Rakyat dan Ayah Rakyat Kecil

in #indonesia6 years ago (edited)

Ketika orang besar menjual semua sumber daya, orang kecil terus berjuang sendirian untuk mendapatkan sebambu beras. Kala orang besar bersekutu hendak merenggut kehidupan orang kecil demi tercapai tujuan yang lebih besar, orang kecil justru berjuang bertahan hidup dalam keprihatinan.

Keadilan adalah cita-cita yang tiada pernah henti disuarakan oleh siapa saja khususnya ketika pemilu tiba, tapi siapa saja yang berkuasa, rakyat tetap miskin dan para cukong bertambah kaya dengan pundi-pundi uang yang semakin menggunung, para birokrat yang hidup salam siklus kleptokrasi tak berujung dan berhasil merampok uang negara demi memperkaya diri.

Keadilan, orde yang baik, terus saja diteriakkan di mimbar-mimbar kekuasaan, yang sampai kini masih saja sebatas slogan tanpa program yang nyata. Masih sebatas jampi politik yang tiada henti didengungkan di ruang publik, demi merebut simpati rakyat dan ruang di media massa.


Ayah-ayah rakyat yang berada di level kelas akar rumput, menghadapi berbagai persoalan, miskin, tidak berpendidikan, lapar serta jauh dari Tuhan. Mesjid-mesjid yang bertebaran di berbagai pelosok, meunasah yang dibabgun di tiap kampung, justru tidak diisi oleh jamaah shalat fardhu. Rumah jbadah Tuhan kesepian menanti kedatangan tamu yang justru para jiran tapi enggan melangkah ke sana.

Orang miskin dengan kekufuran, demikian kata mutiara mengatakan, dan itu brnar adanya. Bahwa orang-orang miskin biasa bodoh dan tidak taat. Sangat sedikit orang miskin yang menjalankan shalat fardhu, bahkan kalau berjamaah justru semakin langka.

Orang miskin yang taat adalah minoritas di dalam lingkungannya, dan kebanyakan tidak pun memiliki pengaruh, karen ketiadaan ia tentang uang, ia tiada kuasa atas belanja, yang menjadi prasayarat utama menjadi tokoh di kampung-kampung.

Di sisi lain para ayah rakyat kecil banyak sekali yang pekerj keras, tapi mereka sebatas buruh, mereka tidak berdaulat atas lahan yang memadai, mereka tifak memiliki akses terhadap modal dan mereka tidak memiliki perlindungan yanh cukup. Mereka, ada atau tidaknya negara, tetap hidup dengan siklus yang demikian. Bekerja apa saja selama bisa memenuhi kebutuhan hidup, bekerja hari ini untuk kebutuhan hari ini. Mereka tidak diperhatikan, dan hanya sebatas angka statistik semata.