Caring for Teeth With How To Eat Betel

in #indonesia6 years ago

Merawat Gigi Dengan Cara Makan Sirih

IMG_20180601_235648.jpg

Betel became the snacks of the Acehnese people when it was a relaxing time as a substitute for snacks. Betel is usually eaten with betel nut and a little lime. The people of Aceh believe betel works well for stomach health and make teeth strong. Can be proved, people who often eat betel tooth is rarely toothless even aged. Betel preferred by the people of Aceh of all ages, not least the villagers and the townspeople.

Sirih menjadi makanan ringan masyarakat Aceh ketika waktu santai sebagai pengganti makanan ringan. Sirih biasanya dimakan dengan pinang dan sedikit kapur. Masyarakat Aceh menyakini sirih berfungsi baik untuk kesehatan lambung dan membuat gigi menjadi kuat. Bisa dibuktikan, orang yang sering makan sirih giginya jarang ompong biarpun sudah berusia lanjut. Sirih disukai oleh masyarakat Aceh dari segala usia, tak terkecuali penduduk desa maupun penduduk kota.

Betel-eaters have strong teeth. Betel is often provided in homes, especially when there is thanksgiving, death or wedding feast, betel supplements various other foods. Betel, betel nut and lime are placed in copper or silver brass (cerana), if there is no cerana, usually placed in plates and trays. New copper pistils can be obtained by ordering people who want to hajj to Mecca, because these items are rarely sold in Aceh. Adult men in Aceh, when out of the house, the betel wrapped in a large handkerchief (bungkôh bohru). Sometimes there is a purchase of betel that has been wrapped with areca with cloves, and betel like this is only wrapped in plastic.

Pemakan sirih memiliki gigi yang kuat. Sirih sering kali disediakan di rumah-rumah, apalagi ketika ada syukuran, kenduri kematian maupun pesta perkawinan, sirih menjadi pelengkap aneka makanan lainnya. Sirih, pinang dan kapur diletakkan didalam cerana tembaga atau perak, jika tidak ada cerana, biasanya diletakkan dalam piring-piring maupun talam. Cerana tembaga baru bisa diperoleh dengan memesan pada orang yang mau naik haji ke Mekkah, karena barang ini jarang dijual di Aceh. Pria dewasa di Aceh, bila keluar rumah, sirihnya dibungkus di dalam saputangan besar (bungkôh bohru). Terkadang ada yang membeli sirih yang sudah dibungkus dengan pinang disertai cengkeh, dan sirih seperti ini hanya dibungkus dengan plastik.

IMG_20180601_173543.jpg

Eating betel for the elderly in Aceh also serves as a substitute for brushing teeth and this habit has become a tradition in Aceh since antiquity. In the past, toothbrush has not been found and the people of Aceh to take care of his teeth by eating betel, although the teeth become black but the teeth become strong and rarely fall out. That is why many elderly people in Aceh but their teeth remain intact.

Memakan sirih bagi orang tua-tua di Aceh juga berfungsi sebagai pengganti menggosok gigi dan kebiasaan ini sudah menjadi tradisi di Aceh sejak jaman dahulu. Dahulu, sikat gigi belum ditemukan dan masyarakat Aceh merawat giginya dengan memakan sirih, walaupun gigi menjadi hitam namun gigi-gigi tersebut menjadi kuat dan jarang rontok. Itulah sebabnya banyak orang lanjut usia di Aceh namun giginya tetap utuh.

Taking care of the teeth other than by eating the betel, the Acehnese also brushed their teeth. When the toothbrush has not been found, the people of Aceh to make their own toothbrush made of plant fibers. Traditional toothbrushes are sometimes made from branches of lote trees (bak sijalôh) and from coconut fruit bunches (junggreuëh u). Toothbrushes are not made of wooden branches that the caterpillars eat like the branches of the pomegranate tree, although it is filamentous, because it is feared the tooth will be damaged.

Merawat gigi selain dengan cara memakan sirih, orang Aceh juga menggosok giginya. Ketika sikat gigi belum ditemukan, masyarakat Aceh membuat sendiri sikat gigi berbahan tumbuhan yang berserabut. Sikat gigi tradisional terkadang dibuat dari dahan pohon bidara (bak sijalôh) dan dari tandan buah kelapa (junggreuëh u). Sikat gigi tidak dibuat daru dahan kayu yang dimakan ulat seperti dahan pohon delima walaupun berserabut, karena dikhawatirkan gigi akan rusak.

IMG_20180601_173619.jpg

The people of Aceh more often brush their teeth after eating, before going to sleep, when waking up and when performing ablution for prayer. In the past, before there was toothpaste, the teeth were rubbed with dry tobacco leaves (bakông ôn) to keep the teeth unobstructed and quickly damaged. In addition to dry tobacco leaves, the people of Aceh also use the sap of the distance tree (geutah lawah) as a substitute for toothpaste, which works the same to prevent cavities. Women in Aceh sometimes rub their gums with "charcoal" of burned coconut shells. Old women also lose tobacco as a supplement to the betel meal called "bakông sugoë or bakông asoë". When fasting the people of Aceh do not rub their teeth in a state of fasting, this if done then it is feared will cancel the fast.

Masyarakat Aceh lebih sering menyikat gigi setelah makan, sebelum tidur, ketika bangun tidur dan ketika berwudhu untuk shalat. Dahulu, sebelum ada odol, gigi digosok dengan daun tembakau kering (bakông ôn) untuk menjaga gigi tidak berlobang dan cepat rusak. Selain daun tembakau kering, masyarakat Aceh juga menggunakan getah pohon jarak (geutah lawah) sebagai pengganti odol, yang berfungsi sama yaitu untuk menvegah gigi berlubang. Para wanita di Aceh terkadang menggosok gusinya dengan "arang" tempurung kelapa yang dibakar. Wanita-wanita tua juga menyugi tembakau sebagai bahan tambahan makan sirih yang disebut "bakông sugoë atau bakông asoë". Saat berpuasa masyarakat Aceh tidak menggosok giginya dalam keadaan berpuasa, hal ini jika dilakukan maka dikhawatirkan akan membatalkan puasanya.