Bukan Hasilnya, Tapi Proses Lebih Utama
Hari ini, Sabtu (1/12/2018) menjadi hari melelahkan dan melibas psikologi saya. Saya sudah bangun sangat awal; pukul 4.30 pagi. Saya harus Salat Isya dulu karena sehari sebelumnya saya juga tepar dan pingsan di peraduan.
Setelah itu saya menunggu Subuh. Adapun tempat favorit pasti mesjid yang tekun dengan wirid 100. Setelah itu saya lanjutkan dengan menikmati alam pagi, ketika rona merah yang masih berbaris di pelupuk matahari yang terlihat sembab.
Saya hampir lupa, rapat para wali murid di Sukma Bangsa harus diberikan alas kata-kata. Rapat ini adalah kesekian yang dilakukan wali murid menolak akuisisi oleh Pemko Lhokseumawe. Saya diminta sehari sebelumnya untuk membuat petisi penolakan itu dari perspektif wali murid. Saya dan publik pasti tahu bahwa Pemko melihat ada omset empuk di sekolah yang dirintis oleh Media Group milik Surya Paloh pada 2006 itu yang ingin dikelola oleh mereka.
Masalahnya, Pemko Lhokseumawe bukan lembaga yang ahli mengelola pendidikan. Dalam lini masa kita kesulitan mencari apa prestasi bidang pendidikan dan olahraga yang berhasil dipahat. Bahkan pada PORA lalu saja, kita bisa lihat rangking Lhokseumawe melorot dibandingkan 22 kabupaten/kota lain.
Setelah rapat di Sukma yang tidak sampai akhir diikuti, saya harus ke Hotel Lido Graha. Di sana sedang berlangsung puncak acara Hari HIV/AIDS sedunia yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Aceh Utara. Menurut panitia saya salah satu nominee lomba karya tulis.
Saat pengumuman selesai Simposium, nama saya diumumkan sebagai juara 1. Tidak ada drama dari MC yang langsung menyebut juara 1. Seharusnya ia bisa sedikit "bermain-main", membungkus dengan thriller. Ia bisa urutkan dari juara harapan dan terus hingga juara pertama.
Setelah pengumuman itu, berturut-turut datang ucapan selamat dari sesama kolega, dosen, mahasiswa, dan lainnnya. Dengan media sosial yang menjadikan setiap orang adalah wartawan dan publisher, segala hal bisa tersiar dalam hitungan menit, bukan lagi jam atau hari. Hidup tak lagi menunggu pagi, karena berita datang lebih cepat dibandingkan pesan kari sapi.
Salah satu yang mengabarkan cepat adalah Bu Rita Mutia, istri rektor Universitas Malikussaleh, Prof. Apridar. Thanks to her to brodcast in beginning!
Namun, bukan juara yang penting. Orang yang mempersiapkan mental, fisikal, intelektual, dan spiritual sejak awal pasti akan menjadi juara. Saya baru melihat sebuah video tentang ketangkasan anak-anak berumur "balita" Tiongkok yang telah terampil bersenam, kuat pada atletik, lincah bermain tenis meja dan badminton, dan sigap dalam bela diri. Tak heran jika negara itu selalu diperhitungkan dalam kejuaraan dunia.
Berturut-turut saya lihat juara 2 dan 3 pada lomba tulis ini, yaitu Asmaul Husna dan Rita Zahara. Mereka juga bukan orang baru dalam dunia kepenulisan. Mereka sudah pernah tenggelam dan merasakan sakitnya digergaji pada dunia artikel opini.
Jika saat ini saya masih memimpin itu hanya karena faktor biologis saja. Saya jauh lebih tua dan berpengalaman dalam menerima deraaan dan cambukan dunia literasi. Saya lebih dulu menderita, dan prestasi hari ini hanya insentif dari ketekunan dan produktivitas yang dipacu dengan limit waktu sejak muda.
Pelajaran ini lebih penting saya bagikan, terutama bagi mahasiswa-mahasiswa saya yang akan berenang di Samudera kehidupan. Juga kepada anak-anak saya yang masih cilik, agar mereka juga punya pakaian mental dan disiplin menghadapi hidup. Terutama di dunia literasi.
Hello @teukukemalfasya! This is a friendly reminder that you have 3000 Partiko Points unclaimed in your Partiko account!
Partiko is a fast and beautiful mobile app for Steem, and it’s the most popular Steem mobile app out there! Download Partiko using the link below and login using SteemConnect to claim your 3000 Partiko points! You can easily convert them into Steem token!
https://partiko.app/referral/partiko