WAJIB HAJI HAJI DAN TATACARA MENGERJAKANNYA

in #malaysia4 years ago

Haji secara bahasa adalah menyengaja. Dan secara syara’ adalah menyengaja Baitul Haram guna melaksanakan ibadah.
وَهُوَ لُغَةً الْقَصْدُ وَشَرْعًا قَصْدُ الْبَيْتِ الْحَرَامِ لِلنُّسُكِ
Syarat-Syarat Wajib Haji
Syarat-syarat kewajiban haji ada tujuh perkara.
(وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْحَجِّ سَبْعَةُ أَشْيَاءَ)
Di dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa tujuh khishal.
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَحِ سَبْعُ خِصَالٍ
Yaitu Islam, baligh, berakal, dan merdeka. Maka haji tidak wajib bagi orang yang memiliki sifat kebalikan dari sifat-sifat tersebut. Dan wujudnya bekal dan wadah bekal jika ia memerlukannya.
Dan terkadang ia tidak memerlukannya, seperti orang yang dekat dengan negara Makkah.
(الْإِسْلَامُ وَالْبُلُوْغُ وَالْعَقْلُ وَالْحُرِّيَّةُ) فَلَا يَجِبُ الْحَجُّ عَلَى الْمُتَّصِفِ بِضِدِّ ذَلِكَ (وَوُجُوْدُ الزَّادِ) وَأَوْعِيَتِهِ إِنِ احْتَاجَ إِلَيْهَا وَقَدْ لَا يَحْتَاجُ إِلَيْهَا كَشَخْصٍ قَرِيْبٍ مِنْ مِكَّةَ

Dan juga disyaratkan harus ada air di tempat-tempat yang sudah biasa membawa air dari situ yang dijual dengan harga standar.
وَيُشْتَرَطُ أَيْضًا وُجُوْدُ الْمَاءِ فِي الْمَوَاضِعِ الْمُعْتَادِ حَمْلُ الْمَاءِ مِنْهَا بِثَمَنِ الْمِثْلِ
Dan adanya kendaraan yang layak bagi orang seperti dia, baik dengan membeli atau menyewa.
(وَ) وُجُوْدُ (الرَّاحِلَةِ) الَّتِيْ تَصْلُحُ لِمِثْلِهِ بِشِرَاءٍ أَوِ اسْتِئْجَارٍ
Hal ini jika jarak seseorang dengan Makkah mencapai dua marhalah atau lebih, baik ia mampu berjalan ataupun tidak.
هَذَا إِذَا كَانَ الشَّخْصُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَكَّةَ مَرْحَلَتَانِ فَأَكْثَرَ سَوَاءٌ قَدَرَ عَلَى الْمَشْيْ أَمْ لاَ
Jika jarak di antara dia dan Makkah kurang dari dua marhalah dan ia mampu untuk berjalan, maka wajib melaksanakan haji tanpa harus naik kendaraan.
فَإِنْ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَكَّةَ دُوْنَ مَرْحَلَتَيْنِ وَهُوَ قَوِيٌّ عَلَى الْمَشْيِ لَزِمَهُ الْحَجُّ بِلَا رَاحِلَةٍ
Semua hal yang telah disebutkan di atas disyaratkan harus melebihi dari hutangnya   dan biaya orang yang wajib ia nafkahi selama berangkat haji. Dan juga harus lebih dari rumah dan budak yang layak baginya.
وَيُشْتَرَطُ كَوْنُ مَا ذُكِرَ فَاضِلًا عَنْ دَيْنِهِ وَعَنْ مُؤْنَةِ مَنْ عَلَيْهِ مُؤْنَتُهُمْ مُدَّةَ ذِهَابِهِ وَإَيَابِهِ وَفَاضِلًا أَيْضًا عَنْ مَسْكَنِهِ اللَّائِقِ بِهِ وَعَنْ عَبْدٍ يَلِيْقُ بِهِ.
Dan sepinya jalan. Yang dikehendaki dengan sepi di sini adalah dugaan aman di perjalanan sesuai dengan apa yang terdapat pada setiap tempat.    (وَتَخْلِيَّةُ الطَّرِيْقِ) وَالْمُرَادُ بِالتَّخْلِيَّةِ هُنَّا أَمْنُ الطَّرِيْقِ ظَنًّا بِحَسَبِ مَا يَلِيْقُ بِكُلِّ مَكَانٍ
Jika seseorang tidak aman pada diri, harta atau kemaluannya, maka bagiya tidak wajib untuk melaksanakan haji.
فَلَوْ لَمْ يَأْمَنِ الشَّخْصُ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ أَوْ بُضْعِهِ لَمْ يَجِبْ عَلَيْهِ الْحَجُّ
Perkataan mushannif “dan memungkinkanuntuk menempuh perjalanan” terdapat di sebagian redaksi.   وَقَوْلُهُ (وَإِمْكَانُ الْمَسِيْرِ) ثَابِتٌ فِيْ بَعْضِ النُّسَخِ
Yang dikehendaki dengan mungkin ini adalah setelah menemukan bekal dan kendaraan, masih ada waktu yang mungkin untuk digunakan berangkat haji dengan cara yang semestinya.  وَالْمُرَادُ بِهَذَا الْإِمْكَانِ أَنْ يَبْقَى مِنَ الزَّمَانِ بَعْدَ وُجُوْدِ الزَّادِ وَالرَّاحِلَةِ مَا يُمْكِنُ فِيْهِ السَّيْرُ الْمَعْهُوْدُ إِلَى الْحَجِّ
Jika mungkin ditempuh, hanya saja ia butuh menempuh dua marhalah dalam jangka waktu sebagian dari hari-hari yang sudah terbiasa, maka baginya tidak wajib melaksanakan haji karena hal tersebut menyulitkan.    فَإِنْ أَمْكَنَ إِلَّا أَنَّهُ يَحْتَاجُ لِقَطْعِ مَرْحَلَتَيْنِ فِيْ بَعْضِ الْأَيَّامِ لَمْ يَلْزَمْهُ الْحَجُّ لِلضَّرَرِ.

RUKUN-RUKUN HAJI
Rukun-rukun haji ada empat. (وَأَرْكَانُ الْحَجِّ أَرْبَعَةٌ)
Salah satunya adalah ihram disertainya niat, maksudnya niat masuk di dalam ibadah haji. أَحَدُهَا (الْإِحْرَامُ مَعَ النِّيَّةِ) أَيْ نِيَّةِ الدُّخُوْلِ فِي الْحَجِّ
Yang ke dua adalah wukuf di Arafah. Yang dikehendaki adalah kehadiran orang yang ihram haji dalam waktu sebentar setelah tergelincirnya matahari di hari Arafah, yaitu hari ke sembilan dari bulan Dzul Hijjah. Dengan syarat orang yang wukuf termasuk ahli untuk melakukan ibadah, bukan orang yang sedang gila dan bukan orang yang epilepsi. Waktu wukuf tetap berlanjut hingga terbitnya fajar hari raya kurban, yaitu hari ke sepuluh dari bulan Dzul Hijjah. (وَ) الثَّانِيِ (الْوُقُوْفُ بِعَرَفَةَ) وَالْمُرَادُ حُضُوْرُ الْمُحْرِمِ بِالْحَجِّ لَحْظَةً بَعْدَ زَوَالِ الشَّمْسِ يَوْمَ عَرَفَةَ وَهُوَ الْيَوْمُ التَّاسِعُ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ بِشَرْطِ كَوْنِ الْوَاقِفِ أَهْلًا لِلْعِبَادَةِ لَا مَجْنُوْنًا وَ لَا مُغْمَى عَلَيْهِ وَيَسْتَمِرُّ وَقْتُ الْوُقُوْفِ إِلَى فَجْرِ يَوْمِ النَّحْرِ وَهُوَ الْعَاشِرُ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ

Yang ke tiga adalah thawaf di Baitulllah sebanyak tujuh kali thawafan. Saat tahwaf, ia memposisi kan Baitullah di sebelah kirinya dan memulai dari Hajar Aswad tepat lurus dengan seluruh badannya saat berjalan. Seandainya ia memulai thawaf dari selain Hajar Aswad, maka thawaf yang ia lakukan tidak dianggap. (وَ) الثَّالِثُ (الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ) سَبْعَ طَوَفَاتٍ جَاعِلًا فْيْ طَوَافِهِ الْبَيْتَ عَنْ يَسَارِهِ مُبْتَدِئًا بِالْحَجَرِ الْأَسْوَدِ مُحَاذِيًا لَهُ فِيْ مُرُوْرِهِ بِجَمِيْعِ بَدَنِهِ فَلَوْ بَدَأَ بِغَيْرِ الْحَجَرِ لَمْ يُحْسَبْ لَهُ.

Rukun ke empat adalah sa’i di antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.
(وَ) الرَّابِعُ (السَّعْيُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ) سَبْعَ مَرَّاتٍ
Syaratnya adalah memulai sa’i pertama dari bukit Shafa dan di akhiri di bukit Marwah.
وَشَرْطُهُ أَنْ يَبْتَدِأَ فِيْ أَوَّلِ مَرَّةٍ بِالصَّفَا وَيَخْتِمَ بِالْمَرْوَةِ
Perjalanannya dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan kembali dari Marwah ke Shafa juga dihitung satu kali.
وَيُحْسَبُ ذِهَابُهُ مِنَ الصَّفَا إِلَى الْمَرْوَةِ مَرَّةً وَعَوْدُهُ مِنْهَا إِلَيْهِ مَرَّةً أُخْرَى
Shafa, dengan alif qashr di akhirnya, adalah tepi gunung Abi Qubais.
وَالصَّفَا بِالْقَصْرِ طَرْفُ جَبَلِ أَبِيْ قَبَيْسٍ
Dan Marwah, dengan terbaca fathah huruf mimnya, adalah nama suatu tempat yang sudah dikenal di Makkah.
وَالْمَرْوَةُ بِفَتْحِ الْمِيْمِ عَلَمٌ عَلَى الْمَوْضِعِ الْمَعْرُوْفِ بِمَكَّةَ
Masih ada rukun-rukun haji yang tersisa, yaitu mencukur atau memotong rambut, jika kita menjadikan masing-masing dari keduanya termasuk rangkaian ibadah haji. Dan ini adalah pendapat yang masyhur.
وَبَقِيَ مِنْ أَرْكَانِ الْحَجِّ الْحَلْقُ أَوِ التَّقْصِيْرُ إِنْ جَعَلْنَا كُلًّا مِنْهُمَا نُسُكًا وَهُوَ الْمَشْهُوْرُ
Jika kita mengatakan bahwa masing-masing dari keduanya adalah bentuk perbuatan untuk memperbolehkan hal-hal yang diharamkan saat haji, maka keduanya bukan termasuk rukun-rukun haji.
فَإِنْ قُلْنَا أَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا اسْتِبَاحَةَ مَحْظُوْرٍ فَلَيْسَا مِنَ الْأَرْكَانِ
Dan wajib mendahulukan ihram dari semua rukun-rukun haji yang lain.
وَيَجِبُ تَقْدِيْمُ الْإِحْرَامِ عَلَى كُلِّ الْأَرْكَانِ السَّابِقَةِ.
RUKUN-RUKUN UMRAH
Rukun-rukun umrah ada tiga sebagaimana yang terdapat di sebagian redaksi. Dan di dalam sebagian redaksi ada empat perkara.
(وَأَرْكَانُ الْعُمْرَةِ ثَلَاثَةٌ) كَمَا فِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَفِيْ بَعْضِهَا أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ
Yaitu ihram, thawaf, sa’i, dan mencukur atau memotong rambut menurut salah satu dari dua pendapat, dan ini adalah pendapat yang kuat sebagaimana keterangan yang telah lewat barusan.
(الْإِحْرَامُ وَالطَّوَافُ وَالسَّعْيُ وَالْحَلْقُ أَوِ التَّقْصِيْرُ فِيْ أَحَدِ الْقَوْلَيْنِ) وَهُوَ الرَّاجِحُ كَمَا سَبَقَ قَرِيْبًا
Jika tidak menurut pendapat yang kuat, maka keduanya bukan termasuk rukun umrah.
وَإِلَّا فَلَا يَكُوْنُ مِنْ أَرْكَانِ الْعُمْرَةِ

Kewajiban-Kewajiban Haji
Kewajiban-kewajiban haji selain rukun ada tiga perkara.
(وَوَاجِبَاتُ الْحَجِّ غَيْرُ الْأَرْكَانِ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ)
MIQAT
Salah satunya adalah ihram dari miqat, yang mencakup miqat zaman dan miqat makan.
أَحَدُهَا (الْإِحْرَامُ مِنَ الْمِيْقَاتِ) الصَّادِقِ بِالزَّمَانِيِّ وَالْمَكَانِيِّ
Miqat zaman bagi haji adalah bulan Syawal, Dzul Qa’dah, dan sepuluh hari bulan Dzul Hijjah.

فَالزَّمَانِيُّ بِالنِّسْبَةِ لِلْحَجِّ شَوَّالٌ وَذُوْ الْقَعْدَةِ وَعَشْرُ لَيَالٍ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ

Adapun miqat zaman bagi umrah adalah sepanjang tahun adalah waktu yang bisa untuk melaksanakan ihram umrah.
وَأَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِلْعُمْرَةِ فَجَمِيْعُ السَّنَةِ وَقْتٌ لِإِحْرَامِهَا
Miqat makan di dalam haji bagi orang yang bermukim di Makkah adalah daerah Makkah itu sendiri, baik ia penduduk asli Makkah atau pendatang.
وَالْمِيْقَاتُ الْمَكَانِيُّ لِلْحَجِّ فِيْ حَقِّ الْمُقِيْمِ بِمَكَّةَ نَفْسُ مَكَّةَ مَكِيًّا كَانَ أَوْ آفَاقِيًا
Adapun selain orang yang bermukim di Makkah, maka miqat bagi orang yang datang dari Madinah Musyarrafah adalah Dzul Hulaifah.
وَأَمَّا غَيْرُ الْمُقِيْمِ فِيْ مَكَّةَ فَمِيْقَاتُ الْمُتَوَجِّهِ مِنَ الْمَدِيْنَةِ الشَّرِيْفَةِ ذُوْ الْحُلَيْفَةِ
Bagi orang yang datang dari Iram, Mesir dan Maroko adalah Juhfah.
وَالْمُتَوَجِّهِ مِنَ الشَّامِ وَمِصْرَ وَالْمَغْرِبِ الْجُحْفَةُ
Bagi orang yang datang dari dataran rendah Yaman adalah Yulamlam.
وَالْمُتَوَجِّهِ مِنْ تِهَامَةِ الْيَمَنِ يُلَمْلَمَ
Bagi orang yang datang dari dataran tinggi Hijaz dan Yaman adalah Qarn.
وَالْمُتَوَجِّهِ مِنْ نَجْدِ الْحِجَازِ وَنَجْدِ الْيَمَنِ قَرْنٌ
Dan yang datang dari daerah timur adalah Dzatu ‘Irq.
واَلْمُتَوَجِّهِ مِنَ الْمَشْرِقِ ذَاتُ عِرْقٍ.
LEMPAR JAMARAH
Yang ke dua dari kewajiban-kewajiban haji adalah melempar tiga jumrah.
(وَ) الثَّانِيْ مِنْ وَاجِبَاتِ الْحَجِّ (رَمْيُ الْجِمَارِ الثَّلَاثِ)
Di mulai dari jumrah Kubra, kemudian jumrah Wustha, lalu Jumrah ‘Aqabah.
يَبْدَأُ بِالْكُبْرَى ثُمَّ الْوُسْطَى ثُمَّ جُمْرَةِ الْعَقَبَةِ
Masing-masing jumrah di lempar dengan tujuh kerikil satu persatu.
وَيَرْمِيْ كُلَّ جُمْرَةٍ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ وَاحِدَةً بَعْدَ وَاحِدَةٍ
Seandainya ia melempar dua kerikil sekaligus, maka dihitung satu.
فَلَوْ رَمَى حَصَاتَيْنِ دَفْعَةً وَاحِدَةً حُسِبَتْ وَاحِدَةً
Jika melempar menggunakan satu kerikil untuk melempar tujuh kali, maka dianggap mencukupi.

وَلَوْ رَمَى حَصَاةً وَاحِدَةً سَبْعَ مَرَّاتٍ كَفَى.

Disyaratkan sesuatu yang digunakan untuk melempar adalah batu. Maka selain batu seperti permata dan gamping tidak mencukupi.
وَيُشْتَرَطُ كَوْنُ الْمَرْمِيِّ بِهِ حَجَرًا فَلَا يَكْفِيْ غَيْرُهُ كَلُؤْلُؤٍ وَجَصٍّ
Mencukur Rambut
Kewajiban ke tiga adalah mencukur atau memotong rambut.
(وَ) الثَّالِثُ (الْحَلْقُ) أَوِ التَّقْصِيْرُ
Yang afdhal bagi laki-laki adalah mencukur. Dan bagi perempuan adalah memotong.
وَالْأَفْضَلُ لِلرَّجُلِ الْحَلْقُ وَلِلْمَرْأَةِ التَّقْصِيْرُ
Minimal mencukur adalah menghilangkan tiga helai rambut kepala dengan cara dicukur, potong, cabut, bakar atau digunting.

وَأَقَلُّ الْحَلْقِ إِزَالَةُ ثَلَاثِ شَعَرَاتٍ مِنَ الرَّأْسِ حَلْقًا أَوْ تَقْصِيْرًا أَوْ نَتْفًا أَوْ إِحْرَاقًا أَوْ قَصًّا

Orang yang tidak memiliki rambut kepala, maka bagi dia disunnahkan untuk menjalankan pisau cukur di kepalanya.
وَمَنْ لَا شَعْرَ بِرَأْسِهِ يُسَنُّ لَهُ إِمْرَارُ الْمُوْسَى عَلَيْهِ
Rambut selain kepala baik jenggot dan selainnya, tidak bisa menggantikan rambut kepala.
وَلَايَقُوْمُ شَعْرُ غَيْرِ الرَّأْسِ مِنَ اللِّحْيَةِ وَغَيْرِهَا مَقَامَ شَعْرِ الرَّأْسِ.
KESUNAHAN-KESUNAHAN HAJI
Kesunahan-kesunahan haji ada tujuh. (وَسُنَنُ الْحَجِّ سَبْعٌ)
HAJI IFRAD
Salah satunya adalah ifrad. Yaitu mendahulukan pelaksanaan haji sebelum melaksanakan umrah. أَحَدُهَا (الْإِفْرَادُ وَهُوَ تَقْدِيْمُ الْحَجِّ عَلَى الْعُمْرَةِ)

Dengan cara pertama ihram haji dari miqatnya, dan setelah selesai melaksanakan haji kemudian ia keluar dari Makkah menuju tanah halal terdekat lalu melakukan ihram umrah dan melaksanakan amal-amalnya. بِأَنْ يُحْرِمَ أَوَّلًا بِالْحَجِّ مِنْ مِيْقَاتِهِ وَيَفْرُغَ مِنْهُ ثُمَّ يَخْرُجَ عَنْ مَكَّةَ إِلَى أَدْنَى الْحِلِّ فَيُحْرِمُ بِالْعُمْرَةِ وَيَأْتِيْ بِعَمَلِهَا
Jika dibalik, maka dia bukan orang yang melakukan haji ifrad.
وَلَوْ عَكَسَ لَمْ يَكُنْ مُفْرِدًا

TALBIYAH
Yang kedua adalah membaca talbiyah. Disunnah kanmemperbanyak membaca talbiyah selama menjalankan ihram.
(وَ) الثَّانِيَ (التَّلْبِيَّةُ) وَيُسَنُّ الْإِكْثَارُ مِنْهَا فِيْ دَوَامِ الْإِحْرَامِ
Bagi laki-laki sunnah mengeraskan suara bacaan talbiyahnya.
وَيَرْفَعُ الرَّجُلُ صَوْتَهُ بِهَا
Lafadz talbiyah adalah, “ya Allah aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan hanya milik-Mu Dan kerajaan. Tidak ada sekutu bagi-Mu.”
وَلَفْظُهَا لَبّيْكَ اللهم لَبّيْكَ لَبَيْكَ لَاشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَاشَرِيْكَ لَكَ
Ketika selesai membaca tabiyah, hendaknya ia membaca shalawat kepada baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan meminta kepada Allah ta’ala agar diberi surga dan keridlaan-Nya, dan berlindung kepada-Nya dari api neraka.
وَإِذَا فَرَغَ مِنَ التَّلْبِيَّةِ صَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَأَلَ اللهَ تَعَالَى الْجَنَّةَ وَرِضْوَانَهُ وَاسْتَعَاذَ بِهِ مِنَ النَّارِ
THAWAF QUDUM
Yang ke tiga adalah thawaf Qudum. (وَ) الثَّالِثُ (طَوَافُ الْقُدُوْمِ)
Thawaf Qudum dikhususkan bagi orang haji yang masuk Makkah sebelum melaksanakan wukuf di Arafah. وَيَخْتَصُّ بَحاَجٍّ دَخَلَ مَكَّةَ قَبْلَ الْوُقُوْفِ بِعَرَفَةَ
Sedangkan bagi orang yang melaksanakan umrah, ketika ia melaksanakan thawaf umrah, maka sudah mencukupi dari thawaf Qudum.
وَالْمُعْتَمِرُ إِذَا طَافَ الْعُمْرَةَ أَجْزَأَ عَنْ طَوَافِ الْقُدُوْمِ

MABIT DI MUZDALIFAH
Yang ke empat adalah mabit di Muzdalifah. (وَ) الرَّابِعُ (الْمَبِيْتُ بِمُزْدَلِفَةَ)
Memasukkan mabit di Muzdalifah di dalam kesunahan adalah pendapat yang ditetapkan oleh pendapatnya imam ar Rafi’i.
وَعَدُّهُ مِنَ السُّنَنِ هُوَ مَا يَقْتَضِيْهِ كَلَامُ الرَّافِعِيِّ
Akan tetapi keterangan yang terdapat di dalam tambahannya kitab ar Raudlah dan Syarh al Muhadzdzab, bahwa sesungguhnya mabit di Muzdalifah adalah sesuatu yang wajib.
لَكِنِ الَّذِيْ فِيْ زِيَادَةِ الرَّوْضَةِ وَشَرْحِ الْمُهَذَّبِ أَنَّ الْمَبِيْتَ بِمُزْدَلِفَةَ وَاجِبٌ
SHALAT SUNNAH THAWAF
Yang ke lima adalah shalat dua rakaat thawaf setelah selesai melaksanakannya.
(وَ) الْخَامِسُ (رَكَعَتَا الطَّوَافِ) بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْهُ
Hendaknya ia melaksanakan shalat tersebut di belakang maqam Ibrahim As.
وَيُصَلِّيْهُمَا خَلْفَ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ
Sunnah memelankan suara bacaan saat melaksanakan shalat tersebut di siang hari, dan mengeraskan suara bacaan di malam hari.
وَيُسِرُّ بِالْقِرَاءَةِ فِيْهِمَا نَهَارًا وَيَجْهَرُ بِهَا لَيْلًا
Dan ketika tidak melaksanakan shalat tersebut di belakang maqam Ibrahim, maka hendaknya shalat di Hijr Isma’il, jika tidak maka di dalam masjid, dan jika tidak maka di tempat manapun yang ia kehendaki baik tanah Haram dan yang lainnya.
وَإِذَا لَمْ يُصَلِّهِمَا خَلْفَ الْمَقَامِ فَفِيْ الْحِجْرِ وَإِلَّا فَفِي الْمَسْجِدِ وَإِلَّا فَفِيْ أَيِّ مَوْضِعٍ شَاءَ مِنَ الْحَرَمِ وَغَيْرِهِ

MABIT MINA
Yang ke enam adalah mabit di Mina. Ini adalah pendapat yang disahkan oleh imam ar Rafi’i.
Akan tetapi didalam tambahan ar Raudhah, imam an Nawawi menshahihkan hukum wajib. (وَ) السَّادِسُ (الْمَبِيْتُ بِمِنَى) هَذَا مَا صَحَّحَهُ الرَّافِعِيُّ لَكِنْ صَحَّحَ النَّوَوِيُّ فِيْ زِيَادَةِ الرَّوْضَةِ الْوُجُوْبَ

THAWAF WADA’
Yang ke tujuh adalah thawaf Wada’ ketika hendak keluar dari Makkah karena untuk bepergian. Baik orang haji atau bukan. Baik bepergian jauh atau dekat. Apa yang telah disampaikan mushannif yaitu berupa hukum kesunahan thawaff Wada’ adalah pendapat marjuh (lemah), akan tetapi menurut pendapat al adhhar hukumnya adalah wajib. (وَ) السَّابِعُ (طَوَافُ الْوَدَاعِ) عِنْدَ إِرَادَةِ الْخُرُوْجِ مِنْ مَكَّةَ لِسَفَرٍ حَاجًّا كَانَ أَوْلَا طَوِيْلًا كَانَ السَّفَرُ أَوْ قَصِيْرًا وَمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ مِنْ سُنِّيَتِهِ قَوْلٌ مَرْجُوْحٌ لَكِنِ الْأَظْهَرُ وُجُوْبُهُ

PAKAIAN ORANG IHRAM
Saat ihram, menurut keterangan di dalam kitab Syarh al Muhadzab, seorang laki-laki wajib menghindari pakaian yang berjahit, di tenun, di kelabang, dan dari selain pakaian yang berupa muza dan sandal. Dan wajib bagi dia mengenakan jarik dan selendang berwarna putih yang masih baru, jika tidak maka yang bersih. (وَيَتَجَرَّدُ الرَّجُلُ) حَتْمًا كَمَا فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ (عِنْدَ الْإِحْرَامِ عَنِ الْمَخِيْطِ) مِنَ الثِّيَابِ وَعَنْ مَنْسُوْجِهَا وَعَنْ مَعْقُوْدِهَا وَعَنْ غَيْرِ الثِّيَابِ مِنْ خُفٍّ وَنَعْلٍ (وَيَلْبَسُ إِزَارًا وَرِدَاءً أَبْيَضَيْنَ) جَدِيْدَيْنَ وَإِلَّا فَنَظِيْفَيْنَ

HAL-HAL YANG DIHARAMKAN SAAT IHRAM
(Fashal)menjelaskanhukum-hukum muharra -matul ihram (hal-hal yang diharamkan saat ihram). Muharramatul ihram adalah hal-hal yang haram sebab ihram. Dan ada sepuluh perkara yang diharamkan bagi orang yang sedang melaksanakan ihram. (فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ مُحَرَّمَاتِ الْإِحْرَامِ وَهِيَ مَا يَحْرُمُ بِسَبَبِ الْإِحْرَامِ (وَيَحْرُمُ عَلَى الْمُحْرِمِ عَشْرَةُ أَشْيَاءَ)

Salah satunya adalah mengenakan pakaian yang berjahit seperti ghamis, juba dan muza. Mengenakan pakaian yang ditenun seperti baju jira. Atau pakaian yang digelung seperti pakaian yang digelungkan ke seluruh badan    أَحَدُهَا (لَبْسُ الْمَخِيْطِ) كَقَمِيْصٍ وَقُبَاءٍ وَخُفٍّ وَلَبْسُ الْمَنْسُوْجِ كَدَرْعٍ أَوِ الَمَعْقُوْدِ كَلَبَدٍ فِيْ جَمِيْعِ بَدَنِهِ
Yang ke dua adalah menutup kepala atau sebagiannya bagi orang laki-laki dengan meng gunakan sesuatu yang dianggap sebagai penutup secara ‘urf-seperti surban dan tanah liat.    (وَ) الثَّانِيْ (تَغْطِيَّةُ الرَّأْسِ) أَوْبَعْضِهَا (مِنَ الرَّجُلِ) بِمَا يُعَدُّ سَاتِرًا كَعِمَامَةٍ وَطِيْنٍ
Jika yang digunakan tidak dianggap sebagai penutup, maka tidak masalah seperti meletakkan tangan di atas sebagian kepalanya. Dan seperti berendam di dalam air, dan berteduh di bawah tandu yang berada di atas onta, walaupun sampai menyentuh kepalanya.  فَإِنْ لَمْ يُعَدَّ سَاتِرًا لَمْ يَضُرَّ كَوَضْعِ يَدِّهِ عَلَى بَعْضِ رَأْسِهِ وَكَانْغِمَاسِهِ فِيْ مَاءٍ وَاسْتِظْلَالِهِ بِمَحْمِلٍ وَإِنْ مَسَّ رَأْسَهُ
Dan menutup wajah atau sebagiannya bagi orang wanita dengan menggunakan sesuatu yang dianggap penutup. Bagi seorang wanita wajib menutup bagian wajah yang tidak mungkin baginya untuk menutup kepala kecuali dengan menutup bagian wajah tersebut. (وَ) تَغْطِيَّةُ (الْوَجْهِ) أَوْبَعْضِهِ (مِنَ الْمَرْأَةِ) بِمَا يُعَدُّ سَاتِرًا وَيَجِبُ عَلَيْهَا أَنْ تَسْتُرَ مِنْ وَجْهِهَا مَا لَا يَتَأَتَّى سَتْرُ جَمِيْعِ الرَّأْسِ إِلَّا بِهِ
    
Bagi seorang wanita diperkenankan untuk mengenakan cadar yang direnggangkan -tidak sampai menyentuh- dari wajah dengan menggunakan kayu dan sesamanya.
وَلَهَا أَنْ تُسْبِلَ عَلَى وَجْهِهَا ثَوْبًا مُتَجَافِيًا عَنْهُ بِخَشَبَةٍ وَنَحْوِهَا
Seorang khuntsa, sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh Qadli Abu Thayyib, diperintah agar menutup kepalanya, dan diperkenankan untuk mengenakan pakaian berjahit.
وَالْخُنْثَى كَمَا قَالَهُ الْقَاضِيْ أَبُوْ الطَّيِّبِ يُؤْمَرُ بِالسَّتْرِ وَلَبْسِ الْمَخِيْطِ
Adapun masalah fidyahnya, maka menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama’) bahwa sesungguhnya seorang khuntsa jika menutup wajah atau kepalanya, maka tidak wajib fidyah karena masih ada keraguan. Namun jika menutup keduanya, maka wajib fidyah.
وَأَمَّا الْفِدْيَةُ فَالَّذِيْ عَلَيْهِ الْجُمْهُوْرُ أَنَّهُ إِنْ سَتَرَ وَجْهَهُ أَوْ رَأْسَهُ لَمْ تَجِبِ الْفِدْيَةُ لِلشَّكِّ وَإِنْ سَتَرَهُمَا وَجَبَتْ
Yang ke tiga adalah menyisir rambut. Begitulah mushannif memasukkan hal tersebut termasuk dari hal-hal yang diharamkan. Akan tetapi keterangan di dalam kitab Syarh al Muhadzdzab menyatakan bahwa sesungguhnya menyisir rambut hukumnya makruh, begitu juga menggaruk rambut dengan kuku.
(وَ) الثَّالِثُ (تَرْجِيْلُ) أَيْ تَسْرِيْحُ (الشَّعْرِ) كَذَا عَدَّهُ الْمُصَنِّفُ مِنَ الْمُحَرَّمَاتِ لَكِنِ الَّذِيْ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ أَنَّهُ مَكْرُوْهٌ وَكَذَا حَكُّ الشَّعْرِ بِالظُّفْرِ
     
     
Yang ke empat adalah mencukur rambut, mencabut atau membakarnya. Yang dikehendaki adalah menghilangkan rambut dengan cara   (وَالرَّابِعُ حَلْقُهُ) أَيْ الشَّعْرِ أَوْ نَتْفُهُ أَوْ إِحْرَاقُهُ وَالْمُرَادُ   إِزَالَتُهُ بِأَيِّ
Yang dikehendaki adalah menghilangkan rambut dengan cara apapun, walaupun ia dalam keadaan lupa.    وَالْمُرَادُ إِزَالَتُهُ بِأَيِّ طَرِيْقٍ كَانَ وَلَوْ نَاسِيًا
Yang ke lima adalah memotong kuku, maksud nya menghilangkannya, baik kuku tangan atau kaki dengan dipotong atau yang lainnya. Kecuali ketika sebagian kuku orang yang sedang ihram pecah dan ia merasa kesakitan dengan hal tersebut, maka baginya diperbolehkan untuk menghilangkan bagian kuku yang pecah saja.

Yang ke enam adalah wangi-wangian, maksud nya menggunakan wewangian secara sengaja dengan sesuatu yang memang ditujukan untuk menghasilkan bauh wangi seperti misik dan kapur barus. Menggunakan di pakaian dengan cara menemu kan wewangian tersebut pada pakaian dengan cara yang telah terbiasa di dalam penggunaan nya. Dan -menggunakan- di badan, bagian luar atau dalam seperti ia memakan wangi-wangian. Tidak ada perbedaan pada orang yang mengguna kan wewangian tersebut, antara orang laki-laki atau perempuan, orang akhsyam (indra pembau nya tidak berfungsi) atau tidak.
Dengan ungkapan “secara sengaja” mengecuali -kan jika hembusan angin membawa wewangian yang mengenai dirinya, atau ia dipaksa untuk menggunakannya, tidak tahu akan keharaman nya, atau lupa bahwa sesungguhnya ia sedang melaksanakan ihram, maka sesungguhnya tidak ada kewajiban fidyah bagi dia. (وَ) الْخَامِسُ (تَقْلِيْمُ الْأَظْفَارِ) أَيْ إِزَالَتُهَا مِنْ يَدٍّ أَوْ رِجْلٍ بِتَقْلِيْمٍ أَوْ غَيْرِهِ إِلَّا إِذَا انْكَسَرَ بَعْضُ ظُفْرِ الْمُحْرِمِ وَتَأَذَّى بِهِ فَلَهُ إِزَالَةُ الْمُنْكَسِرِ فَقَطْ

(وَ) السَّادِسُ (الطِّيْبُ) أَيِ اسْتِعْمَالُهُ قَصْدًا بِمَا يُقْصَدُ مِنْهُ رَائِحَةُ الطِّيْبِ نَحْوُ مِسْكٍ وَكَافُوْرٍ فِيْ ثَوْبِهِ بِأَنْ يُلْصِقَهُ بِهِ عَلَى الْوَجْهِ الْمُعْتَادِ فِي اسْتِعْمَالِهِ وَفِيْ بَدَنِهِ ظَاهِرِهِ أَوْ بَاطِنِهِ كَأَكْلِهِ الطِّيْبَ وَلَا فَرْقَ فِيْ مُسْتَعْمِلِ الطِّيْبِ بَيْنَ كَوْنِهِ رَجُلًا أَوِ امْرَأَةً أَخْشَمَ كَانَ أَوْ لَا وَخَرَجَ بِقَصْدًا مَا لَوْ أَلْقَتْ عَلَيْهِ الرِّيْحُ طِيْبًا أَوْ أُكْرِهَ عَلَى اسْتِعْمَالِهِ أَوْ جَهِلَ تَحْرِيْمَهُ أَوْ نَسِيَ أَنَّهُ مُحْرِمٌ فَإِنَّهُ لَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ
فَإِنْ عَلِمَ تَحْرِيْمَهُ وَجَهِلَ الْفِدْيَةَ وَجَبَتْ

Yang ke tujuh adalah membunuh binatang buruan yang hidup di darat dan halal dimakan, atau induknya ada yang halal dimakan seperti binatang liar dan burung. Dan juga haram memburunya, menguasainya, dan mengganggu bagian badan, bulu halus dan bulu kasarnya.     (وَ) السَّابِعُ (قَتْلُ الصَّيْدِ) الْبَرِّيِّ الْمَأْكُوْلِ أَوْ مَا فِيْ أَصْلِهُ مَأْكُوْلٌ مِنْ وَحْشٍ وَطَيْرٍ َيَحْرُمُ أَيْضًا صَيْدُهُ وَوَضْعُ الْيَدِّ عَلَيْهِ وَالتَّعَرُّضُ لِجُزْئِهِ وَشَعْرِهِ وَرِيْشِهِ
    
Yang ke delapan adalah akad nikah. Maka bagi orang yang sedang ihram, haram melakukan akad nikah untuk dirinya sendiri atau orang lain dengan cara wakil atau menjadi wali. (وَ) الثَّامِنُ (عَقْدُ النِّكَاحِ) فَيَحْرُمُ عَلَى الْمُحْرِمِ أَنْ يَعْقِدَ النِّكَاحَ لِنَفْسِهِ أَوْ غَيْرِهِ بِوَكَالَةٍ اَوْ وِلَايَةٍ

Yang ke sembilan adalah wathi yang dilakukan oleh orang yang berakal dan mengetahui keharamannya, baik melakukan jima’ saat ihram haji atau umrah, di jalan depan atau belakang, dengan laki-laki atau perempuan, istri, budak perempuan yang di miliki atau dgn wanita lain.
(وَ) التَّاسِعُ (الْوَطْءُ) مِنْ عَاقِلٍ عَالِمٍ بِالتَّحْرِيْمِ سَوَاءٌ جَامَعَ فِيْ حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ فِيْ قُبُلٍ أَوْ دُبُرٍ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثًى زَوْجَةٍ أَوْ مَمْلُوْكَةٍ أَوْ أَجْنَبِيَّةٍ
Yang ke sepuluh adalah bersentuhan kulit selain bagian farji seperti menyentuh atau mencium dengan birahi. Adapun bersentuhan kulit tidak dengan birahi, maka hukumnya tidak haram. Di dalam semua hal tersebut, maksudnya hal-hal yang diharamkan yang telah disebutkan, wajib membayar fidyah, dan dijelaskan nanti.  (وَ) الْعَاشِرُ (الْمُبَاشَرَةُ) فِيْمَا دُوْنَ الْفَرْجِ كَلَمْسٍ وَقُبْلَةٍ (بِشَهْوَةٍ) أَمَّا بِغَيْرِ شَهْوَةٍ فَلَا يَحْرُمُ (وَفِيْ جَمِيْعِ ذَلِكَ) أَيِ الْمُحَرَّمَاتِ السَّابِقَةِ (الْفِدْيَةُ) وَسَيَأْتِيْ بَيَانُهَا

HAL-HAL YANG MERUSAK IHRAM
Jima’ yang telah dijelaskan di atas bisa merusak ibadah umrah yang disendirikan. Adapun umrah yang berada di dalam kandungan haji Qiran, maka hukumnya mengikuti haji, baik sah atau rusaknya. وَالْجِمَاعُ الْمَذْكُوْرُ تَفْسُدُ بِهِ الْعُمْرَةُ الْمُفْرَدَةُ أَمَّا الَّتِيْ فِيْ ضِمْنِ حَجٍّ فِيْ قِرَانٍ فَهِيَ تَابِعَةٌ لَهُ صِحَّةً وَفَسَادًا

Adapun jima’ bisa merusak haji ketika dilakukan sebelum tahallul awal, baik setelah wukuf atau sebelumnya.
وَأَمَّا الْجِمَاعُ فَيُفْسِدُ الْحَجَّ قَبْلَ التَّحَلُّلِ الْأَوَّلِ بَعْدَ الْوُقُوْفِ أَوْ قَبْلَهُ
Sedangkan jima’ yang dilakukan setelah tahallul awal, maka tidak sampai merusak status haji. kewajiban fidyah di atas tersebut adalah kecuali akad nikah, karena sesungguhnya akad nikah yang dilakukan tidak ter akat nikahnya Haji tidak bisa rusak terkecuali dengan wathi di bagian farji. Berbeda dengan bersentuhan pada bagian selain farji, maka sesungguhnya hal tersebut tidak sampai merusak status haji. Orang yang ihram tidak diperkenankan keluar dari ihramnya sebab telah rusak, bahkan baginya wajib untuk meneruskan amaliyah ihramnya yang telah berstatus rusak. Di dalam sebagian redaksi, tidak dicantumkan ungkapan mushannif “di dalam ihramnya yang rusak” maksudnya ibadah haji atau umrah dengan cara melaksanakan amaliyah-amaliyah yag masih tersisa. أَمَّا بَعْدَ التَّحَلُّلِ الْأَوَّلِ فَلَا يُفْسِدُ (إلَّا عَقْدَ النِّكَاحِ فَإِنَّهُ لَايَنْعَقِد وَلَا يُفْسِدُهُ إِلَّا الْوَطْءُ فِيْ الْفَرْجِ) بِخِلَافِ الْمُبَاشَرَةِ فِيْ غَيْرِ الْفَرْجِ فَإِنَّهَا لَاتُفْسِدُهُ (وَلَايَخْرُجُ) الْمُحْرِمُ (مِنْهُ بِالْفَسَادِ) بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ الْمُضِيُّ (فِيْ فَاسِدِهِ) وَسَقَطَ فِيْ بَعْضِ النُّسَخِ قَوْلُهُ فِيْ فَاسِدِهِ أَيِ النُّسُكِ مِنْ حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ بِأَنْ يَأْتِيَ بِبَقِيَةِ أَعْمَالِهِ

Ketinggalan Wukuf di ArafahBarang siapa melaksanakan ihram haji dan ketinggalan wukuf di Arafah sebab udzur atau tidak, maka wajib tahallul dengan melaksanakan amaliyah umrah. Maka ia melakukan thawaf dan sa’i jika memang belum sa’i setelah thawaf Qudum. Dan bagi dia, maksudnya orang yang ketinggalan wukuf di Arafah, wajib segera mengqadla’, baik hajinya fardlu atau sunnah (وَمَنْ) أَيِ الْحَاجُّ الَّذِيْ (فَاتَهُ الْوُقُوْفُ بِعَرَفَةَ) بِعُذْرٍ وَغَيْرِهِ (تَحَلَّلَ) حَتْمًا (بِعَمَلِ عُمْرَةٍ) فَيَأْتِيْ بِطَوَافٍ وَسَعْيٍ إِنْ لَمْ يَكُنْ سَعَى بَعْدَ طَوَافِ الْقُدُوْمِ (وَعَلَيْهِ) أَيِ الَّذِيْ فَاتَهُ الْوُقُوْفُ (الْقَضَاءُ) فَوْرًا فَرْضًا كَانَ نُسُكُهُ أَوْ نَفْلًا

Qadha’ hanya wajib dilakukan di dalam permasalahan ketinggalan wukuf yang tidak disebabkan oleh hashr (tercegah). وَإِنَّمَا يَجِبُ الْقَضَاءُ فِيْ فَوَاتٍ لَمْ يَنْشَأْ عَنْ حَصْرٍ
Jika seseorag tercegah untuk melakukan perjalanan, namun ia masih bisa melewati jalan selain jalan yang terjadi pencegahan, maka wajib baginya untuk melewati jalan tersebut, walaupun tahu bahwa dia tetap akan ketinggalan wukuf. Jika ia meninggal dunia, maka tidak wajib diqadla’i menurut pendapat ashah. Bagi dia -orang yang ketinggalan wukuf di samping mengqadha’, juga wajib membayar hadiyah.
فَإِنْ أُحْصِرَ شَخْصٌ وَكَانَ لَهُ طَرِيْقٌ غَيْرُ الَّتِيْ وَقَعَ الْحَصْرُ فِيْهَا لَزِمَهُ سُلُوْكُهَا وَإِنْ عَلِمَ الْفَوَاتَ فَإِنْ مَاتَ لَمْ يُقْضَ عَنْهُ فِيْ الْأَصَحِّ (وَ) عَلَيْهِ مَعَ الْقَضَاءِ (الْهَدْيُ)

MENINGGALKAN RUKUN, KEWAJIBAN DAN KESUNAHAN IHRAM
Di dalam sebagian redaksi telah ditemukan keterangan tambahan.
وَيُوْجَدُ فِيْ بَعْضِ النُّسَخِ زِيَادَةٌ
Yaitu, barang siapa meninggalkan rukun-rukun yang menjadi penentu sahnya haji, maka dia tidak bisa berstatus halal / lepas dari ihramnya sehingga ia melaksanakan rukun tersebut.
هِيَ (وَمَنْ تَرَكَ رُكْنًا) مِمَّا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ الْحَجُّ (لَمْ يَحِلَّ مِنْ إِحْرَامِهِ حَتَّى يَأْتِيْ بِهِ)
Rukun tersebut tidak bisa digantikan dengan dam.
وَلَايُجْبَرُ ذَلِكَ الرُّكْنُ بِدَمٍّ
Barang siapa meninggalkan kewajiban dari kewajiban-kewajiban haji, maka wajib membayar dam. Dan dam akan dijelaskan di belakang.
(وَمَنْ تَرَكَ وَاجِبًا) مِنْ وَاجِبَاتِ الْحَجِّ (لَزِمَهُ الدَّمُ) وَسَيَأْتِيْ بَيَانُ الدَّمِ
Barang siapa meninggalkan kesunahan dari kesunahan-kesunahan haji, maka dia tidak berkewajiban apa-apa sebab meninggalkan kesunahan tersebut.
(وَمَنْ تَرَكَ سُنَّةً) مَنْ سُنَنِ الْحَجِّ (لَمْ يَلْزَمْهُ بِتَرْكِهَا شَيْئٌ)
Dari ungkapan matan, telah jelas perbedaan antara rukun, wajib, dan sunnah.

وَظَهَرَ مِنْ كَلَامِ الْمَتْنِ الْفَرْقُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْوَاجِبِ وَالسُّنَةِ

BAB DAM DI DALAM IHRAM
(Fasal) menjelaskan macam-macam dam yang wajib di dalam ihram sebab meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman.

(فَصْلٌ) فِيْ أَنْوَاعِ الدِّمَاءِ الْوَاجِبَةِ فِيْ الْإِحْرَامِ بِتَرْكِ وَاجِبٍ أَوْ فِعْلِ حَرَامٍ
Dam yang wajib di dalam ihram ada lima perkara.
(وَالدِّمَاءُ الْوَاجِبَةُ فِي الْإِحْرَامِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ
Salah satunya adalah dam yang wajib sebab meninggalkan ibadah, maksudnya meninggalkan sesuatu yang diperintahkan seperti meninggalkan ihram dari miqat. أَحَدُهَا الدَّمُ الْوَاجِبُ بِتَرْكِ نُسُكٍ) أَيْ تَرْكِ مَأْمُوْرٍ بِهِ كَتَرْكِ الْإِحْرَامِ مِنَ الْمِيْقَاتِ
Dam ini dengan cara berurutan/ tertib.
(وَهُوَ) أَيْ هَذَا الدَّمُ (عَلَى التَّرْتِيْبِ)
Maka sebab meninggalkan sesuatu yang diperintahkan, pertama kali yang wajib adalah satu ekor kambing yang mencukupi digunakan untuk kurban.
فَيَجِبُ أَوَّلًا بِتَرْكِ الْمَأْمُوْرِ بِهِ (شَاةٌ) تُجْزِئُ فِي الْأُضْحِيَةِ
Jika ia tidak menemukannya sama sekali, atau menemukan dengan harta di atas harga standar, maka wajib melakukan puasa sepuluh hari, tiga hari saat ihram haji.
(فَإِنْ لَمْ يَجِدْ)هَا أَصْلًا أَوْ وَجَدَهَا بِزِيَادَةٍ عَلَى ثَمَنِ مِثْلِهَا (فَصِيَامُ عَشَرَةِ أَيَّامٍ ثَلَاثَةٍ فِيْ الْحَجِّ)
Disunnahkan tiga hari tersebut dilaksanakan sebelum hari Arafah, maka ia berpuasa pada hari ke enam, tujuh dan delapan bulan Dzil Hijjah.   تُسَّنُ قَبْلَ يَوْمِ عَرَفَةَ فَيَصُوْمُ سَادِسَ ذِيْ الْحِجَّةِ وَسَابِعَهُ وَثَامِنَهُ
Dan puasa tujuh hari ketika ia sudah kembali ke keluarganya dan tempat tinggalnya.  (وَ) صِيَامُ (سَبْعَةٍ إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ) وَ وَطَنِهِ
Tidak diperkenankan melaksanakan puasa tujuh hari tersebut di tengah perjalanan pulang.     وَلَايَجُوْزُ صِيَامُهَا فِيْ أَثْنَاءِ الطَّرِيْقِ
Jika ia berkehendak untuk bertempat tinggal di Makkah, maka lakukanlah puasa tersebut di sana, sebagaimana keterangan di dalam kitab al Muharrar.   فَإِنْ أَرَادَ الْإِقَامَة َبِمَكَّةَ صَامَهَا كَمَا فِي الْمُحَرَّرِ
Seandainya ia tidak melakukan puasa tiga hari saat masih ihram haji dan telah pulang ke daerahnya, maka wajib baginya untuk melaksanakan puasa sepuluh hari dan memisah antara tiga hari dan tujuh hari tersebut dengan empat hari di tambah lama masa perjalanan pulang ke daerahnya.  وَلَوْ لَم يَصُمِ الثَّلَاثَةَ فِيْ الْحَجِّ وَرَجَعَ لَزِمَهُ صَوْمُ الْعَشَرَةِ وَفَرَقَ بَيْنَ الثَّلَاثَةِ وَالسَّبْعَةِ بِأَرْبَعَةِ أَيَّامٍ وَمُدَّةِ   إِمْكَانِ السَّيْرِ إِلَى الْوَطَنِ
Apa yang telah disampaikan Mushannif bahwa dam tersebut adalah dam tertib, itu sesuai dengan keterangan di dalam kitab ar Raudhah, kitab asalnya Raudlah dan kitab Syarh al Muhadzdzab.     وَمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ مِنْ كَوْنِ الدَّمِ الْمَذْكُورِ دَمَ تَرْتِيْبٍ مُوَافِقٌ لِمَا فِيْ الرَّوْضَةِ وَأَصْلِهَا وَشَرْحِ الْمُهَذَّبِ
Akan tetapi keterangan di dalam kitab al Minhaj yang mengikut kepada kitab al Muharrar menjelaskan bahwa dam tersebut adalah dam tartib wa ta’dil.  لَكِنِ الَّذِيْ فِي الْمِنْهَاجِ تَبْعًا لِلْمُحَرَّرِ أَنَّهُ دَمُ تَرْتِيْبٍ وَتَعْدِيْلٍ
Sehingga, pertama wajib membayar seekor kambing. Kemudian jika tidak mampu, maka wajib menggunakan kadar harga kambing tersebut untuk membeli bahan makanan dan mensedekahkannya.
فَيَجِبُ أَوَّلًا شَاةٌ فَإِنْ عَجَزَ عَنْهَا اشْتَرَى بِقِيْمَتِهَا طَعَامًا   وَتَصَدَّقَ بِهِ
Kemudian jika tidak mampu, maka wajib berpuasa sehari sebagai ganti dari setiap mudnya.     فَإِنْ عَجَزَ صَامَ عَنْ كُلِّ مُدٍّ يَوْمًا .
Yang ke dua adalah dam yang wajib sebab mencukur rambut dan enak-enakan seperti memakai wangi-wangian, memakai minyak -di rambut kepala atau jenggot- dan mencukur adakalanya seluruh rambut kepala atau tiga helai rambut saja.    وَالثّاَنِي الدَّمُ الْوَاجِبُ بِالْحَلْقِ وَالتَّرَفُّهِ) كَالطِّيْبِ وَالدُّهْنِ وَالْحَلْقِ إِمَّا لِجَمِيْعِ الرَّأْسِ أَوْ لِثَلَاثَةِ شَعَرَاتٍ
Dam ini dengan cara takhyir (diperkenankan memilih).    (وَهُوَ) أَيْ هَذَا الدَّمُ (عَلَى التَّخْيِيْرِ)
Maka wajib adakalanya satu ekor kambing yang mencukupi digunakan kurban, atau puasa tiga hari, atau bersedekah tiga sha’ bahan makanan untuk enam orang miskin atau faqir, masing-masing mendapat setengah sha’ bahan makanan yang mencukupi digunakan untuk membayar zakat fitrahh.
فَيَجِبُ إِمَّا (شَاةٌ) تُجْزِئُ فِي الْأُضْحِيَةِ (أَوْ صَوْمُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ أَوِ التَّصَدُّقُ بِثَلَاثَةِ آصُعٍ عَلَى سِتَّةِ مَسَاكِيْنَ) أَوْ فُقَرَاءَ لِكُلٍّ مِنْهُمْ نِصْفُ صَاعٍ مِنْ طَعَامٍ يُجْزِئُ فِي الْفِطْرَةِ.
Yang ke tiga adalah dam yang wajib sebab ihshar (tercegah dari wukuf).  (وَالثَّالِثُ الدَّمُ الْوَاجِبُ بِالْإِحْصَارِ
Maka bagi orang yang ihram -yang di ihshar- wajib niat tahallul dengan menyengaja keluar dari ibadah hajinya sebab ihshar, dan memberi hadyah, maksudnya menyembelih satu ekor kambing di tempat di mana ia di ihshar, dan mencukur rambutnya setelah menyembelih kambing tersebut.     فَيَتَحَلَّلُ) الْمُحْرِمُ بِنِيَةِ التَّحَلُّلِ بِأَنْ يَقْصِدَ الْخُرُوْجِ مِنْ نُسُكِهِ بِالْإِحْصَارِ (وَيَهْدِيْ) أَيْ يَذْبَحَ (شَاةً) حَيْثُ أُحْصِرَ وَيَحْلِقُ رَأْسَهُ بَعْدَ الذَّبْحِ
Yang ke empat adalah dam yang wajib sebab membunuh binatang buruan.     (وَالرَّابِعُ الدَّمُ الْوَاجِبُ بِقَتْلِ الصَّيْدِ
Dam ini dengan cara takhyir (diperkenankan memilih) di antara tiga perkara. وَهُوَ) أَيْ هَذَا الدَّمُ (عَلَى التَّخْيِيْرِ) بَيْنَ ثَلَاثَةِ أُمُوْرٍ
Jika binatang buruan tersebut memiliki binatang yang mirip. Yang dimaksud adalah binatang yang mirip dengan binatang buruan tersebut adalah binatang yang mendekati bentuknya. Mushannif menyebutkan yang pertama dari tiga perkara ini di dalam perkataan beliau, “ maka ia wajib mengeluarkan binatang ternak yang mirip dengan binatang buruan tersebut.     (إِنْ كَانَ الصَّيْدُ مِمَّا لَهُ مِثْلٌ) وَالْمُرَادُ بِمِثْلِ الصَّيْدِ مَا يُقَارِبُهُ فِي الصُّوْرَةِ وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ الْأَوَّلَ مِنْ هَذَا الثَّلَاثَةِ فِيْ قَوْلِهِ (أَخْرَجَ الْمِثْلَ مِنَ النَّعَمِ)
Maksudnya ia menyembelih binatang ternak yang mirip tersebut dan mensedahkannya kepada fakir miskin tanah Haram.    أَيْ يَذْبَحُ الْمِثْلَ مِنَ النَّعَمِ وَيَتَصَدَّقُ بِهِ عَلَى مَسَاكِيْنِ الْحَرَمِ وَفُقَرَائِهِ
Maka di dalam membunuh burung onta, wajib mengeluarkan satu ekor onta. Di dalam membunuh sapi dan keledai liar, wajib mengeluarkan satu ekor sapi. Dan di dalam membunuh kijang, wajib mengeluarkan satu ekor kambing.  فَيَجِبُ فِيْ قَتْلِ النُّعَامَةِ بَدَنَةٌ وَفِيْ بَقَرِ الْوَحْشِ وَحِمَارِهِ بَقَرَةٌ وَفِي الْغَزَالِ عَنْزٌ
Untuk contoh-contoh binatang buruan lainnya yang memiliki kemiripan dengan binatang ternak, dijelaskan di dalam kitab-kitab yang diperluas penjelasannya.   وَبَقِيَّةُ صُوَرٍ الَّذِيْ لَهُ مِثْلٌ مِنَ النَّعَمِ مَذْكُوْرَةٌ فِي الْمُطَوَّلَاتِ
Mushannif menyebutkan yang ke dua -dari tiga perkara tersebut- di dalam perkataannya, “atau mengkalkulasinya”, maksudnya ternak yang serupa tersebut dengan uang dirham disesuaikan dengan harga di negara Makkah di hari saat mengeluarkan denda tersebut. Hasil kalkulasinya digunakan untuk membeli bahan makanan yang mencukupi digunakan untuk zakat fitrahh, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin tanah Haram.   وَذَكَرَ الثَّانِيَ فِيْ قَوْلِهِ (أَوْ قَوَّمَهُ) أَيِ الْمِثْلَ بِدَرَاهِمَ بِقِيْمَةِ مَكَّةَ يَوْمَ الْإِخَرَاجِ (وَاشْتَرَى بِقِيْمَتِهِ طَعَامًا) مُجْزِئًا فِي الْفِطْرَةِ (وَتَصَدَّقَ بِهِ) عَلَى مَسَاكِيْنِ الْحَرَمِ   وَفُقَرَائِهِ
Mushannif juga menyebutkan yang ke tiga di dalam perkataan beliau, “atau berpuasa sehari sebagai ganti dari setiap mudnya”.
وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ أَيْضًا الثَّالِثَ فِيْ قَوْلِهِ (أَوْ صَامَ عَنْ كُلِّ مُدٍّ يَوْمًا)
Jika masih tersisa kurang dari satu mud, maka sebagai gantinya ia berpuasa satu hari.   فَإِنْ بَقِيَ أَقَلُّ مِنْ مُدٍّ صَامَ عَنْهُ يَوْمًا
Jika binatang buruan tersebut tidak memiliki kemiripan, maka ia diperkenankan memilih di antara dua perkara yang dijelaskan mushannif di dalam perkataannya,    (وَإِنْ كَانَ الصَّيْدُ مِمَّا لَا مِثْلَ لَهُ) فَيُتَخَيَّرُ بَيْنَ أَمْرَيْنِ ذَكَرَهُمَا الْمُصَنِّفُ فِيْ قَوْلِهِ
Maka ia mengeluarkan bahan makanan sejumlah kadar harga binatang tersebut dan mensedekah kannya.    (أَخْرَجَ بِقِيْمَتِهِ طَعَامًا) وَتَصَدَّقَ بِهِ
Atau berpuasa satu hari sebagai ganti dari setiap mudnya. Jika masih tersisa kurang dari satu mud, maka menggantinya dengan   puasa satu hari.  (أَوْ صَامَ عَنْ كُلِّ مُدٍّ يَوْمًا) وَإِنْ بَقِيَ أَقَلُّ مِنْ مُدٍّ صَامَ عَنْهُ يَوْمًا.
Yang ke lima adalah dam yang wajib sebab wathi’ yang dilakukan oleh orang yang berakal dan tahu akan keharamannya, baik jima’nya pada jalan depan atau belakang sebagaimana yang telah dijelaskan di depan.     (وَالْخَامِسُ الدَّمُ الْوَاجِبُ بِالْوَطْءِ) مِنْ عَاقِلٍ عَالِمٍ بِالتَّحْرِيْمِ سَوَاءٌ جَامَعَ فِيْ قُبُلٍ أَوْ دُبُرٍ كَمَا سَبَقَ
Dam ini dengan cara tertib. (وَهُوَ) أَيْ هَذَا الدَّمُ الْوَاجِبُ (عَلَى التَّرْتِيْبِ)
Sebab hal ini, maka pertama kali wajib membayar satu ekor  unta badanah. Badanah diungkapkan untuk unta jantan dan betina.  فَيَجِبُ بِهِ أَوَّلًا (بَدَنَةٌ) وَتُطْلَقُ عَلَى الذَّكَرِ وَالْأُنْثَى مِنَ الْإِبِلِ
Jika ia tidak menemukan, maka wajib membayar satu ekor lembu sapi.  (فَإِنْ لَمْ يَجِدْهَا فَبَقَرَةٌ
Jika tidak menemukan, maka wajib membayar tujuh ekor kambing.
فَإِنْ لَمْ يَجِدْهَا فَسَبْعٌ مِنَ الْغَنَمِ
Jika tidak menemukan tujuh ekor kambing, maka wajib mengkalkulasi harga onta badanah dengan dirham sesuai harga negara Makkah di waktu pelaksanaan kewajiban tersebut. Menggunakan hasil kalkulasi tersebut untuk membeli bahan makanan dan di sedekahkan kepada faqir miskin tanah Haram.
فَإِنْ لَمْ يَجِدْهَا قَوَّمَ الْبَدَنَةَ) بِدَرَاهِمَ بِسِعْرِ مَكَّةَ وَقْتَ الْوُجُوْبِ (وَاشْتَرَى بِقِيْمَتِهَا طَعَامًا وَتَصَدَّقَ بِهِ) عَلَى   مَسَاكِيْنِ الْحَرَامِ وَفُقَرَائِهِ
Tidak ada ukuran pasti di dalam bahan makanan yang diberikan kepada masing-masing orang faqir tersebut.     وَلَا تَقْدِيْرَ فِيْ الَّذِيْ يُدْفَعُ لِكُلِّ فَقِيْرٍ
Seandainya ia mensedekahkan berupa dirham, maka hal itu tidak mencukupinya. وَلَوْ تَصَدَّقَ بِالدَّرَاهِمِ لَمْ يُجْزِئْهِ.
Jika tidak menemukan bahan makanan, maka ia berpuasa sehari sebagai ganti dari setiap satu mudnya.  (فَإِنْ لَمْ يَجِدْ) طَعَامًا (صَامَ عَنْ كُلِّ مُدٍّ يَوْمًا)

Pentasarufan Denda
Ketahuilah sesungguhnya binatang hadyah itu terbagi menjadi dua.
وَاعْلَمْ أَنَّ الْهَدْيَ عَلَى قِسْمَيْنِ
Salah satunya adalah hadyah sebab ihshar. Dan hadyah ini tidak wajib dikirimkan ke tanah Haram, bahkan disembelih di tempat terjadi nya ihshar. أَحَدُهُمَا مَا كَانَ عَنْ إِحْصَارٍ وَهَذَا لَا يَجِبُ بَعْثُهُ إِلَى الْحَرَمِ بَلْ يُذْبَحُ فِيْ مَوْضِعِ الْإِحْصَارِ
Yang ke dua adalah hadyah yang wajib sebab meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman. Penyembelihannya tertentu di tanah Haram. وَالثَّانِيْ الْهَدْيُ الْوَاجِبُ بِسَبَبِ تَرْكِ وَاجِبٍ أَوْ فِعْلِ حَرَامٍ وَيَخْتَصُّ ذَبْحُهُ بِالْحَرَمِ
Mushannif menyebutkan yang ke dua ini di dalam perkataan beliau, “pembayaran hadyah dan bahan makanan tidak mencukupi kecuali dilaksanakan di tanah Haram.” وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ هَذَا فِيْ قَوْلِهِ (وَلَايُجْزِئُهُ الْهَدْيُ وَلَا الْإِطْعَامُ إِلَّا بِالْحَرَمِ)
Minimal perbuatan yang mencukupi adalah ia memberikan hadyah tersebut kepada tiga orang miskin atau faqir. وَأَقَلُّ مَا يُجْزِئُ أَنْ يَدْفَعَ الْهَدْيَ إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاكِيْنَ أَوْ فُقَرَاءَ
Dan mencukupi baginya untuk berpuasa di manapun yang ia kehendaki, tanah Haram atau yang lain. (وَيُجْزِئُهُ أَنْ يَصُوْمَ حَيْثُ شَاءَ) مِنْ حَرَمٍ أَوْ غَيْرِهِ

Binatang Buruan dan Tanaman Tanah Haram
Tidak diperkenankan membunuh binatang buruan tanah Haram, walaupun ia dipaksa untuk membunuhnya. (وَلَا يَجُوْزُ قَتْلُ صَيْدِ الْحَرَمِ) وَلَوْ كَانَ مُكْرَهًا عَلَى قَتْلِهِ
Seandainya ada seseorang yang melakukan ihram kemudian gila, lalu ia membunuh binatang buruan, maka ia tidak wajib menggantinya menurut pendapat al adhhar. وَلَوْ أَحْرَمَ ثُمَّ جُنَّ فَقَتَلَ صَيْدًا لَمْ يَضْمَنْهُ فِيْ الْأَظْهَرِ
Tidak boleh memotong tanaman tanah Haram. (وَلَا) يَجُوْزُ (قَطْعُ شَجَرَةٍ) أَيِ الْحَرَمِ
Dan ia wajib mengganti tanaman yang besar dengan satu ekor sapi, dan tanaman yang kecil dengan satu ekor kambing, masing-masing dari keduanya harus memenuhi kriteria hewan kurban.
وَيَضْمَنُ الشَّجَرَةَ الْكَبِيْرَةَ بِبَقَرَةٍ وَالصَّغِيْرَةَ بِشَاةٍ كُلٌّ مِنْهُمَا بِصِفَةِ الْأُضْحِيَةِ
Dan juga tidak boleh memotong dan mencabut tanaman tanah Haram yang tidak ditanam oleh manusia, bahkan tumbuh sendiri.
وَلَايَجُوْزُ أَيْضًا قَطْعُ وَلَا قَلْعُ نَبَاتِ الْحَرَمِ الَّذِيْ لَا يَسْتَنْبِتُهُ النَّاسُ بَلْ يَنْبُتُ بِنَفْسِهِ
Adapun rumput yang kering, maka diperkenan- kan memotongnya tidak mencabutnya. أَمَّا الْحَشِيْشُ الْيَابِسُ فَيَجُوْزُ قَطْعُهُ لَا قَلْعُهُ
Seorang muhil, dengan terbaca dlammah huruf mimnya, maksudnya orang yang halal, dan orang yang sedang ihram, di dalam hukum tersebut statusnya adalah sama. (وَالْمُحِلُّ) بِضَمِّ الْمِيْمِ أَيِ الْحَلَالُ (وَالْمُحْرِمُ فِيْ ذَلِكَ) الْحُكْمِ السَّابِقِ (سَوَاءٌ)