Gadis Kecil yang Kedua
Dua belas tahun lalu. 26 Juni 2006. Hari di mana gadis kecil keluar dari kandungan, yang saya bawa ke mana saja selama 9 bulan. Ia yang dilahirkan ketika semua orang sibuk, menghadiri acara di salah satu rumah di kampung kami. Mungkin karena melahirkan untuk yang kedua kalinya, saya tidak sepanik ketika akan melahirkan anak pertama. Gadis nomor dua ini, lebih bersahabat meski nyeri-ngilu menyatu ketika akan kontraksi, tetap menggetarkan perasaan menjadi campur aduk. Kenikmatan rasa yang menjalar-jalar, tentu semua yang bergelar 'Ibu' sudah pernah merasainya.
Setelah perjuangan yang tidak memakan waktu lama. Bayi merah itu menangis dengan teriakan lantang. Hanya dengan mendengar tangisannya saja, sudah cukup menerbangkan semua rasa sakit dan letihnya menahan; mendorong diri agar ia segera menatap dunia. Putri kedua kami, saya beri nama Zaskya.
Melahirkan tanpa kehadiran suami di sisi, tidak menyurutkan bahagia dan semangat. Wanita setengah baya yang saya panggil 'mamak' sangat telaten dan apik merawat. Rela bergantian bangun menganti popok. Bahkan ibu mertua juga ikut meracik beberapa ramuan tradisional, agar tubuh saya cepat pulih. Begitu banyak kepedulian. Dari tetangga dan sahabat, mereka hadir memberi ucapan selamat. Alhamdulillah.
Waktu bergulir, gadis nomor dua sudah tumbuh dengan baik. Memiliki postur tubuh lebih gempal, dari kakak dan adiknya. Juga mendominasi watak dan terkesan tomboy, sejak kecil sudah demikian. Gadis yang paling cerewet, dan bahkan berani meminta kepada tetangga untuk dibuatkan secangkir teh manis, jika kehausan ketika bermain. Meski kerap bertengkar dengan saudara perempuan dan lelakinya, Zaskya cukup penyayang. Ia berani maju paling depan, jika ada yang usil mengusik kedua saudaranya untuk berkelahi.
Kendati tidak tumbuh bersamanya. Tidak akan mengurangi rasa cinta saya, yang sangat dalam untuknya. Ini kesekian tahun saya tidak mendampingi ia. Sebegitu pantasnya waktu membawa diri. Hingga hari ini gadisku mengirim pesan singkat. Tidak banyak yang bisa diungkap. Hanya doa-doa kecil yang tercacat dalam benak, dilangitkan paling harap dari hari seorang ibu kepada putri kecilnya.
Perjalanan hidup memang tidak bisa diprediksi akan seperti apa. Mau bagaimana. Dan sampai kapan. Beginilah saya, yang tidak pernah terlintas dalam angan akan menjadi ibu yang menghabiskan masa umur jauh dari keluarga. Namun, saya gagahi jua. Demi seutas tali cita-cita dan impian yang tersisa sedikit lagi akan tercapai. In syaa Allah.
Kepadamu gadis nomor dua. Jadilah anak yang patuh kepada ayah, nenek, kakak, guru, dan mengayomi adik juga teman-teman sepermainan. Teruslah belajar giat anakku. Belajar menekuni pekerjaan rumah. Belajar disiplin pada keadaan. Belajar tidak menunda-nunda ibadah. Dan juga belajar, agar menjadi anak yang kelak bisa memberi manfaat kepada seisi semesta. Karena meski kita tinggal di bumi. Ibu mencarimu. Menemuimu. Melindungimu, memelukmu dari langit dengan selimut doa paling hangat. Paling rindu.
Anakku, maafkan ibu yang tidak bisa memasak untukmu. Maafkan ibu yang tidak bisa mencuci baju untukmu. Maafkan ibu yang tidak dapat menemani tidurmu. Maafkan ibu yang tidak berada di sampingmu hingga hari ini. Tetapi anakku, ibu sangat mencintaimu. Cinta yang sama besar untuk kakak dan adikmu. Cinta yang bahkan lebih cinta dari cinta ibu kepada ayahmu.
Salam rindu ibu dari jauh. Salam peluk ibu lewat doa untukmu anakku, Zaskya Az-Zahra.
https://steemit.com/news/@bible.com/6h36cq