ACEHNOLOGI "SASTRA ACEH' (VOLUME II:Bab 19)
Kali ini saya akan kembali mereview buku Acehnologi mengenai Satra Aceh pada bab ke-19,
Pengertian sastra itu sendiri adalah sebuah tulisan,karya, atau karangan, oleh sebab itu, menggali Sastra Aceh sama dengan menggali Aspek kebatinan dan kejiwaan orang Aceh, sebagaimana kajian mengenai Sejarah Aceh,kajiaan mengenai Sastra Aceh pun mengalami nasib yang sama,yaitu ditarik pada ranah kajian sastra melayu. Sehingga Sastra Aceh sendiri menjadi kering akan kajiannya. Sastra melayu merupakan sastra yang hidup pada era masyarakat tradisional yang masih diikat oleh Adat Istiadat masyarakat setempat.
Dalam kajian kesastraan Indonesia, sastra Aceh sangat minim kali pembahasannya, biasanya hanya dikupas mengenai kesastraan etnik itupun menggunakan bahasa melayu. Teuku Iskandar menunturkan bahwa ‘’ kesasatraan Aceh merupakan lanjutan kesastraan pasai dan Melaka ‘’.
Teuku Iskandar dalam studinya tentang Sastra pasai mengatkan: pasai merupakan kerajaan melayu pertama yang memeluk agama islam. Islam membawa perubahan besar dalam kebudayaan melayu. Pasai menjadi pusat pengembangan dan pusat pengkajian agama islam. Ulama memainkan peranan penting dalam perkembangan kesusasteraan. Bahaya melayu muncul sebagai bahasa penyebaran agama dan bahasa kesusteraan Islam.
Salah satu contoh sastra Aceh yaitu hikayat perang sabi,yang merupakan puisi isnpirasi semangat perang yang dituliskan oleh ulama Aceh yang bernama Tgk.Muhammad pante kulu, yang bertujuan untuk membangkitkan semangat jihad siapa saja yang terjun kemedan perang melawan belanda yang pada saat itu sedang menjajah Aceh. Hikayat perang sabi ini sangat membangkitkan semangat jihad rakyat Aceh untuk melawan belanda, sementara itu A. Hasjmy membagi hikayat Aceh kepada beberapa klasifikasi yaitu:
1.Hikayat Agama contoh: hikayat sifeut duapuluh
2.Hikayat Sejarah contoh: hikayat hasan husin
3.Hikayat Safari contoh: hikayat malem dagang
4.Hikayat Peristiwa contoh: hikayat perang kompeuni
5.Hikayat Jihad contoh: hikayat perang sabi
6.Hikayat Cerita contoh: hikayat putro perkison
Dari beberapa klasifikasi diatas tampak bahwa Sastra Aceh memiliki akar tersendiri, yaitu budaya Aceh, bahasa Aceh dan kontek sejarah Aceh. Adapun spirit yang mendasari karya-karya Sastra Aceh dalam islam yang dipantulkan ke dalam berbagai aspek dan rupa kehidupan rakyat Aceh.
Christiaan Snouck Hurgronje dalam karyanya mengenai adat istiadat Aceh telah mencoba mengupas tentang sastra Aceh, yaitu:
1.Haba, yaitu cerita-cerita yang dipakai oleh orang lanjut usia untuk menceritakan masa lampau mereka, atau bercerita tentang Sejarah Aceh.
2.Hadih maja, yaitu peristiwa yang berkaitan dengan kebiasaaan popular takhayul.
3.pantom, yaitu terdiri atas dua bagian, yang pertama tidak banyak mengandung arti atau yang tidak berhubungan dengan arti yang hendak disampaikan penyair, kedua hanya sekedar untuk irama dan untuk mengingatkan.
4.Hikayat, yaitu yang tersusun dari beberapa sajak atau bait.
5.Hikayat Ruhe, yaitu isi dan tujuannya,tempat antara haba dan hikayat, yang berarti mengungkap kehidupan intim seseorang,rahasianya,kebodohannya,berbicara jelek tentang seseorang atau menertawakan seseorang.
Dapat dipahami bahwa sastra bagi orang Aceh merupakan cara untuk membangkitkan kesadaran,yang menghubungkan imajinasi sosial dan imajinasi kebatinan. Fungsi sastra didalam imajinasi sosial merupakan bagian dari ingatan kolektif terhadap suatu peristiwa yang dialami oleh masyarakat tertentu. Inagatn kolektif itulah yang kemudian dirangkai menjadi suatu karya. Proses penggabungan kedua imajinasi ini kemudian mampu melekatkan fungsi sastra sebagai tidak hanya sebagai karya seni, tetapi juga sebagai amunisi didalam berperan melawan penjajah.
Dan yang paling luar biasa adalah seni musik dan tarian orang Aceh sudah berada dalam level internasional, contohnya seperti tarian ranub lampuan,dll