Menikmati Ranup mameeh peninggalan Masa Depan.
Dari kandungan diksi Judul tulisan kali ini menyiratkan pesan dan harapan terhadap keberlangsungan budaya (Culture sustainability) menikmati Sirih peninggalan Indatu (Nenek moyang) sebagai warisan yang memiliki manfaat secara material dan memiliki pula nilai filosofis bagi kehidupan generasi zaman Z.
Tradisi makan Ranup Mameeh atau menyirih adalah kebiasaan yang telah berlangsung sejak zaman dahulu kala dalam kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Tradisi menyirih merupakan tradisi budaya silam, lebih dari 300 tahun lalu atau di zaman Neolitik dan masih bertahan hingga saat ini. Di daerah Aceh khususnya dapat kita lihat di seberang Mesjid Raya Baiturrahman dan juga di Kabupaten Pidie memiliki gerai penjualan Ranup Mameeh Legendaris yang telah beroperasi sejak Tahun 1970-an dan masih tetap eksis dengan mempertahankan citarasa asli yaitu tepatnya di Ranup Mameeh Galon Sigli.
Penikmat Ranup Mameeh, di salah satu sudut gerai Ranup Mameeh Galon Sigli.
Sedikit deskripsi mengenai Ranup Mameeh Galon Sigli sudah pernah diekspos oleh media nasional yaitu pada stasiun televisi swasta Transmedia. Sehingga membuat destinasi menyirih menjadi bersemangat kembali diantara gempuran makanan cepat saji saat ini.
Ranup Mameeh (Sirih Manis) merupakan makanan cemilan yang penuh dengan nilai filosofis dalam kehidupan masyarakat, Terbuat dari perpaduan Biji Pinang muda yang sudah ditumbuk dan di ekstrak dengan manisan gula yang menjadi isi utama dan dibaluti Daun Sirih muda ditambah lagi sepotong irisan biji Pinang tua dan finishing dengan rempah Cengkeh sebagai pengunci.
Ranup, atau dalam bahasa latin disebut dengan Piper betle merupakan tanaman yang memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh manusia biasa dikenal dengan salah satu tanaman biofarmaka.
Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, penggunaan Ranup tidak hanya konsumsi semata juga pada prosesi pengobatan alami dan tentu saja sebagai hantaran dalam berbagai acara-acara resmi Kerajaan, juga digunakan dalam berbagai pergelaran acara adat , hajatan, khitanan dan sebagai penghantar acara pernikahan.
Sumber, hiasan Ranup pernikahan.
"Mulia Jamee ranup lampuan, mulia rakan mameeh suara" (memuliakan tamu dengan Sirih hidangan, memuliakan sahabat lembut tutur sapa), sepenggal syair yang selalu didendangkan masyarakat Aceh tersebut memberikan implikasi bahwasanya Ranup memiliki peran dan nilai filosofis bagi masyarakat Aceh itu sendiri.
Dari berbagai kajian dan sumber, Ranup dalam khazanah kehidupan masyarakat Aceh memiliki nilai filosofis diantaranya adalah sebagai simbol memuliakan tamu, simbol perdamaian dan kehangatan sosial, serta sebagai media komunikasi sosial.
Sumber, tanaman Ranup (Sirih).
Semoga budaya Pajoeh Ranup yang menjadi kebiasaan dulu tetap eksis tanpa mengenal ruang dan waktu, menjadikan ia sebagai peninggalan masa dulu dan masa depan.
Salam Ranup mameeh, Bravo Steemian!
Lagak lom adak na foto Dara Ceudah teungoh di siliek gambe bak ranup
Hana diteem theun watee loen Foto Bg
Lagak lom menye na foto ureung ba poyoh dan ranup,... Puyoh² ranup²...Haha
Bagus dikomsumsi untuk kesehatan gigi dan mulut, Semoga ranup mameh mendunia