PENYELESAIAN PERKARA MAISIR

in #life6 years ago


source image

Mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan suatu tanggung jawab manusia. Seorang muslim wajib memastikan mata pencariannya dari sumber yang halal. Islam melarang kita mendapatkan rezeki dari pada sumber yang haram. Di antara sumber rezeki yang haram adalah judi. Persoalan judi langsung disebutkan oleh Allah SWT dalam Al- Qur’an surat Al-Maidah ayat 90 berikut ini.
يآيها الذين ءآمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فآجتنبوه لعلكم تفلحون (المائدة : ۹٠)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar. Berjudi (berkorban untuk berhala) mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan. (Qs. Al-Maidah:90)

Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa judi merupakan suatu perbuatan syaitan dan diharamkan dalam syari’at Islam. “Bahkan judi dan mengundi nasib dapat digolongkan sebagai perbuatan yang akan memicu kepada perbuatan dosa lainnya, seperti membunuh, mencuri, dan sebagainya”.
Perjudian kerap merusak tatanan kehidupan umat manusia, dari taraf kehidupan ekonomi yang relatif rendah sampai pada tingkat ekonomi menengah ke atas. di sisi lain, Otonomi khusus yang diterapkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan sebuah upaya untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh yang mandiri dan berkesinambungan peningkatan kesejahteraan ini dilakukan dengan memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam mengatur daerahnya. Kewenangan yang diberikan ini pada gilirannya telah melahirkan beberapa peraturan, yaitu salah satunya peraturan daerah (Qanun) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2000 tentang pelaksanaan Syari’at Islam.
Implementasi dari pelaksanaan Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah diterbitkannya Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang larangan Maisir (perjudian). Maisir adalah kegiatan atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih di mana pihak yang menang mendapatkan bayaran. Pada hakikatnya perbuatan Maisir (perjudian) ini bertentangan dengan Syari’at, kesusilaan dan moral Pancasila serta membahayakan bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini juga seirama dengan Instruksi Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tentang larangan judi (maisir), buntut, taruhan dan sejenisnya yang mengandung unsur-unsur perjudian dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Untuk menindak lanjuti Pelaksanan Syari’at Islam serta upaya pemberantasan maisir tersebut, maka di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sudah terbentuk suatu Dinas Syari’at Islam dan suatu badan peradilan yang diberi nama dengan Mahkamah Syar’iyah. Terbentuk nya Dinas dan badan peradilan ini sebagai upaya untuk mengontrol pelaksaan Syari’at Islam bagi masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam serta memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat dengan menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara- perkara yang berhubungan dengan pelanggaran Syari’at Islam.
Lokasi penelitian ini adalah Mahkamah Syar’iyah Bireuen dan Pidie Jaya Di Kabupaten Bireuen dan Pidie Jaya Dinas Syari’at Islam dan Mahkamah Syar’iyah disamping telah melakukan kontrol terhadap pelaksanaan Syari’at Islam bagi warga masyarakat setempat, juga telah beberapa kali memberikan sanksi dan hukuman bagi masyarakat yang telah melanggar ketentuan syari’at Islam, termasuk dalam hal ini persoalan judi. Akan tetapi, dalam prakteknya proses penyelesaian persoalan judi di dua kabupaten ini terkesan sangat cepat dan simpel, antara satu dengan yang lainya terkesan tidak sama dalam kuantitas dan hukuman atau sanksi yang diberikan. Persoalan ini pada gilirannya menimbulkan persepsi seolah-olah penyelesaian tindak pidana maisir terkesan pilih kasih atau tidak terdapatnya pegangan hukum yang jelas dalam proses penyelesaian pelanggaran syari’at, khususnya tindak pidana maisir.
B. PEMBAHASAN

  1. Maisir dalam Al-Qur’an dan Hadits
    Perkataan atau istilah maisir berasal dari bahasa Arab, yaitu diambil dari kata (يسر) yasara yang secara etimologi berarti “mudah” atau “kekayaan”. Perkataan atau istilah ini dalam bahasa Indonesia sering di artikan dengan “judi”. Judi dinamai maisir karena pelakunya memperoleh harta dengan mudah dan kehilangan harta juga dengan mudah. Kata ini juga berarti pemotongan dan pembagian. Sedangkan menurut terminologi maisir merupakan suatu bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dan yang menang berhak mendapatkan hasil dari taruhan tersebut.
    Maisir atau perjudian adalah usaha untuk memperoleh uang atau barang melalui pertaruhan. Sedangkan dalam fiqih dijelaskan, bahwa maisir merupakan taruhan, atau satu bentuk permainan untung-untungan dalam masalah harta benda yang dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan pada semua pihak dan hukumnya haram atau tidak dibenarkan menurut Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’ Ulama.
    Sehubungan dengan ini juga, jumhur ulama dari Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa unsur penting dari al-maisir adalah taruhan. Dalam pandangan mereka, adanya unsur taruhan ini merupakan sebab bagi haramnya maisir tersebut. Oleh karena itu, maisir termasuk salah satu perbuatan yang sangat dilarang dalam agama Islam. Adapun hukuman bagi orang yang mengerjakan perbuatan tersebut akan diancam dengan sanksi ta’zir yang berupa hukuman badan yang dikenakan atas terhukum karena melakukan perbuatan terlarang.
    Di dalam Al-Qur’an, kata al-maisir disebutkan sebanyak tiga kali, yaitu dalam Surat Al-Baqarah ayat 219, Surat Al-Maidah ayat 90 dan 91. Ketiga ayat ini menyebutkan beberapa kebiasaan buruk yang berkembang pada masa jahiliyah, yaitu khamar (minuman memabukkan), al- maisir (perjudian), ansab (berkorban untuk berhala) dan azlam (mengundi nasib dengan menggunakan panah). Lebih jauh lagi ayat–ayat ini juga menjelaskan bahwa perbuatan– perbuatan (khamar dan maisir) merupakan dosa besar didalamnya terdapat beberapa manfaat bagi manusia, tetapi kemudharatan dan dosa lebih besar dari manfaatnya.
    Hal ini sebagaimana terlihat dari dasar hukum tentang maisir (perjudian) sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 219 sebagai berikut :
    يسئلونك عن الخمر والميسر قل فيهما إثم كبير ومنافع للناس واثمهما اكبر من نفعهما ويسئلونك ماذا ينفقون قل العفو كذلك يبين الله لكم الايت لعلكم تتفكرون (البقرة : ٢١٩)

Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah “ pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah “ Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat–ayatNya kepadamu supaya kamuberpikir.
( QS.Al-Baqarah :219 ).

Berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 219 di atas, Allah SWT menjelaskan bahwa perbuatan maisir merupakan salah satu perbuatan dosa besar yang di dalamnya terdapat kemudaratan dan manfaat. Akan tetapi ayat ini memperlihatkan penekanannya bahwa kemudaratan yang diterima lebih besar dari pada manfaatnya.
Sehubungan dengan ayat ini, Hamzah Ya’cub mengemukakan bahwa ayat tersebut menunjukkan pertimbangan (konsideran) kepada yang berakal sehat, antara manfaat dan bahaya judi, kemudian menegaskan bahwa bahaya nya (dosanya) lebih besar ketimbang manfaatnya. Jika akan menerima hasil konsideran tentang sesuatu yang lebih besar bahaya-nya dibandingkan dengan manfaatnya, maka akal sehat itu sendiri mengharuskan kita meninggalkannya. Dalam hal ini, manfaat yang dimaksud dalam ayat ini, khususnya mengenai al-maisir, adalah manfaat yang hanya dinikmati oleh pihak yang menang:
يايها الذين امنوا انما الخمر والميسر والانصاب والازلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون (٩٠) انما يريد الشيطان ان يوقع بينكم العداوة والبغضاء في الخمر والميسر ويصدكم عن ذكر الله وعن الصلاة فهل انتم منتهون ٩١ (المائدة : ٩٠- ٩١)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorbak untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan–perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu untuk mengingat Allah dan sembahnyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).( QS. Al-Maidah ayat 90-91).

Berdasarkan keterangan surat Al-Maidah di atas, dapat dipahami bahwa meminum minuman keras, berjudi dan mengundi nasib dengan anak panah termasuk perbuatan keji dan di larang agama. Dalam hal ini Ibnu Katsir menjelaskan bahwa meminum minuman keras, berjudi, menyembah berhala, dan mengundi nasib merupakan dosa besar. Bahkan judi dan mengundi nasib dapat digolongkan sebagai perbuatan yang akan memicu kepada perbuatan dosa lainnya, seperti membunuh, mencuri dan sebagainya. Menurut beliau, orang yang melakukan perbuatan tersebut di atas akan di kekalkan dalam Neraka Jahannam.
Berdasarkan ayat tersebut ulama fiqih telah sependapat menetapkan bahwa al-maisir itu haram hukumnya. Akan tetapi mereka berlainan pendapat mengenai ayat yang mengharamkannya. Dalam hal itu, Abu Bakar al-jassas berpendapat bahwa keharaman al-maisir ini dipahami dari surah al-Baqarah ayat 219. Menurut, ayat ini memandang al-maisir sebagai salah satu dosa besar dan setiap dosa besar itu hukumnya haram. Dua ayat lainnya, yaitu surat Al-Maidah ayat 90 dan 91 menjelaskan bahwa al-maisir itu adalah salah satu perbuatan kotor yang hanya dilakukan oleh syaitan dan menimbulkan beberapa dampak negatif, seperti permusuhan, saling membenci, serta kelalaian dari mengingat Allah dan ibadah shalat.
Sedangkan Iman al-Qurthubi berpendapat, “ bahwa hukum al-maisir itu baru jelas keharamannya setelah turunnya surat al-Maidah tersebut. Menurut al- Qurtubi, surat Al-Baqarah di atas merupakan tahap awal pelarangan al-maisir sebagai dosa besar dan juga mengandung beberapa manfaat bagi manusia.
Sehubungan dengan pendapat di atas, jumhur ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa unsur penting dari al-maisir itu adalah “ taruhannya “. Dalam pandangan mereka, adanya taruhan ini merupakan illat (sebab) bagi haramnya al-maisir tersebut. Oleh sebab itu, setiap permainan yang mengandung unsur-unsur taruhan, seperti permainan dadu, catur dan lotre, demikian juga permainan kelereng yang dilakukakn oleh anak-anak yang memakai taruhan, adalah al-maisir.Adapun hukum bagi orang yang melakukannya adalah haram. Lebih jauh lagi, Ibrahim Husen berpendapat “ bahwa illat bagi pengharaman al-maisir itu adalah adanya unsur-unsur taruhan dan dilakukan secara berhadap-hadapan atau langsung, seperti yang dilakukan pada masa jahiliyah”.
Berbicara tentang Maisir dalam beberapa hadist juga dijelaskan, bahwa Nabi Muhammad SAW telah melarang perbuatan maisir sebagaimana terlihat dalam sebuah hadist di mana Rasululllah SAW bersabda sebagai berikut :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من أدخل فرسا بين فرسين وهو لا يأمن أن يسبق فليس بقمار ومن أدخل فرسا بين فرسين وهو يأمن أن يسبق فهو قمار (رواه أبو داود)
Artinya : Dari Abu Hurairah ra. Berkata : Bersabda Rasulullah SAW : Barang siapa yang memasukkan seekor kuda di antara yang berpacu dan ia tidak pasti akan menang, maka hal itu bukanlah judi. Dan barang siapa memasukkan kuda di antara dua kuda yang berlomba dan ia merasa akan menang, maka hal ini adalah qimar ( judi). (HR.Abu Daud ).

Berdasarkan hadist tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa maisir (judi) merupakan salah satu perbuatan haram, sehingga Rasulullah SAW menentukan tentang jenis dan bentuk perbuatan yang di kategorikan sebagai judi (maisir ).
Lebih jauh lagi di dalam kitab Nailul Authar karangan Al-Imam Muhammad Asy-Syaukani di jelaskan bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda sebagai diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah ra. Berikut ini :
عن أبي هريرة عن النبي الله صلى الله عليه وسلم قال : من حلف فقال في حلفه باللات والعزى فليقل :لا اله الا الله, ومن قال لصاحبه تعال اقمارك فليتصدق (متفق عليه)

Artinya : Dari Abi Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad SAW bersabda : Barang siapa yang bersumpah, ia berkata dalam sumpahnya demi latta dan Uzza hendaknya ia mengatakan: Tiada Tuhan Selain Allah “ dan barang siapa yang berkata kepada kawannya “ kemarilah engkau saya mau berjudi dengan mu, maka hendaknya ia bersedekah. ( Disepakati Bukhari Muslim ).

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapatlah di simpulkan bahwa dalam ajaran Islam perbuatan maisir merupakan suatu perbuatan yang di haramkan, hal ini dengan jelas terlihat dari beberapa makna ayat Al-Quran serta hadist yang menjelaskan tentang haramnya maisir tersebut sebagaimana telah di uraikan di atas.

  1. Proses Penyelesaian Perkara Maisir pada Mahkamah Syar’iyah Bireuen dan Pidie Jaya
    Proses penyelesaian perkara maisir pada Mahkamah Syar’iyah Kabupaten Bireuen dan Pidie Jaya pada hakikatnya tidak ada perbedaan dalam menyelesaikan perkara maisir. Setelah dilakukan penangkapan, penyelidikan serta pemeriksaan berkas perkara yang dilakukan oleh pihak kejaksaan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, selanjutnya diserahkan ke Mahkamah Syar’iyah untuk segera menggelar persidangan. Dalam hal ini, proses penyelesaian perkara maisir tentunya tidak dapat dipisahkan dengan persidangan sebagai proses penuntutan di Mahkamah Syar’iyah. Perkara maisir adalah pelanggaran hukum yang bertentangan dengan syari’at Islam, Qanun dan KUHP sebagai landasan hukum dalam hidup berbangsa dan bernegara di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Di dalam syari’at Islam, Qanun dan KUHP perbuatan maisir atau perjudian dianggap salah satu bentuk perbuatan yang akan merusak norma kehidupan manusia, terutama para generasi muda bangsa. Oleh karena itu, perkara tersebut perlu harus di selesaikan di tingkat pengadilan Mahkamah Syar’iyah melalui proses-proses sebagai berikut:
    2.1. Pembacaan Berkas Perkara di depan Terdakwa
    Ketika proses persidangan Mahkamah Syar’iyah di gelar, maka hakim akan membaca semua berkas perkara yang telah disusun dalam BAP (Berkas Acara Pidana). Pembacaan berkas perkara tersebut dilakukan bertujuaan untuk di ketahui oleh terdakwa tentang kasus yang dilakukanya sehingga sampai kepengadilan. Setelah berkas perkara dibacakan oleh hakim, maka jaksa penuntut akan menuntut terdakwa dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya.
    Hal ini sebagaimana pengakuan dari salah seorang hakim, bahwa dalam persidangan perkara maisir, seorang hakim harus membacakan BAP di depan terdakwa agar terdakwa mengetahui dakwaan yang di bebankan kepadanya atas kasus yang pernah dilakukannya.
    Hal serupa juga dilakukan di Mahkamah Kabupaten Pidie Jaya, bahwa dalam persidangan hakim juga membawakan berkas perkara yang telah di ajukan oleh penyidik melalui kejaksaan. Hal ini di ungkapkan oleh salah seorang hakim bahwa penyelesaian perkara maisir di Mahkamah Syar’iyah diawali dengan pembacan BAP sebagai usaha untuk memberi pemahaman kepada terdakwa tentang kasus yang dilakukannya.
    2.2. Mendatangkan Saksi dan Bukti
    Setelah pembacaan berkas perkara dan tuntutan jaksa oleh hakim, proses selanjutnya adalah hakim kembali menghadirkan saksi dan bukti yang diperlukan sebagaimana telah dikumpulkan pada saat penyidikan dan pembuatan berkas acara. Menghadirkan saksi dan bukti sebagai upaya untuk memperkuat dakwaan terhadap terdakwa.
    Sehubungan dengan terdakwa ini juga, menurut penuturan bapak Drs. Bakhtiar bahwa: Dalam proses persidangan wajib mendatangkan saksi dan mengajukan bukti agar tidak ketimpangan dalam memutuskan hukuman yang setimpal dengan terdakwa.
    Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat di pahami bahwa dalam proses persidangan maisir pada Mahkamah Syar’iyah, menghadirkan saksi dan menunjukkan bukti merupakan salah satu keharusan. Pengajuan saksi dan bukti tersebut dilakukan untuk menguatkan tuntutan atas perkara yang dilakukan oleh terdakwa, sehingga proses penjatuhan hukuman tidak menyimpang dari aturan hukum yang telah di tetapkan.
    Sementara itu, pada Mahkamah Syar’iyah Pidie Jaya dalam melakukan persidangan perkara Maisir menghadirkan bukti dan saksi juga dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan bapak A.Bakar Arif. S,Ag, bahwa Pada Mahkamah Syar’iyah Pidie Jaya selalu menghadirkan saksi dan mengajukan bukti dalam setiap persidangan. Tidak tertutup kemungkinan menghadirkan saksi dan bukti dalam peradilan perkara Maisir atau perjudian.
    2.3. Memutuskan Hukuman
    Setelah persidangan Mahkamah Syar’iyah berlangsung sesuai dengan prosedur, maka sampailah pada tahap pemutusan hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang di lakukan oleh terdakwa. Dalam pembacaan putusan tersebut, hakim selain mennyertai hal-hal yang memberatkan, juga menyertai hal-hal yang meringankan, sehingga keputusan yang dijatuhkan tidak memberatkan terdakwa.
    Menurut penuturan salah seorang hakim, bahwa dalam memutuskan hukuman perkara maisir pada Mahkamah Syar’iyah, Maka hakim membacakan hasil pemeriksaan selama masa penyidikan berlangsung, termasuk didalamnya keterangan–keterangan yang diberikan terdakwa. Setelah hal ini semua di perhatikan maka hakim akan membaca putusan sidang menurut ketentuan hukum yang berlaku.
    Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat diketahui bahwa hakim akan membacakan putusannya setelah melakukan persidangan. Pembacaan putusan ini dilakukan untuk memberitahukan kepada terdakwa tentang bentuk dan jenis hukuman yang akan di terima oleh terdakwa. Senada juga dengan apa yang pernah di sampaikan oleh salah seorang hakim di Mahkamah Syar’iyah Pidie Jaya yang mengungkapkan bahwa hakim membaca amar putusan sebelum memutuskan hukuman yang harus diterima oleh terdakwa.

  2. Hasil Putusan Perkara Maisir Pada Mahkamah Syar’iyah Bireuen dan Pidie Jaya
    Melihat hasil putusan hakim yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Syar’iah Bireuen dan Pidie Jaya diketahui bahwa pada dasarnya putusan jinayat maisir yang telah diputuskan oleh kedua Mahkamah Syar’iyah ini kepada setiap terdakwa berbeda-beda. Untuk lebih jelas melihat penyebab yang melatar belakangi hasil putusan kedua Mahkamah Syar’iyah ini sehingga berbeda pada putusan hukuman dalam persidangan kasus maisir ini. Dalam hal ini penulis akan mencoba mengklafisikasikan satu persatu, pihak yang terjadi pada Mahkamah Syar’iyah Bireuen dan Pidie Jaya.
    3.1. Hasil Putusan Perkara pada Mahkamah Syar’iyah Bireuen
    Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis dapat diketahui putusan perkara maisir yang telah dikeluarkan Mahkamah Bireuen mulai dari tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan tahun 2010, maka Mahkamah Syar’iyah Bireuen telah 3 kali menggelar persidangan, maisir/perjudian. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil putusan Mahkamah Syar’iyah Bireuen dari Nomor: 01/Jn/2009/Msy–Bir, Nomor: 02/Jn/2009/Msy–Bir dan Nomor 03/Jn/200/ Msy-Bir. Bedasarkan hasil putusan di atas maka dapat diketahui bahwa semua terdakwa dengan terang–terangan melanggar Pasal 23 ayat (1) Qanun Nomor 13 Tahun 2003. Oleh karena itu berdasarkan hasil putusan jinayat yang telah diputuskan Mahkamah Syar’iyah Bireuen tersebut diketahui hukuman yang dijatuhkan kepada setiap terdakwa berbeda-beda.
    Lebih jauh, terjadinya perbedaan pada dasarnya sangat tergantung dari besar kecilnya pelanggaran yang diperbuat oleh si pelaku dan` ditambah oleh adanya keterangan si pelaku sendiri yang di hubungkan dengan keterangan saksi-saksi serta memperhatikan bukti–bukti. Pada sisi lain, pengetahuan dan kebijaksanaan hakim dalam memutuskan hukuman bagi si pelanggar juga sangat terpengaruh, ini sangat tergantung pada proses persidangan, pelanggaran, serta situasi yang dihadapi hakim.
    Untuk lebih jelas dalam memahami adanya perbedaan putusan yang diterima oleh para terdakwa ini, penulis akan coba mengangkat sebuah contoh hasil putusan yang telah dijatuhkan oleh Mahkamah Syar’iyah Bireuen. Adapun hasil putusan sebagai berikut:
    Pada tanggal 03 Juni 2009, bertepatan pada hari Rabu Majlis Hakim Mahkamah Syar’iyah Bireuen telah memutuskan/menjatuhkan hukuman masing–masing kepada terdakwa:
    (1) Menyatakan Terdakwa Abubakar Bin wahab telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana maisir (perjudian) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 23 ayat (1) Qanun No.13 Tahun 2003 tentang maisir (perjudian)
    (2) Menghukum terdakwa Abubakar Bin Wahab dengan ‘uqubat cambuk di hadapan umum masing–masing sebanyak 6 kali
    (3) Menyatakan barang bukti

  • 1 (satu) lembar potongan kertas berisikan nomor judi togel di rampas untuk dimusnahkan
  • Uang tunai sebesar Rp.30.000 (Tiga Puluh Ribu Rupiah) di rampas untuk kas Daerah Kabupaten Bireuen c.q Baitulmal
    (4) Menetapkan agar Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000 (seribu )

Berat ringannya hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim kepada terdakwa di atas pada dasarnya atas pertimbangan keterangan–keterangan saksi dan keterangan terdakwa serta dihubungkan dengan barang bukti yang ada, yang selanjutnya majlis hakim memperoleh fakta–fakta hukum sebagai berikut:

  • Bahwa Terdakwa di tangkap oleh anggota Polres Bireuen pada hari Sabtu tangga 15 November 2008 sekitar jam 12.00 WIB, bertempat dikios terdakwa di Desa Cot Gagong Blang Blahdeh, Kecamatan jeumpa, Kabupaten Bireuen.
  • Bahwa ketika ditangkap anggota Polres Bireuen Terdakwa sebagai pembeli buntut/togel sedang menulis angka–angka/nomor yang diduga nomor judi buntut togel di kios terdakwa di Desa cot Gadong Blang Blahdeh, Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen.
  • Bahwa ketika di tangkap di temukan barang bukti berupa uang sebesar Rp.100.000 (seratus ribu rupiah) dan 1 (satu ) lembar repas buntu togel yang akan di beli kepada agen judi togel yang bernama ARUN (DPO)
  • Bahwa terdakwa tidak memiliki izin dari pejabat yang berwewenang untuk melakukan judi togel.
  • Bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan Syari’at Islam dan peraturan yang berlaku di Nanggroe Aceh Darussalam.
  • Bahwa setelah di tangkap terdakwa di bawa ke Polres Bireuen untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Berdasarkan dari fakta–fakta hukum yang terungkap di atas, lebih lanjut para terdakwa telah di dakwa oleh penuntut umum dengan dakwaan primer (pokok), perbuatan para terdakwa dan di ancam pidana Pasal 23 ayat (1) Qanun Nomor 13 Tahun 2003, tentang perbuatan maisir/perjudian. Dengan demikian menurut surat dakwaan penuntut Umum, terdakwa menyatakan sudah mengerti akan maksud dan isinya, oleh karena itu terdakwa tidak mengajukan eksepsi terhadap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut.
Selanjutnya untuk menguatkan dalil dakwaannya maka Jaksa Penuntut Umum telah pula mengajukan barang-barang bukti di persidangan yaitu:

  • 1 (satu) lembar potongan kertas berisikan nomor judi togel di rampas untuk dimusnahkan
  • Uang tunai sebesar Rp.30.000 ( Tiga Puluh Ribu Rupiah )

Selain dari pada barang bukti di atas penuntut umum juga menyediakan saksi-saksi dan menimbang unsur-unsur. Dalam hal ini berdasarkan fakta–fakta yang diuraikan tersebut maka majlis hakim berkeyakinan bahwa unsur melakukan perbuatan maisir tersebut telah terbukti dan terpenuhi secara sah dan menyakinkan menurut hukum. Maka dengan demikian Majlis hakim atas dasar pertimbangan bahwa para terdakwa telah mengakui dan menyadari mereka bermain togel itu dilarang dalam agama, dan dari fakta yang terungkap itu para terdakwa sendiri dan di iringi dengan keterangan para saksi–saksi serta dihubungkan dengan barang bukti ternyata para terdakwa telah terbukti secara sah menurut hukum dan menyakinkan telah melakukan perbuatan maisir yang mana perbutan tersebut dilarang dan pelakunya dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) Qanun Provinsi NAD No.13 Tahun 2003 dan bertentangan pula dengan yang di atur dalam Pasal 5 Qanun Provinsi NAD No. 13 Tahun 2003 dan diancam cambuk sebagaimana ketentuan Pasal 23 ayat (1) dengan ‘uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali. Maka menurut pengamat majlis hakim selama proses persidangan berlangsung di mana terhadap terdakwa tidaklah tergolong kepada yang dikeculikan dari tanggung jawab pidana baik karena adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar, maka karena itu terhadap terdakwa haruslah dinyatakan bersalah terhadap jarimah maisir yang dilakukan karena itu pula para terdakwa harus di hukum dengan yang setimpal dengan kesalahannya.
Pada sisi lain, hal–hal yang memberatkan para terdakwa adalah para terdakwa sebagai orang muslim yang seharusnya menjunjung tinggi nilai–nilai Syari’at Islam yang di anutnya dan yang pada saat ini sedang ditegakkan di Provinsi NAD, dan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas perjudian. Sedangkan hal yang meringankan adalah para terdakwa bersikap sopan dipersidangan, para terdakwa mengakui terus terang perbuatanya sehingga memperlancar persidangannya, para terdakwa mengakui dan menyesali dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

3.2. Putusan Mahkamah Syar’iyah Pidie Jaya
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis dapat di ketahui putusan perkara maisir yang telah dikeluarkan Mahkamah Pidie Jaya mulai dari tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan tahun 2010. Berbeda dengan Mahkamah Syar’iyah Kabupaten Bireuen, Mahkamah Syar’iyah Pidie Jaya baru 2 kali menggelar persidangan Mahkamah Syar’iyah dalam memutuskan perkara tindak jarimah maisir/perjudian. Hal ini dapat di ketahui berdasarkan hasil putusan Mahkamah Syar’iyah dari Nomor: 01/pen.Jn/2009/Msy-Mrd sampai dengan putusan Nomor: 02/Jn-/2009/Msy-Mrd. Berdasarkan hasil putusan tersebut diketahui bahwa semua terdakwa dengan terang-terangan melanggar Pasal 23 ayat (1) Qanun Nomor 13 Tahun 2003. Oleh karena itu berdasarkan hasil putusan jinayat yang telah di putuskan Mahkamah Syar’iyah Pidie Jaya tersebut dapat di ketahui hukuman yang di jatuhkan kepada setiap terdakwa tindak pidana maisir berbeda sebagaimana terjadi di Mahkamah Syar’iyah Bireuen, disebabkan oleh keterangan saksi serta memperhatikan bukti-bukti yang pada gilirannya membuat majlis hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan berat atau ringannya pelanggaran yang telah dilakukan oleh terdakwa.
Sebagai contoh dari hasil putusan yang telah di keluarkan oleh Mahkamah Syar’iyah Pidie Jaya, penulis akan coba menganalisis salah satu hasil putusan tersebut yang nantinya akan terlihat perbedaan bagaimana sesungguhnya majlis hakim dalam mempertimbangkan dan memutuskan tindak pidana maisir dengan penuh rasa keadilan dan kebijaksanaan.
Dalam hal ini Putusan Nomor: 01/Pen.Jn/2009/Msy-Mrd pada Mahkamah Syar’iyah Pidie Jaya di ketahui bahwa penuntut Umum telah menyatakan.

  1. menyatakan bahwa terdakwa I (Abdullah Bin M.Thaib) terdakwa II (Ibrahim Bin M. Thaleb), terdakwa III Nasir Bin Sarong telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana maisir (perjudian) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 23 ayat (1) jo Pasal 5 jo Pasal 1 angka 20 Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No 13 tahun 2003 tentang maisir (perjudian)
  2. Menghukum terdakwa I. (Abdullah Bin M.Thaib) terdakwa II (Ibrahim Bin M. Thaleb), dengan ‘uqubat cambuk’ di hadapan umum masing-masing sebanyak 7 (tujuh) kali cambukan.
  3. Menyatakan barang bukti berupa:
  • 1 (satu) unit Hand Phone merk Nokia Type 6020, 1(satu) bundle nomor taruhan judi Togel, dan 1 (satu) buah pulpen warna hitam merek boxy, di rampas untuk di musnahkan.
  • uang sejumlah Rp.1.910.000.

Berdasarkan hasil tuntutan penuntut umum di atas ini akhirnya majlis hakim memutuskan/menyatakan secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan jarimah maisir/perjudian. Oleh karena itu para terdakwa dibebankan hukuman cambuk di hadapan umum masing–masing sebanyak 7 (tujuh) kali cambukan.
Adapun hukuman sebanyak 7 (tujuh) kali cambukan yang di putuskan oleh majlis hakim Mahkamah Syar’iyah Kabupaten Pidie Jaya ini atas dasar pertimbangan para terdakwa memohon kepada majlis hakim agar para terdakwa atas kesalahannya itu dapat di hukum dengan hukuman seringan–ringannya. Hal ini diajukan setelah dewan hakim telah dapat membuktikan berdasarkan keterangan saksi–saksi dan dihubungkan dengan keterangan si terdakwa serta adanya bukti yang diajukan oleh penuntut umum dalam persidangan (bahwa benar dengan menyakinkan para terdakwa telah melakukan perbuatan maisir dengan cara memasang nomor togel). Atas dasar inilah Penuntut Umum dengan dakwaannya telah menuntut para terdakwa melanggar dan diancam pidana/’uqubat Pasal 23 ayat (1) Qanun Provinsi NAD No. 13 Tahun 2003 yang lebih lanjut juga dibuktikan oleh majlis Hakim dengan melihat juga pelanggaran terhadap apa yang dimaksud dalam Pasal 5 Qanun Provinsi NAD No. 13 Tahun 2003 yang mencakup adanya unsur–unsur setiap orang dan unsur melakukan perbuatan maisir.
Adapun keterangan para saksi dan keterangan para terdakwa dipersidangan perbutan maisir (perjudian) tersebut terdakwa dengan cara membeli nomor judi kepadanya dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Tebakan 2 (dua) nomor angka dengan uang taruhan Rp. 1.000 (seribu rupiah) jika tebakan pemasang benar maka akan mendapat uang sebanyak Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah)
  • Tebakan 3 (tiga) nomor dengan uang Rp. 1.000 (Seribu rupiah) jika tebakan itu benar maka akan mendapat uang sebanyak Rp.35.000 (tiga puluh lima ribu)
  • Tebakan 4 (empat) nomor dengan uang Rp. 1.000 (Seribu rupiah) jika tebakan itu benar maka akan mendapat uang sebanyak Rp.1.500.000(satu juta lima ratus ribu rupiah)
  • Bahwa pada saat itu terdakwa I memasang nomor togel sebanyak tiga buah dengan nomor 49,69 dan 96 yang uang taruhannya masing masing Rp.10.000 (sepuluh ribu rupiah)
  • Sedangkan terdakwa II memasang nomor togel sebanyak dua buah nomor 3154 dan 5431 yang uang taruhannya masing–masing Rp. 3.000 (tiga ribu rupiah)
  • Sedangkan terdakwa III hanya memasang satu buah nomor togel, yaitu nomor 84 akan tetapi sebelum terdakwa III sempat membayar uang taruhannya Rp. 3.000 (tiga ribu rupiah) para terdakwa digerebek oleh aparat kepolisian
  • Bahwa benar jika tebakan nomor togel terdakwa pasang tepat maka terdakwa akan mendapat bayaran yang lebih banyak dari jumlah dari uang yang telah dibayar
  • Bahwa benar setelah terdakwa memasang nomor dan membayar uang taruhannya, tidak ada usaha yang dapat terdakwa lakukan untuk menang kecuali berharap untuk tebakan angka yang dipasang tepat.

Dalam hal ini berdasarkan fakta–fakta yang diuraikan tersebut maka majlis hakim berkeyakinan bahwa unsur melakukan perbuatan maisir tersebut telah terbukti dan terpenuhi secara sah dan menyakinkan menurut hukum. Maka dengan demikian Majlis hakim atas dasar pertimbangan bahwa para terdakwa telah mengakui dan menyadari mereka bermain togel itu dilarang dalam agama, dan dari fakta yang terungkap itu berdasarkan dari pengakuan para terdakwa sendiri dan diiringi dengan keterangan para saksi–saksi serta dihubungkan dengan barang bukti ternyata para terdakwa telah terbukti secara sah menurut hukum dan menyakinkan telah melakukan perbuatan maisir yang mana perbuatan tersebut dilarang dan pelakunya di kenakan sanksi sebagaimana di atur dalam Pasal 23 ayat (1) Qanun Provinsi NAD No.13 Tahun 2003 dan bertentantangan pula dengan yang di atur dalam pasal 5 Qanun Provinsi NAD No. 13 Tahun 2003 dan diancam cambuk sebagaimana ketentuan Pasal 23 ayat (1) dengan ‘uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali. Maka menurut pengamat majlis hakim selama proses persidangan berlangsung dimana terhadap terdakwa tidaklah tergolong kepada yang dikeculaikan dari tanggung jawab pidana baik karena adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar, maka karena itu terhadap terdakwa haruslah dinyatakan bersalah terhadap jarimah maisir yang dilakukan karena itu pula para terdakwa harus di hukum dengan yang setimpal dengan kesalahannya.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah penulis ilakukan, maka dapatlah diambil beberapa kesimpulan antara lain:

  1. Proses penyelesaian perkara maisir pada Mahkamah Syar’iyah Kabupaten Bireuen dan Mahkamah Syar’iyah Kabupaten Pdie Jaya melalui tahapan–tahapan tertentu, yaitu mulai proses perkara pada tingkat penyidikan dan penuntutan, dilanjutkan pada tingkat proses penyelesaian perkara maisir pada tingkat Mahkamah Syar’iyah. Adapun proses penyelesaian pada hakikatnya tidaklah berbeda. Setelah dilakukan penangkapan, penyidikan serta pemeriksaan berkas acara, selanjutnya diserahkan kepada Mahkamah Syar’iyah untuk segera menggelar peradilan melalui langkah antara lain pembacaan berkas perkara di depan terdakwa, mendatangkan saksi dan bukti serta penetapan hukuman bagi si pelaku.
  2. Penerapan hukum terhadap jarimah maisir pada Mahkamah Syar’iyah Bireuen dan Pidie Jaya pada hakikatnya tidak berbeda karena melalui prosedur yang sama. Yaitu dimulai dari pembacaan berkas perkara, dan diakhiri dengan pemutusan hukuman. Adapun hukuman yang bakal diterima oleh pelanggar kejahatan maisir bervariasi, tergantung dari besar kecilnya pelanggaran. Pada sisi lain, pengetahuan dan kebijaksanan (ijtihad) Hakim sebagai pemutus perkara persidangan juga sangat berpengaruh terhadap hukuman yang bakal di terima oleh si pelaku.
Sort:  

Congratulations @yusfriadi: this post has been upvoted by @minnowhelpme!!
This is a free upvote bot, part of the project called @steemrepo , made for you by the witness @yanosh01.
Thanks for being here!!

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by yusfriadi from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.