Biar Ngawur Asal Nulis
Boleh saja memanfaatkan judul di atas untuk slogan baru menulis di Steemit. Aku cuma hendak memberi secupak penjelasan mengenai maksud kata “Ngawur” di atas sebagai bagian dari tanggungjawab. Maksudku, ngawur yang tak merugikan orang lain di ranah Steemit. Mencincang ‘sampah’ di otak hingga terputus. Di luar batas itu aku tak mau terlibat.
Kualitas tetap penting bagi yang hendak mengutamakannya. Anggap saja berbagi. Namun ketika pikiran sudah ‘teracun’ oleh hasrat untuk merancang konten yang ideal, tiap peramu konten akan menghadapi beban. Jika bersedia, aku ingin mengajak engkau, kalian semua mencoba meracik konten yang tak sukar kita temukan di sekitar. Apa saja boleh. Sebentuk benda, sebuah judul puisi, judul berita, warna, judul film. Terserah.
Setelah memilih, mari mengurainya. Supaya adil aku memilih 1 kata dari, debu. Sekarang, mari kita mulai menjelaskan debu tanpa menyebutnya dalam tulisan sepanjang 500 kata. Mulailah dengan berdo’a menurut agama dan kepercayaan (atau ketidakpercayaan) masing-masing agar do’a yang terposting ke langit meningkatkan kepercayaan diri dan segala yang kita tulis menuai berkah. Berdo’a, mulai!
(Jeda 1 menit)
Selesai!
Di kulitku ia kerap melekat oleh tiupan sang bayu. Terkadang yang bertiup dari pesisir setelah membelai dedaunan. Sesekali berasal dari hempasan angin dari kendaraan yang melintas. Di setiap penjuru hadirnya kerap kutemui. Di atas buffet, di dinding, di ventilasi, di atas meja. Lekatnya di kulitku menjadi daki yang berpadu dengan sel kulit mati. Kalang, kata orang kampungku.
Di tubuh ia melekat di mana saja. Sesukanya menempel. Apakah ini salah Sang Bayu, atau hujan yang telah lama tiada singgah ke permukaan tanah, hingga ia begitu berkuasa. Jika saja turun hujan ke Bumi sekali seminggu, tak terlalu ringan ia melambung, melayang terbawa gerak dari daya yang lebih kuat menumpangi rumus Fisika.
Betapa senang para pemilik pabrik sabun dan shampo, juga pelembab sampai larutan pencuci muka. Pariwara untuk membasminya bertebaran. Padahal, kehadirannya membuktikan betapa pepohonan telah makin tersingkir oleh geliat pembangunan. Berkurang pula daya jerap yang mampu meredam geliatnya saat angin menguarkannya ke segenap penjuru, sejangkau sentuh dan kobelnya. Tak pernah peduli meski aku baru saja membersihkan diri di kamar mandi.
Sungguh menyebalkan menemukannya di kawat nyamuk yang kupasang di ventilasi. Endapan yang telah mendekati kepadatan busa. Secuil gerak akan membuat ia tampak seperti asap yang mengepul, merasuki lubang hidung, menggelitik frontal sinus dan menggelegarkan sehentak bersin nan membahana. Terjungkit bokongku dari duduknya oleh olah berukuran renik yang menelusup sewenang ke ronggaku yang semestinya berdaulat. Sungguh lancang!
Kadang di caruncula lacrimalis berhimpun membentuk serpih padat membatu, sesekali tampak seperti silika yang keruh warnanya. Sebentuk kerak yang mengalamatkan gatal di sudut mata, bersisian dengan pangkal hidung. Aku mesti mengentasnya dengan sentuhan antara tekan dan gesek. Terlalu kuat menekan akan menjadikannya mengagitasi bagian dalam kelopak mata, terlalu lemah menggesek membuatnya bergeming, tak beringsut walau semilimeter. Persis seperti berdiplomasi dengan seserpih kerak yang telah masif di indra netraku sendiri.
Tak cuma di alam nyata, pada larik puisi, di bait lagu yang menggambarkan gelisah. Lirik lagu Siang Seberang Istana menyebutnya sebagai selimut seorang bocah penyemir sepatu bertubuh dekil yang tertidur berbantal sebelah lengan.
Tak cuma mengotori. Ia juga menjadi penyuci ketika air tak tersedia untuk ber-thaharah menjelang penyembahan. Menangkupkannya sepenuh telapak tangan, lantas membasuhkannya ke penjuru paras hingga telinga. Berlanjut dengan sapuan dari ujung jemari hingga ke pangkal siku. Aku dan sebagian dari kalian mengenalnya dengan tayamum.
Grup band Iklim asal negri jiran meyakini ada suci di dalamnya. Mungkin terinspirasi oleh gunanya untuk bersuci. Betapa ia menunjukkan kotor di permukaan untuk melindungi sebentuk kesucian yang mesti terjaga. Agar hakekat yang tersembunyi oleh kekotoran menjadi benteng penjaga yang kokoh. Memanipulasi persepsi manusia. Bahkan yang telah berwujud tudingan menghina sekalipun.
Meski tak suka nada lagu sebiji ini, makna dalam liriknya sungguh mengusik penjuru saraf dan palung batin. Menyembunyikan kesejatian yang ternikmati, tanpa perlu membantah prasangka buruk tumbuh di benak orang; Para spektator dan komentator di sekitar mereka. Bersedia meluangkan waktu hidup yang sungguh berharga menatap hidup pasangan dalam lagu penuh prasangka buruk. Pesan yang menggambarkan upaya cuek atas penyepelean orang lain.
Demikian gegar kehadiran benda yang terlalu ringan untuk menguar oleh angin. Berada di ragam wilayah. Menjadi kotoran di suatu ketika dan menjelma penyuci pada momentum lain. Menjadi sumber keluh suatu masa, juga bagian dari puitisme berhias alur nan berukir makna. Sekonyong aku terpesona. Terpana hingga di paras menyembul sebentang nganga.
Ingin kubunuh ia dengan lembab, padahal yang harus kulakukan sesungguhnya menambah bilangan pepohonan!
Nah… untuk menguji hasil; blok, copy dan pastekan bagian tulisan bercetak miring ke file MSWORD baru. Tekan tombol Ctrl+F ketik kata debu, klik Enter. Periksalah ketiadaan kata debu. Wassalam.
Saya justru fokusnya ke Iklim, haha
Ciri-Ciri awak away!
Pecandu Neo-Classical Rock.
Aku gak sukak tulisan abg ini.... sgat sederhana dn tidk membuat asam lambung naik... Mungkin abg bisa menguraikan sebuah tulisan mengenai agnostik (klo gk salah gtu tulisannya)
Ak pnasaran apa itu, klo gk slah abg pernah sebut paham agnostik di tulisan abg yg telah lewat, tpi aku lupa...
Mhon berbagi pengetahuannya bg,..
Sebenarnya ada dua yg mau ku mhonkan utk abg membuat tulisan dri pengetahuan abg, sebijik lgi tentang Umar bin khatab radhiyallahu anhu yg membuat hitungan hari dri qomara alias liat bulan bukan syamsi (matahari)
Hahahahahaha...
Nikmati aja bulan madu kau, Ger. Nanti kalau asam lambung naik, gairah ranjang bakal menurun. Nantilah kubuat tulisan tentang agnostik dan sistem kalender qamariyah (lunar) dan syamsiyah (solar).
Ide yang bereh. Terimakasih telah berbagi.
Tapi sedikit pertanyaan, tulisan tentang debu tadi termasuk kemana, puisikah atau opini atau apa ya?
Terimakasih sudah singgah dan berkomentar, Ngon...
Jika aku tak silap, kategori tulisan berjudul Debu adalah essay.
Apa kabar Bg?
Pagi ageh,
Siang paneh,
Malam maleg,..
😋😋😋
Dan yang aku pernah tahu, celana jeurbray itu punya julukan penyapu gratis untuk setiap langkah yang dilalui oleh grup musik Pancaran Sinar Petromak atau saat The Beatles melalu the Abbey Road.
Posted using Partiko Android