Basic Needs are Difficult Implicated
Kebutuhan Dasar yang Sulit diwujudkan
Building a home in the present with minimal income becomes something that is impossible to do. Home is a basic human need in addition to food needs. Building a house is not only the material needs of development that must be considered, but the land as a place to build a house first to think about. The price of land every year is getting higher and decreasing purchasing power. Economic access is too difficult in this country, to save part of the income is almost impossible, income is sometimes not enough for the cost of daily living, and building a house is just a dream for most people.
Membangun rumah di masa kini dengan pendapatan minim menjadi sesuatu yang mustahil dilakukan. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia disamping kebutuhan pangan. Membangun rumah bukan hanya bahan kebutuhan pembangunan yang harus dipikirkan, namun lahan sebagai tempat untuk mendirikan rumah terlebih dahulu yang harus dipikirkan. Harga tanah setiap tahun semakin tinggi membuat daya beli semakin menurun. Akses ekonomi terlalu sulit di negara ini, untuk menabung sebagian penghasilan nyaris menjadi mustahil, penghasilan terkadang tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari, dan membangun rumah hanya menjadi angan-angan bagi sebagian besar masyarakat.
For some people, home is not a hard-to-find item. Moreover workers at government agencies. Many mortgage loan offers are offered by the developers. But it is different for most people, building a house is a goal throughout his life. Even those ideals are not realized until the end of life. Government program to provide low-cost housing for the poor is felt unevenly, the government must pour trillions of rupiah for this program and it takes years for equity.
Bagi sebagian orang, rumah bukanlah suatu barang yang sulit diperoleh. Apalagi pekerja pada instansi pemerintah. Banyak tawaran kredit KPR ditawarkan oleh para pengembang. Namun lain halnya bagi sebagian besar rakyat, membangun rumah merupakan cita-cita sepanjang hidupnya. Bahkan cita-cita tersebut banyak yang tidak terwujud hingga akhir hayat. Program Pemerintah menyediakan rumah murah bagi rakyat miskin dirasakan belum merata, pemerintah harus menggelontorkan dana triliunan rupiah untuk program ini dan butuh waktu bertahun-tahun untuk pemerataan.
Although the house is a basic necessity, but building a fund that requires not a little, though only a roofed house with palm leaves and walled boards. The first land should be provided in the stages of building a house for shelter. After obtaining the land, then the materials needed for development are provided. Coupled with construction costs or wages of workers (carpenters). In the customs and habits of the people of Aceh, during the construction phase, workers in addition to providing agreed wages should also be provided lunch, drinks and snacks when it comes to breaks, in one day lunch and two rest, morning and evening.
Walaupun rumah merupakan kebutuhan dasar, namun membangun sebuah butuh dana yang tidak sedikit, walau hanya rumah beratap daun rumbia serta berdinding papan. Tanah yang pertama harus disediakan dalan tahapan membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal. Sesudah memeroleh tanah, barulah bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembangunan disediakan. Ditambah dengan biaya pembangunan atau upah para pekerja (tukang kayu). Dalam adat dan kebiasaan masyarakat Aceh, selama dalam tahap pembangunan, para pekerja disamping menyediakan upah yang telah disepakati juga harus disediakan makan siang, minuman serta makanan ringan ketika tiba waktu istirahat, dalam sehari sekali makan siang dan dua kali istirahat, pagi dan sore hari.
When the adat of Aceh was still strong and obeyed all the people, the establishment of the house worked in mutual assistance. People call it the term "meuramè" under the coordination of a craftsman. Mutual cooperation only on heavy work and require a lot of energy. In the past, people built houses from wooden base materials. Many of the main pillars of large wood must be erected first. At this stage it took a lot of people to help set up large poles. Homeowners provide food for participants mutual cooperation, usually serving sticky rice with "tumpoë" (traditional cake typical Aceh). There is also a serving of sticky rice and gravy tuhè (a kind of compote) to glorify the participants mutual cooperation. When the main poles are up and connected to each other then for finishing work will be completed by the builders and their aides. The walls are made up of boards that have been smoothed on the sides. The roof consists of leaves of palm or palm leaves.
Ketika adat Aceh masih kuat dan dipatuhi semua rakyat, pendirian rumah dikerjakan secara gotong royong. Masyarakat menyebutnya dengan istilah "meuramè" dibawah koordinasi seorang tukang. Gotong royong hanya pada pekerjaan berat dan membutuhkan banyak tenaga. Dahulu masyarakat mendirikan rumah dari bahan dasar kayu. Banyak tiang utama yang terdiri dari kayu besar harus didirikan pertama kali. Pada tahapan ini butuh banyak orang untuk membantu mendirikan tiang-tiang besar. Pemilik rumah menyediakan makanan untuk peserta gotong royong, biasanya menyajikan nasi ketan beserta "tumpoë" (kue tradisional khas Aceh). Ada juga yang menyajikan nasi ketan dan kuah tuhè (sejenis kolak) untuk memuliakan peserta gotong royong. Ketika tiang-tiang utama sudah berdiri dan terhubung satu sama lain selanjutnya untuk pekerjaan finishing akan diselesaikan oleh tukang beserta pembantunya. Dinding terdiri dari papan yang telah dihaluskan sisi-sisinya. Atap terdiri dari daun rumbia ataupun daun nipah.
In the past, the house was founded by the parents of the wife. This is done because of customary demands, so when someone married, the house was provided by the in-laws, although if there is divorce, the husband is not entitled to the house. So in Aceh the wife is called "Po Rumoh" (the owner of the house). Houses should also be equipped with sanitation and clean water facilities. For clean water needs at the back of the house in a well dug to hold water from the spring. Now the custom has been abandoned because it is felt very burdensome. Building a house for a place of residence is absolutely necessary, but it is very difficult to realize.
Dahulu, rumah didirikan oleh orang tua dari istri. Hal tersebut dilakukan karena tuntutan adat, maka ketika seseorang berumah tangga, rumah sudah dusediakan oleh mertua, walauoun jika terjadi perceraian, suami tidak berhak atas rumah tersebut. Maka di Aceh istri disebut deng "Po Rumoh" (pemilik rumah). Rumah juga harus dilengkapi dengan sanitasi dan fasilitas air bersih. Untuk kebutuhan air bersih di belakang rumah di gali sumur untuk menampung air dari mata air. Sekarang adat tersebut sudah ditinggalkan karena dirasakan sangat memberatkan. Membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal mutlak diperlukan, namun sangat sulit diwujudkan.