HELP – SIAP TANDING DI JERMAN

in #ksi7 years ago

Teater Tanah Air yang didirikan Jose Rizal Manua konsisten menggarap pementasan cerita anak dengan pemain yang dipastikan mayoritas anak-anak. Sudah ratusan karya digelar, sa;lah satunya kisah Bawang Merah Bawang Putih Bawang Bombay. Anak-anak selalu dekat dengan kegembiraan, oleh karenanya senantiasa ada unsur komedi sebagai bumbu dan umumnya dipenuhi dengan nyanyian.

Jose Rizal Manua.jpg
Jose Rizal Manua - Foto: Kef

Pada Sabtu 2 Juni 2018, Teater Tanah Air menggelar pementasan gratis di Graha Bakti Budaya TIM. Pementasan kali ini semacam uji coba atau gladi resik menjelang kompetisi tingkat dunia di Jerman, pada 22-27 Juni 2018. Ya, tinggal tiga minggu lagi. Persiapan yang matang itu perlu mendapatkan dukungan biaya dari berbagai pihak agar keberangkatan rombongan yang berjumlah 30 orang akan berjalan lancar. Dalam sambutan Jose Rizal Manua, saat ini baru ada sumbangan 6 tiket pergi-pulang Indonesia-Jerman dari Kemdikbud RI, sumbangan lukisan dari 3 perupa (di antaranya karya Tatang Ramadhan Bouqie) yang akan dilelang, dan janji pemprov DKI untuk pembelian tiket beberapa pemain. “Saya mohon agar Kemdikbud bisa menambah sumbangan tiket menjadi 10 orang, tolong disampaikan kepada Dirjen Kebudayaan, Pak Hilmar Farid.” Malam itu, Hilmar diwakili Direktur Kesenian, Pak Restu.

lukisan sumbangan untuk dilelang .jpg Tiga Lukisan untuk Dilelang - Foto: Kef

“Kami telah latihan intens selama 6 bulan,” kata Jose, sang sutradara. “Naskah karya Putu Wijaya kali ini cukup sulit, nanti bisa dilihat bersama-sama di panggung.” Menurut Jose lebih lanjut, tahun ini hanya 17 negara peserta yang lolos dari 300-an yang diseleksi untuk mengikuti kompetisi teater anak-anak kelas dunia. Dari Asia diwakili tiga negara. Selain Indonesia adalah Jepang dan India. Tentu saja ini membanggakan.

Menyelamatkan bulan.jpg
Menyelamatkan Bulan - Foto: Kef

Pertama kali Teater Tanah Air mengikuti kompetisi bergengsi ini tahun 2000, membawakan naskah karya Danarto. Selanjutnya pada 2003, 2006, dan 2016 yang selalu melakonkan karya Putu Wijaya. Tahun ini kembali karya Putu Wijaya yang hendak diperlagakan. Sebelum berangkat, penonton anak-anak di Jakarta mendapat kesempatan menyaksikan pergelaran berjudul “Help!” yang berdurasi hampir 2 jam.

help.jpg Help - Foto: Kef

Terasa benar, memang ada unsur simbolik dan surealisme dalam kisah kali ini. Anak-anak yang bisa bernyanyi dan menari saat terang bulan, tiba-tiba harus menghadapi masalah. Ada dua robot yang berniat mencuri vulan itu, bahkan menangkat satu anak sebagai sandera. Anak yang berteriak: Help! Help! Help! Itu menjadi judul lakon. Ternyata dua robot itu adalah penjahat yang menyamar dan akhirnya dapat dikalahkan oleh keberanian anak-anak. Dilucuti dan diborgol. Di ujung pertunjukan, anak-anak itu menyanyikan lagu “Indonesia Raya”, tentu karena hendak dipentaskan di negeri orang.

dua robot.jpg Dua Robot - Foto: Kef

Menarik! Dengan teknik gelombang layar, permainan siluet, gerak tari dan nyanyi, serta tata lampu yang dinamis, pertunjukan itu mengalir cepat. Gembira, mendebarkan, dan lucu. Yang tak terduga adalah keterlibatan penonton anak-anak yang diminta naik ke panggung untuk mengalahkan dua robot pencuri bulan itu.

Selamat bertanding!

penonton terlibat.jpg
Penonton terlibat - Foto: Kef

(Kef).

Sort:  

Prestasi yang cukup membanggakan karena hanya tiga negara Asia yang lolos. Korea Selatan yang punya K-Pop dan Korea Utara yang punya Kim Jong-un, malah tidak lolos (hehehehehe, nggak ada hubungannya).

Saya pikir, bukan Pemerintah DKI saja yang harus membantu agar 30 orang bisa berangkat. Pemerintah Indonesia harusnya juga bisa membantu, sebab mereka membawa nama baik negara. Mereka ikut memperkenalkan kebudayaan Indonesia ke Jerman dan dunia, pasti yang hadir dari banyak negara.

Dukungan pemerintah terhadap seni memang tidak sebaik dukungan terhadap olahraga (meski saya sendiri tidak suka membanding-bandingkan). Semoga masalah pendanaan ini tidak mematahkan semangat anak-anak untuk terus berlatih.

Wah keren banget, anak2 indonesia berkarya untuk tingkat dunia. Saat terakhir membaca ttg lagu indonesia raya yg dinyanyikan di akhir pertunjukan seolah api penyulut semangat. Merinding merasakan
Salam kenal bang @kurnia-effendi