Kawôm is the Patriarchal System of Aceh Community

in #indonesia6 years ago

Kawôm Merupakan Sistem Patriarki Masyarakat Aceh

IMG_20180601_010317.jpg

When the Acehnese speak of one family in the broadest sense of the word, including one kawôm (siblings), then it means the descendants of one man through the paternal lineage, even though they each happen to live far apart. This is not something new, Aceh's customs have proven and acknowledged the origin of this patriarchal system. One kawôm means when traced his line through the father line, boils down to one man. Although the lineage is difficult to trace clearly until three generations back people still call themselves classified in one kawôm, as long as it still comes from one grandfather through the father lineage.

Apabila orang Aceh membicarakan mengenai satu keluarga dalam arti kata yang luas, yang terrnasuk satu kawôm, maka yang dimaksud adalah keturunan dari satu orang pria melalui garis keturunan bapak, walau mereka masing-masing kebetulan bertempat tinggal saling berjauhan. Ini bukanlah sesuatu yang baru, adat dan kebiasaan Aceh telah membuktikan dan mengakui asal-usul sistem patriarkat ini. Satu kawôm artinya apabila ditelusuri garis keturunannya melalui garis bapak, bermuara pada satu orang laki-laki. Sungguhpun garis keturunan sulit ditelusuri secara jelas hingga tiga generasi ke belakang orang masih menyebut dirinya tergolong dalam satu kawôm, selama masih merasakan berasal dari satu kakek melalui garis keturunan bapak.

In the order of life of the people of Aceh, patriarchy is still firmly attached to the present. A full-powered father in the family community includes wives, children and possessions. The lineage of the father will be considered blood relatives or termed wali. Though living far apart, each making a celebration or a wedding party, then the dad's brothers must attend and be considered members of the main family.

Dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh, sifat patriaki masih melekat kuat hingga sekarang. Seorang ayah berkuasa penuh dalam komunitas keluarga meliputi istri, anak-anak dan harta benda. Garis keturunan dari ayah akan dianggap saudara sedarah atau diistilahkan wali. Walaupun hidup berjauhan, setiap membuat hajatan ataupun pesta perkawinan, maka saudara-saudara dari garis ayah wajib menghadiri dan dianggap anggota keluarga utama.

IMG_20180601_010242.jpg

In the inland villages, young men and still single habits at night will sleep in the meunasah. Although there are also those who sleep at home, this habit will continue until the young men are married and married. The Acehnese boys, though grown and married, still regard their mother's house as their own home. After marriage, the boy will go home to his wife's family before being able to build his own house. In the past, if the wife comes from a wealthy family, the house will be built by the wife's parents but the ownership of the house is fully owned by the wife, the husband just hitchhike, if at any time divorce the husband has to leave the house proficiency level and contents.

Di desa-desa pedalaman, para pemuda dan yang masih membujang kebiasaan pada malam hari akan tidur di meunasah. Walaupun ada juga yang tidur di rumah, kebiasaan ini akan terus berlanjut hingga pemuda-pemuda tersebut menikah dan berkeluarga. Anak-anak Aceh yang laki-laki, walaupun sudah dewasa dan berumah tangga tetap menganggap rumah ibunya sebagai rumahnya sendiri. Setelah menikah, anak laki-laki akan pulang kerumah keluarga istrinya sebelum mampu membangun rumah sendiri. Dahulu, kalau istri berasal dari keluarga kaya, rumah akan dibangun oleh orang tua istri namun kepemilikan rumah sepenuhnya milik istri, suami hanya menumpang, jika sewaktu-waktu terjadi perceraian suami harus meninggalkan rumah tesebut beserta isinya.

Unlike the daughters, after marriage they will remain in their mother's house, where a juree is prepared for them, or a new house built for them on the ground in the yard of their parents' home. The offspring of the daughters remain in the village of their parents and can be found in the same neighborhood and live as close relatives, whereas the male offspring usually live in villages following the village where the wife lived when she was married.

Berbeda dengan anak-anak perempuan, setelah menikah mereka akan tetap tinggal di rumah ibunya, di mana sebuah juree dipersiapkan untuk mereka, atau sebuah rumah baru dibangun untuk mereka di atas tanah dalam pekarangan rumah orang tuanya. Keturunan anak-anak perempuan tetap tinggal di desa orang tuanya dan dapat dijumpai di lingkungan yang sama dan hidup sebagai saudara dekat, sedangkan keturunan laki-laki biasanya akan hidup tersebar di berbagai desa mengikuti desa tempat tinggal istri bila telah menikah.

IMG_20180601_005703.jpg

However, in general, although the father's brother is regarded as the guardian and responsible for the children of the father concerned but the Acehnese children are more familiar with the siblings of his mother. Another mention of the mother's brother is karông. In village life sometimes this patriarchal or kinship system is used to achieve public office, in this case the village head (Keuchik) or head of the hamlet. The number of kawôm that many of the habits become the winner in every election succession.

Namun pada umumnya, walaupun saudara dari pihak ayah dianggap sebagai wali dan bertanggung jawab terhadap anak-anak dari ayah dimaksud tetapi anak-anak Aceh lebih akrab dengan saudara dari pihak ibunya. Sebutan lainnya terhadap saudara ibu adalah karông. Dalam kehidupan di desa terkadang sistem patriarki atau kekerabatan ini dipakai untuk meraih jabatan publik, dalam hal ini kepala desa (Keuchik) maupun kepala dusun. Jumlah kawôm yang banyak jumlahnya kebiasaan menjadi pemenang dalam setiap suksesi pemilihan.

Sort:  

19.000+Followers can see you.(@tenorbalonzo,@hakanlama,@cemalbaba,@asagikulak) Send 0.200 Sbd or Steem. Post link as memo for (minimum 15 upvote)