Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta
Ini salah satu karya terbaik Luis Sapulveda, menurutku, yang diterjemahkan dengan penuh gaya oleh Ronny Agustinus. Saya suka cara Agustinus melakukan penerjemahan, yang sepertinya ia lakukan dengan khidmat dan dengan ketelitian yang tak terbayangkan. Ia pula yang menerjemahkan buku Ben Anderson; Hidup di Luar Tempurung, juga diterjemahkan dengan cara yang tak kalah menawan. Saya tak mampu menyembunyikan rasa senang yang meluap-luap saat menemukan buku-buku luar, khususnya buku Amerika Latin yang diterjemahkan dengan cara beradab seperti ini. Sebab ada banyak penerjemah di luar sana yang menerjemahkan karya-karya besar semisal milik Jean Paul Sartre, Camus, Gabo, Dostoyevsky, Tolstoy, Orwel dll dengan cara yang sama sekali biadab. Di tangan para penerjemah biadab ini buku-buku sastra akan menjadi buku-buku diktat yang membosankan, hilang ruh Sastrawinya. Oleh karena itu terimakasih untuk Ronny Agustinus.
Karya Luis Sapulveda ini, memang judulnya; Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta, tetapi isinya sama sekali bukan kisah cinta. Antonio Jose Bolivar, si tokoh utama dalam cerita, sepeninggal istrinya memang menggilai roman kisah cinta. Dahulu ia bersama-sama dengan istrinya menyingkir ke pedalaman, menebang hutan, membuka lahan untuk membangun rumah dan bercocok tanam. Namun fisik istrinya tak tahan hidup di kedamaian hutan, akhirnya ia wafat. Tentu saja Bolivar sedih luar biasa. Sepertinya Bolivar mengagumi perjalanan kisah cintanya dengan mendiang istrinya, ia kerap berkhayal dan berimajinasi dalam kedamaian hidupnya di belantara. Oleh Dokter Rubicundo yang saban pekan datang berkunjung, membuka klinik di pemukiman itu, Bolivar kemudian dihadiahi buku, tepatnya sebuah novel kisah cinta yang mengharu-biru, penuh drama dan menguras air mata. Begitulah Bolivar kemudian menjadi penggila novel kisah cinta, khususnya kisah cinta yang emosional, pilu dan pedih. Pokoknya ia sampai tersedu-sedu dalam tangis jika acapkali membaca buku-buku itu. Ia sungguh tidak mau membaca buku lain, harus kisah cinta, yang ada sedihnya, yang harus membuatnya menangis dan ia benar-benar menikmati setiap tangisannya itu.
Itu adalah pengantar cerita, bukan esensi novel. Novel ini sebenarnya berkisah tentang kedamaian sebuah pemukiman di pedalaman Ekuador yang tercabik-cabik oleh keserakahan manusia yang tergila-gila oleh ladang minyak, tambang emas dan perburuan. Atas keserakahan itu, alam pun membalaskan dendamnya lewat seekor macan kumbang yang beringas. Macan ini meneror desa dan membunuh dua bule pemburu. Dan hanya Bolivar seorang, yang sudah bersejiwa dengan rerimba, yang dapat menangani macan ini.
Buku ini ditulis oleh Sapulveda ditengah kerinduannya pada negara kelahiran Chile, dalam pembuangannya di Spanyol, diterbitkan di Catalonia, Barcelona dengan judul Un viejo Que leia historias de amor. Sapulveda di usia mudanya sudah aktif berpolitik, sambil menulis dan membaca tentu saja. Barangkali ini yang tidak diteladani oleh politisi kita; menjadi politisi sekaligus sastrawan, seperti Sapulveda dan Neruda, misalnya. Karena aktivitas politiknya ini pula Sapulveda akhirnya diasingkan oleh rezim militer Pinochet.
I didn't actually read this post. this is an account testing stuff out.Ignore me
Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq