Kita Menulis Untuk Mencerdaskan Baiknya Bukan Menghujat

in #indonesia7 years ago (edited)

Seperti judul yang saya cantumkan di atas bahwa postingan saya kali ini mengenai menulis itu untuk mencerdaskan pembaca bukan untuk menghujat. Banyak kita temui postingan-postingan yang menimbulkan marah dan kebencian saat kita membaca. Hal tersebut dikarenakan tulisan yang mengandung hujatan dan hinaan terhadap salah satu pihak.

elegant-bahan-meme-trending-sosmed-ini-kumpulan-meme-terbaru-di-situ-bahan-meme.jpg

Cukup dengan segelas kopi, informasi yang minim dan lihai mengolah kata, penulis tulisan hujatan rela bergadang memilih kata-kata yang pantas dan cocok untuk tulisan hujatannya. Tujuannya agar boombastis atau viral, HOAX.

hoax-2-565b914a529373840d1cbee8.jpg

Dalam hal ini, Rahadi (2017:62) membagi hoax ke dalam beberapa jenis. Jenis-jenis Informasi hoax antara lain:

  1. Fake news: Berita bohong: Berita yang berusaha menggantikan berita yang asli. Berita ini bertujuan untuk memalsukan atau memasukkan ketidakbenaran dalam suatu berita. Penulis berita bohong biasanya menambahkan hal-hal yang tidak benar dan teori persengkokolan, makin aneh, makin baik. Berita bohong bukanlah komentar humor terhadap suatu berita.
  2. Clickbait: Tautan jebakan: Tautan yang diletakkan secara stategis di dalam suatu situs dengan tujuan untuk menarik orang masuk ke situs lainnya. Konten di dalam tautan ini sesuai fakta namun judulnya dibuat berlebihan atau dipasang gambar yang menarik untuk memancing pembaca.
  3. Confirmation bias: Bias konfirmasi: Kecenderungan untuk menginterpretasikan kejadian yang baru terjadi sebaik bukti dari kepercayaan yang sudah ada.
  4. Misinformation: Informasi yang salah atau tidak akurat, terutama yang ditujukan untuk menipu.
  5. Satire: Sebuah tulisan yang menggunakan humor, ironi, hal yang dibesar-besarkan untuk mengkomentari kejadian yang sedang hangat. Berita satir dapat dijumpai di pertunjukan televisi seperti “Saturday Night Live” dan “This Hour has 22 Minutes”.
  6. Post-truth: Pasca-kebenaran: Kejadian di mana emosi lebih berperan daripada fakta untuk membentuk opini publik.
  7. Propaganda: Aktifitas menyebar luaskan informasi, fakta, argumen, gosip, setengah-kebenaran, atau bahkan kebohongan untuk mempengaruhi opini publik.

Postingan-postinga sejenis itu sangat mempengaruhi saya dalam pemilihan artikel yang ingin saya baca. Saya tidak mau bersikap apatis sebenarnya terhadap pemerintah dan politik karena saya sendiri bekerja di bidang sosial dan politik. Namun postingan tersebut membuat saya urung membacanya. Melihat judulnya saja kita bisa menyimpulkan tulisan tersebut akan mengarah kemana. Alhasil. Saya tidak membaca artikel politik.

Hujat menghujat sepertinya sudah menjadi trend. Bukan saja dalam bentuk tulisan namun dalam bentuk meme atau karikatur. Bila menyindir dalam konteks mengingatkan dan melawan lupa terhadap suatu kasus saya akan setuju. Namun menghujat satu sosok yang lebih mengarahkan kepada mencemarkan nama baik seseorang sehingga masyarakat percaya dikarenakan agenda setting media. Kuatnya agenda setting media bahkan liarnya informasi di new media seperti media online dan sosial media membuat informasi tersebut mau tidak mau akan sampai ke masyarakat. Miris ternyata kegunaan media bukan lagi sebagai penyebar informasi dan namun sudah menjadi agen pemancingan emosi dan amarah rakyat.

Trus seperti apa sih tulisan yang mencerdaskan itu?

Jawabannya mudah saja. Tulisan yang mendidik adalah tulisan yang pasti akan mencerdaskan. Tulisan mengunggkapkan fakta-fakta dengan menampilkan data dan perbandingan kasus-kasus yang ada, maka tulisan tersebut bisa dijadikan referensi. Misalnya saja tulisan mengenai Perang Dunia ke-II. Jumlah terbunuhnya orang Yahudi pada masa aksi genosida holocaust Hitler masih simpang siur datanya. Hal ini kita dapati apabila membaca buku konspirasi dunia. Berbagai informasi akan kita dapati bahkan kita tidak pernah menyangka watak peristiwa di balik suatu kasus. Namun kembali lagi. Namanya saja konspirasi baiknya hal ini dijadikan bahan diskusi sehingga kita tidak berpegang pada satu buku yang belum tentu keabsahannya teruji.

Konspirasi.jfif

Rahadi (2017, 68-69) Pencegahan kuatnya arus informasi hoax dapat dilakukan dengan meningkatkan literasi masyarakat melalui peran aktif pemerintah, pemuka masyarakat dan komunitas, menyediakan akses yang mudah kepada sumber informasi yang benar atas setiap isu hoax, melakukan edukasi yang sistematis dan berkesinambungan serta tidakan hukum yang efektif bagi penyebarnya. Sebaiknya dilakukan pembekalan kepada masyarakat mengenai pengetahuan akan internet sehat dengan literasi media sehingga dapat mengenali ciri-ciri berita hoax, dan penerima berita dapat mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dalam mengambil makna dari suatu berita.

Referensi:
Rahadi, Dedi Rianto. (2017). Perilaku Pengguna dan Informasi Hoax di Media Sosial. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 5 (1), 58-70.

Gambar:
http://www.artikelmanfaat.com/2017/02/cara-membedakan-berita-hoax-dan-fakta.html
http://80skiparty.com/bahan-meme/elegant-bahan-meme-trending-sosmed-ini-kumpulan-meme-terbaru-di-situ/

Sort:  

Setuju dengan judul yang anda buat @renijuliani kita berharap tulisan yg kita buat dapat memberikan manfaat untuk orang lain, bukankah sebaik baik manusia yang dapat memberikan manfaat untuk orang lain. Salam steemit KSR @muhammar

iya..baiknya begitu. jadi penulis mendapatkan berkah dengan tulisannya...

Semoga kunjugan saya ke blog anda membawa berkah #amin @muhammar

Amin....salam kenal...

Mantap kali tulisan kaka

Terima Kasih. Masih proses belajar...semangat...

Tulisan yang sangat bagus, edukatif dan menyejukkan. Semoga dengan kemampuan literasi dan daya mengkritisi kita menjadi bangsa yang bermartabat.

iya..boleh mengkritisi tapi tidak untuk menghujat. mengkritisi untuk perbaikan yang membangun dan menjadi lebih baik lagi.

Bisa jadi bahan ajar dasar2 jurnalistik ni kak. Hehe :D

Iya...monggo dek...semangat ngajar ya dek..