KETIMPANGAN PENDIDIKAN ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DILIHAT DARI PERSPEKTIF GENDER
(Faisal Bahri Pakpahan)
Pendidikan merupakan salah satu hal yang terpenting bagi setiap menusia. Pendidikan merupakan salah satu kunci dalam meningkatkan pembangunan di indonesia. Pendidikan merupakan hak bagi seluruh bangsa indonesia sebagaimana tertuang dalam undang-undang dasar 1945 alinea ke 4 yang berbunyi “…untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Pembangunan pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, Dalam rangka tercapainya tujuan pembangunan nasional, pendidikan mempunyai peran yang sangat penting.
Permasalahan pendidikan kita lihat begitu banyak dan beragam bentuknya, seperti halnya ketimpangan pendidikan antara anak laki-laki dan anak perempuan di dunia pendidikan. Fenomena ketimpangan pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan ini tentu jadi masalah besar bagi kualitas sumber daya manusia yang begitu besar ke depanya. Jika dilihat fenomena ketimpangan pendidikan ini akibat adanya pandangan pada masyarakat khususnya pada masyarakat yang masih berfikiran tradisional memandang bahwa pada umumnya pendidikan lebih di utamakan pada anak laki-laki ketimbang anak perempuan, selain itu pandangan masyarakat pada perempuan hanyalah sebagai seorang istri yang hanya bekerja di sumur, kasur, dan dapur (domestik) sementara itu laki-laki bekerja mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga (publik).
Permasalahan ketimpangan pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan bukan hanya isapan jempol saja, ketimpangan ini dapat kita lihat pada masyarakat Kota, Desa atau Daerah pelosok yang mana lebih banyak mementingkan pendidikan anak laki-laki dari pada anak perempuan. Hal ini berdampak kepada bahwa laki-laki lah yang memiliki kuasa dan wawasan yang lebih besar dan akan menjadi pemimpin dalam rumah tangga kedepanya. Ini tentu bertentangan dengan pemenuhan hak-hak dasar seorang anak yang mana pendidikan bagi seorang anak sangatlah penting dan berdasarkan ketetapan pemerintah pendidikan wajib belajar 12 tahun. Selain itu, jika dilihat dari permasalahan pendidikan perempuan lebih banyak mengalami kerugian, hal ini terlihat dari rata-rata lama sekolah perempuan sekitar 6,5 tahun, laki-laki 7,6 tahun, selain itu perempuan yang buta aksara mencapai 11,7 % dan laki-laki 5,3 %. Adapun faktor penyebab tingginya jumlah anak yang tidak sekolah, seperti sulitnya akses pendidikan, kurangnya kesadaran orang tua dan faktor kesulitan ekonomi.
Jika dilihat dari perspektif gender, yang mana perempuan di tempatkan pada posisi yang dirugikan. Secara umum masih banyak ketidak adilan, ketidak setaraan, marginalisasi, subordinasi dan diskriminasi berdasarkan gender yang terjadi pada perempuan khususnya dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang seharusnya mampu mengangkat harkat martabat seseorang terkadang putus di tengah jalan akibat adanya dominasi dan sistem patriaki atau budaya yang membuat salah satu gender jadi korban dari budaya atau adat tersebut. Permasalahan ketimpangan pendidikan pada anak laki-laki dan perempuan tentu menjadi hal yang tidak seharusnya terjadi dan tidak merugikan satu gender saja.
Pendidikan pada umumnya milik semua individu dan tidak membedakan status dan kedudukan seseorang dalam keluarga maupun pendidikan. Antara anak laki-laki dan anak perempuan seharusnya memiliki status yang sama dalam dunia pendidikan, walaupun terkadang masih banyak masyarakat yang mengutamakan bahwa anak laki-laki yang harus diutamakan untuk bersekolah. Tentu ini menjadi sorotan bagi kita semua dimana pada saat ini kita telah banyak tertinggal dengan negara-negara lain dalam hal dunia pendidikan terlebih kita telah berada pada Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).