melakukan ucapan minta maaf apatarur Gampong dan dihadapan korban dengan disaksikan oleh keluarga besar korban membuat tumpadarah atau keluarganya harus melakukan pesunteng dan meminta maaf kepada yang sudah keluar darah.
Adapun cara pesuntengnya adalah pelaku dibawa ke Menasah kemudian di pesunteng dengan mengunakan sasi ketan dan didoakan keselamatan yang tujuannya supaya semangatnya kembali, dan masyarakat yang hadir menyalami si korban yang ada "bungong jaro" alakadar sedekah biasanya amplop yang berisi uang.
Adapun perkelahian yang tidak mengakibatkan keluarnya darah, pelaku cukup dengan minta maaf kepada korban dan kepada keluarga korban.
DSC_0032_2.JPG
inilah proses penyelesaian konflik secara adat istilah nama ro darah dan istilah nama hana ro darah di Gampong saya.