6 Tokoh SOSIOLOGI INDONESIA

in #indonesia7 years ago

Salam ibu2,bapak2, sis and bro semua. saya mau share tentang tokoh-tokoh di Indonesia yang jarang dikenal atau sudah pernah dengar tetapi tidak tau siapa orangnya. Nah kali ini saya mau berbagi mengenai tokoh-tokoh Sosiologi di Indonesia.Berikut 6 Sosiolog Indonesia yang berhasil saya rangkum.
ok langsung saja ...

  1. Gumilar Rusliwa Somantri

lahir di Tasikmalaya, 11 Maret 1963; dikenal sebagai seorang sosiolog dan dosen di Universitas Indonesia. Ia ditunjuk sebagai rektor Universitas Indonesia untuk masa jabatan 2007-2011.

Beliau menyelesaikan pendidikan S1 di Departemen Sosiologi, FISIP-UI, pada Januari 1989, dan meraih gelar Doktor (Doktor der Sozialwissenschaften) di Fakultas Sosiologi, Universitaet Bielefeld, Jerman pada tahun 1995. Selain memiliki reputasi dalam karir intelektual yang impresif, beliau memiliki kemampuan manajerial yang sangat baik terutama dalam beberapa aspek: decisive leadership, entrepreneurial, team building dan reformist). Pernah menjadi Dekan FISIP-UI (dua periode) sepanjang tahun 2002-2007. Pada tahun 2007 beliau terpilih menjadi Rektor UI periode 2007-2012 dalam usia 44 tahun dan mencatat sejarah sebagai Rektor UI termuda. Pengalaman manajerial sebelumnya adalah pernah menjadi Sekretaris Majelis Wali Amanat (2001-2002) dan Wakil Direktur Pusat Studi Jepang UI (1997-2003).

Pada tahun 2011, ia memberikan gelar Doktor HC kepada raja arab, Abdullah. Keputusannya ini menuai kontroversi internal kampus.

2.Arief Budiman

Lahir di Jakarta, 3 Januari 1941, dilahirkan dengan nama Soe Hok Djin, adalah seorang aktivis demonstran Angkatan '66 bersama dengan adiknya, Soe Hok Gie. Pada waktu itu ia masih menjadi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia di Jakarta. Ayahnya seorang wartawan yang bernama Soe Lie Piet.

Sejak masa mahasiswanya, Arief sudah aktif dalam kancah politik Indonesia, karena ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan pada tahun 1963 yang menentang aktivitas LEKRA yang dianggap memasung kreativitas kaum seniman.

Kendati ikut melahirkan Orde Baru, Arief bersikap sangat kritis terhadap politik pemerintahan di bawah Soeharto yang memberangus oposisi dan kemudian diperparah dengan praktik-praktik korupsinya. Pada pemilu 1973, Arief dan kawan-kawannya mencetuskan apa yang disebut Golput atau Golongan Putih, sebagai tandingan Golkar yang dianggap membelokkan cita-cita awal Orde Baru untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis.

Belakangan Arief "mengasingkan diri" di Harvard dan mengambil gelar Ph.D. dalam ilmu sosiologi serta menulis disertasi tentang keberhasilan pemerintahan sosialis Salvador Allende di Chili.

Kembali dari Harvard, Arief mengajar di UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) di Salatiga. Ketika UKSW dilanda kemelut yang berkepanjangan karena pemilihan rektor yang dianggap tidak adil, Arief melakukan mogok mengajar, dipecat dan akhirnya hengkang ke Australia serta menerima tawaran menjadi profesor di Universitas Melbourne.

Pada bulan Agustus 2006, beliau menerima penghargaan Bakrie Award, acara tahunan yang disponsori oleh keluarga Bakrie dan Freedom Institute untuk bidang penelitian sosial.

  1. Imam B. Prasodjo

lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, 15 Februari 1960; Saat ini ia menjadi dosen tetap fakultas ilmu sosial dan politik (FISIP) Universitas Indonesia. Selain menjadi dosen, Prasodjo juga merupakan ketua dari Yayasan Nurani Dunia, yaitu sebuah yayasan yang berkecimpung dalam bidang sosial dan pendidikan bagi kalangan yang kurang mampu dari segi ekonomi.

Prasodjo merupakan lulusan dari Brown University, Rhode Island, Amerika Serikat. Ia kerap kali muncul sebagai narasumber di berbagai acara TV, maupun seminar yang diselenggarakan oleh universitas. Ia juga pernah menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum pusat masa bakti 1999-2004.

Prasodjo saat ini telah menikah dengan seorang wanita bernama Gitayana Budiardjo.

4.Vedi R. Hadiz

(lahir 1964) adalah ilmuwan sosial Indonesia yang bekerja sebagai Professor of Asian Societies and Politics pada Asia Research Centre, Murdoch University, Australia dan sebelumnya sebagai Associate Professor pada Jurusan Sosiologi Universitas Nasional Singapura (NUS). Ia juga pernah bekerja pada Asia Research Centre, Universitas Murdoch, Australia, sebagai Research Fellow. Di samping itu, ia juga merupakan Adjunct Professor di Departemen Sosiologi Universitas Indonesia. Ia lulus S1 dari FISIP-Universitas Indonesia dan memperoleh gelar PhD di Murdoch University pada tahun 1996. Di Jakarta ia pernah bekerja di Prisma (LP3ES) sebagai anggota Dewan Redaksi dan peneliti SPES (Society for Political and Economic Studies). Karya tulis ilmiahnya pernah terbit di Indonesia dalam jurnal Prisma dan di luar negeri dalam jurnal Development and Change, Third World Quarterly, Pacific Review, Journal of Contemporary Asia, Critical Asian Studies, Historical Materialism, dan lain-lain. Ia memperoleh Future Fellowship dari Australian Research Council pada tahun 2010.

5.Mely Tan Giok Lan

Lahir di Jakarta, 11 Juni 1930 dengan nama Tan Giok Lan. Sejak masa mudanya, ia bercita-cita menjadi Sinolog (ahli masalah Cina), sehingga kemudian belajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia jurusan Sinologi. Studi ini dirampungkannya pada 1959. Didorong oleh kegemaran bergaul dan mengamati perilaku manusia, ia mengembangkan bidang studinya kepada Sosiologi. Gelar MA diraihnya di Universitas Cornell, Ithaca Amerika Serikat (1961), dan selanjutnya meraih gelar doktor dari University California, Berkeley, Amerika Serikat (1968). Kesibukan yang dihadapinya masih ditambah dengan aktivitasnya dalam sejumlah organisasi. Ia menjabat sekretaris umum Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (1975-1979), anggota Panitia Pengarah Task Force on Psychosocial Research in Family Planning WHO, Jenewa, Swiss (sejak 1977), dan anggota redaksi majalah Masyarakat Indonesia dan majalah Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Beberapa karangannya adalah The Chinese of Sukabumi (1963), The Chinese in the United States (1971), Social and Cultural Determinants of Family Planning Services (1974), Golongan Etnis di Indonesia: Suatu Masalah Pembinaan Kesehatan Bangsa (editor, 1979), dan Ethnicity and Fertility in Indonesia (1985).

6.George Junus Aditjondro

lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 27 Mei 1946; Ia pernah jadi wartawan untuk Tempo. Pada sekitar tahun 1994 dan 1995 nama Aditjondro menjadi dikenal luas sebagai pengkritik pemerintahan Soeharto mengenai kasus korupsi dan Timor Timur. Ia sempat harus meninggalkan Indonesia ke Australia dari tahun 1995 hingga 2002 dan dicekal oleh rezim Soeharto pada Maret 1998. Di Australia ia menjadi pengajar di Universitas Newcastle dalam bidang sosiologi. Sebelumnya saat di Indonesia ia juga mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana.

Sepulangnya dari Australia, ia menulis beberapa buku kontroversial yang dia rangkum dari internet, koran dan sumber-sumber lainnya.

Saat hendak menghadiri sebuah lokakarya di Thailand pada November 2006, ia dicekal pihak imigrasi Thailand yang ternyata masih menggunakan surat cekal yang dikeluarkan Soeharto pada tahun 1998.

Pada akhir bulan Desember 2009, saat peluncuran bukunya Membongkar Gurita Cikeas, ia dituduh melakukan kekerasan terhadap Ramadhan Pohan, seorang anggota DPR RI dari Partai Demokrat, yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Beberapa lama setelah peluncuran bukunya terakhir, Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan keprihatinannya atas isi buku tersebut.Buku itu sempat ditarik dari etalase toko walaupun pada saat itu belum ada keputusan hukum terhadap peredaran buku itu.

sebenarnya tokoh soiologi di indonesia sangat banyak .... ini hanya sebagian saja yg saya bagiakan semoga bermanfaaat ..

Sort:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://dimensisosiologi.blogspot.com/2012/09/10-tokoh-sosiologi-indonesia.html