Gugatan UUPA, Kemenangan Rakyat atau Elite?

in #indonesia7 years ago

Hari ini linimasa media sosial saya disibuki oleh perayaan kemenangan gugatan dua pasal UUPA di Mahkamah Konstitusi (MK). Para politikus Aceh dan simpatisan partai politik berucap bangga atas kemenangan gugatan tersebut dengan mengatakan bahwa hasil yang dibawa dari gedung MK tersebut merupakan kemenangan rakyat Aceh. Sebuah ucapan yang menurut saya sangat klise dan cenderung berlebihan.
download.jpg
http://acehnews.co/dua-pasal-uupa-dicabut-kader-pa-dan-pna-kompak-gugat-mk.html
Harus diakui kemenangan tersebut merupakan sesuatu yang luar biasa. Melihat yang dihadapi adalah pemerintah pusat. Terlebih gugatan ini dilakukan oleh politikus lokal bersama pengacara lokal. Tentu ini prestasi luar biasa. Setidaknya ada yang patut dibanggakan dari legilator Aceh yang biasanya sibuk mengurusi permasalahan Bendera dan Himne Aceh yang tidak jelas tersebut.

Namun meski begitu, saya masih kurang srek dengan kalimat "kemenangan rakyat Aceh". Benarkah keberhasilan tersebut merupakan kemenangan rakyat Aceh? atau justru hanya melindungi kepentingan elite Aceh saja? mengingat pasal-pasal tersebut sarat kepentingan politik para elite Aceh. Kalau diingat-ingat lagi dua pasal yang digugat di gedung MK tersebut mengenai kewenangan DPRA dalam menyeleksi anggota KIP Aceh. Rasa-rasanya tidak ada pasal yang berhubungan dengan kesejahteraan ekonomi rakyat Aceh.

Jujur, gugatan tersebut lebih mencerminkan ketakutan para elite Aceh kehilangan kekuasaan mengatur KIP Aceh. Elite Aceh takut kalau nanti KIP dipilih oleh KPU Pusat maka mereka tidak bisa leluasa menitipkan para agent-agent partai yang siap melindungi kepentingan partai.

Sudah menjadi rahasia umum kalau pemilihan penyelenggara pesta demokrasi semacam KIP penuh pertarungan politik. Kuatnya campur tangan partai politik dalam menentukan siapa yang duduk di kursi Komisioner KIP, terkadang membuat perputaran uang menjadi penentu hasil seleksi.

Kiranya saya selalu percaya tidak ada makan siang yang gratis dalam dunia politik. Bagitupun dalam melihat hasil gugatan UUPA ini. Para elite Aceh tidak murni membela kesucian UUPA, melainkan ada motif politik yang kuat yang menggerakkannya.

Adapun penggunaan kalimat "kemenangan rakyat Aceh" sebenarnya untuk memberi rasa candu bagi masyarakat Aceh, sehingga merasa kepentingan rakyat benar-benar dipertaruhkan. UUPA begitu sakral dan sangat teramat suci bagi masyarakat Aceh setelah berakhirnya masa perang sipil berpuluh-puluh tahun lamanya. Maka tidak mengherankan keberadaan UUPA layaknya sebuah tabut suci bagi pengikut Nabi Musa A.S.

1777994346.jpg
http://regional.kompas.com/read/2017/10/03/14143751/tujuh-fraksi-di-dpr-aceh-gugat-uu-pemilu-ke-mk

Maka menggunakan "candu" tersebut cukup berasalan kuat meyakinkan masyarakat jika dua pasal tersebut diubah akan mengganggu kesucian UUPA. Padahal dengan merosotnya ekonomi lokal dan rating pendidikan Aceh, tidak ada kemenganan yang perlu dirayakan masyarakat Aceh.