-Hilangnya Apresiasi Terhadap Karya Jurnalistik-
Perkembangan media online yang sangat pesat berjalan seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi yang sangat hebat, dengan kecanggihan teknologi komunikasi yang ada maka hal ini berimbas pada media-media berbasis cetak, yang turut menyajikan informasi secara online agar dapat bersaing dan bertahan di pasaran. Kemudahan dan kecepatan penyajian informasi melalui media online tidak perlu dipertanyakan lagi, karena hanya dengan beberapa detik saja berita-berita terbaru yang baru saja disajikan akan langsung dapat dinikmati oleh pembaca dan juga biaya operasionalnya yang murah membuat media online semakin banyak digunakan.
Dengan banyaknya media online yang bermunculan membuat eksistensi dari media konvensional, terutama media cetak semakin mengalami penurunan, orang-orang lebih banyak memilih media online sebagai sumber informasi atau sumber berita bagi mereka, karena biaya yang murah, dapat diakses dimana saja dan kapan saja serta berita yang disajikan pun adalah berita terbaru.
Perkembangan media online yang terjadi dengan sangat cepat ini bukan berarti tanpa masalah, banyak masalah-masalah yang ditimbulkan oleh media online yaitu salah satunya yang paling mendasar adalah pelanggaran-pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik. Diantaranya salah satu kasus yang merupakan pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik yaitu sebagai berikut.
Sebuah berita yang berjudul “Polisi Tangkap Pelaku Pemerkosaan dan Perampokan Sadis di Serang”, di dalam berita ini dikatakan bahwa seorang karyawati swasta di Cikande, Kabupaten Serang, Banten, menjadi korban pemerkosaan, perampokan, dan upaya pembunuhan. Aksi sadis itu dilakukan oleh Sugiono, yang mengaku panik setelah memerkosa korban.
*Kejadian berlangsung pada Sabtu (21/1/2017) lalu. Saat itu, setelah bekerja di salah satu pabrik di Cikande, korban berinisial LA pulang ke rumah kontrakan di RT 02 RW 03, Kibin, Kabupaten Serang. Lalu, sekitar pukul 21.00 WIB pelaku mendobrak pintu dan memperkosa korban. Setelah itu, pelaku membacok secara membabi-buta, dan membawa lari uang curian.
“Tersangka masuk ke dalam rumah, didobrak, diperkosa, habis diperkosa dibacok, uang diambil, lari,” kata Kasat Reskim Polres Serang AKP Gogo Galesung di Kota Serang, Senin (23/1).
Pelaku kabur membawa uang sejumlah Rp. 250 ribu dan membawa kabur handphone korban. Ia berusaha kabur ke Cipondoh, lalu tertangkap di perumahan Palm Lestari, Cengkareng, Jakarta Barat.
“Setelah itu, pada tanggal 22 januari, pukul 20.00 WIB dia berhasil kita amankan di daerah Cengkareng, tujuan mau melarikan diri,” kata Gogo.
Menurutnya, pelaku selama ini bekerja sebagai tukang antar air minum. Pelaku sudah memantau korban dan mencari kesempatan untuk memerkosa dan merampok korban beberapa hari sebelumnya. Begitu ada kesempatan, ia langsung beraksi serta melakukan pemerkosaan dan upaya pembunuhan.
“Ini kejam banget, kepala, pipi, lengan (dibacok), tulang keluar semuanya. Kondisi sekarag sudah mulai sadar di RSUD Serang,” ujar Gogo.
Atas aksinya tersebut, pelaku dikenai pasal percobaan pembunuhan, pencurian dengan kekerasan, dan pemerkosaan Pasal 365 jo 340 dan Pasal 351 ayat 2 KUHP dengan ancaman hukuman seumur hidup.
Sementara itu, pelaku Sugiono mengatakan aksi tersebut dilakukan karena didorong oleh nafsu. Ia tidak tahan melihat korban berpakaian seksi saat dirinya mendobrak pintu kontrakan.
“Tujuannya ngerampok, nafsu saya pakaiannya seksi. Kalau ngebacok nggak dihitung,” kata Sugiono memberikan keterangan. (bri/idh)*
Seperti yang tertera di atas begitulah berita yang telah dimuat di salah satu media online yaitu detik.com, yang dimana banyak terdapat pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik. Padahal telah dituliskan di dalam UU Pers yaitu pasal 7 UU Nomor 40 tahun 1999 ayat (2) mengatakan bahwa “wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik”, serta diterangkan juga pada pasal 4 kode etik jurnalistik yang menyatakan “wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”. Tetapi pada faktanya banyak media online yang tidak mematuhi kode etik jurnalistik tersebut, mereka berkembang dengan tidak diimbangi serta mengabaikan setiap kode-kode etik itu.
Dalam berita di atas, pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik diantaranya adalah dengan mencantumkan secara jelas alamat korban yang seharusnya tidak patut untuk dipublikasikan dan harus dirahasiakan, begitu pula dengan pelakunya. Banyak penggunaan kata yang tidak tepat atau tidak sesuai KBBI, seperti kata didobrak yang seharusnya ditulis dibuka dengan paksa. Ada kalimat yang dapat membuat pembaca salah mengartikan maksud dari kalimat tersebut, yaitu ‘Tersangka masuk ke dalam rumah, didobrak, diperkosa, habis diperkosa dibacok, uang diambil, lari,’ kalimat ini bisa diartikan bahwa tersangkalah yang mengalami pemerkosaan, penyerangan, dan perampokan.
Selain itu kata-kata yang digunakan juga merupakan kata-kata sadis, dimana terdapat kata dibacok, seperti pada kalimat ‘Ini kejam banget, kepala, pipi, lengan (dibacok), tulang keluar semuanya. Kondisi sekarag sudah mulai sadar di RSUD Serang,’ seharusnya kata-kata tersebut tidak ditulis secara terang-terangan atau vulgar, serta tidak harus menyebutkan bagian-bagian yang terkena serangan, dapat ditulis sekujur tubuhnya terdapat luka akibat penyerangan yang dilakukan tersangka.
Hal ini sering kali terjadi karena para wartawan atau operasional media online tersebut mengejar waktu update atau berlomba untuk menjadi yang pertama yang memberitakan atau menyajikan suatu berita, mereka tidak memperhatikan dengan benar bahasa yang digunakan, dengan begini kredibilitas dari sebuah berita pun berkurang atau patut dipertanyakan.
Menurut taksiran dari Dewan Pers menyatakan bahwa saat ini terdapat sekitar 2.000 media online, akan tetapi hanya ada sekitar 211 media online yang sesuai dengan kaidah atau kode etik jurnalistik dan memiliki kelayakan sebagai sebuah perusahaan media online. Hal ini tentunya tidak menghormati hak cipta serta tidak memiliki kreativitas.
Hal yang tidak kalah menarik perhatian dari berbagai macam masalah media online terkait kode etik salah satunya adalah pemuatan atau penyajian berita-berita yang sangat menonjolkan unsur-unsur sadis dan cabul. Terlepas dari fakta diakui atau tidaknya, media online sering kali menggunakan kedua unsur tersebut sebagai bahan beritanya agar dapat menarik banyak peminat atau pembaca. Buktinya, banyak sekali berita-berita cabul yang terdapat di media online baik itu berupa iklan atau sebagainya, begitu pula dengan berita-berita yang memuat unsur sadis. Berita-berita seperti itu sama sekali bukanlah berita untuk hiburan, informasi, apalagi untuk pendidikan.
Melihat fakta-fakta yang seperti ini, maka upaya penguatan Dewan Pers sangat penting untuk dilakukan. Hal tersebut mencakup peningkatan kinerja Dewan Pers untuk meningkatkan kualitas pengawasan. Selain itu perlu memberikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi tegas secara langsung kepada perusahaan atau wartawan serta media online, untuk pelanggaran kode etik jurnalistik dan pelanggaran peraturan UU di bidang pers.