Mengapa Demokrasi bisa Amat Tidak Efficien dan Bagaimana Membetulkannya

in #mall6 years ago

Majoritas mall atau bisnis apapun dipimpin dengan lebih baik dari negara demokrasi. Dan ini bukan salah presiden.

Negara itu seperti mall. CEO seperti presiden. Penduduk dan turis seperti pemilik toko dan pengunjung. Warga negara seperti pemegang saham. Dan pejabat kita seperti pegawai mall.

Mengapa? Karena ada kepentingan yang selaras antara pemegang saham mall, pengunjung dan CEO. Dan pada majoritas negara demokrasi keselarasan itu lebih kecil atau lebih tidak jelas. Misal saya CEO sebuah mall. Lalu saya install AC, CCTV, dan escalator di mall saya. AC itu seperti "infrastrukture." Tentu pengunjung jadi lebih nyaman.

Karena pengunjung lebih nyaman, pengunjung datang. Toko lebih laku penjualan lebih banyak. Harga ruko di mall saya naik. Saya pun bisa menjual, menyewakan, atau menarik biaya maintenance lebih dari pedagang di mall saya. Nantinya valuasi saham mall saya naik. Ini menguntungkan pemegang saham Mall. Apakah membeli AC hal itu ide yang baik pun bisa dihitung. Saya akan membeli AC itu bila dan hanya bila kenaikan valuasi saham saya lebih banyak dari pada biaya pemasangan AC.

Demikian juga dengan pembangunan infrastrukture yang lain, seperti mengganti tangga dengan escalator. Waktu Taman Anggrek saingan dengan Central Park, saya melihat Taman Anggrek membuat lampu neon amat besar untuk menarik pengunjung.

Saya tidak tahu seberapa mahal harga neon tersebut. Saya juga tidak tahu apakah itu keputusan yang baik. Saya juga tidak tahu apa deal antara Taman Anggrek dan pemilik/penyewa toko di Taman Anggrek. Tetapi saya yakin, mereka pasti sudah memperhitungkan itu semua dan memilih secara bijaksana. Saya juga yakin bahwa keuntungan (atau kerugian) dari pemasangan neon tersebut akan selaras antara pedagang dan management TA. Kalau tidak ya mereka rugi sendiri.

Pemegang saham mall pun juga cukup bijak. Umumnya gaji seseorang CEO amat dikaitkan dengan ROI dari pemegang saham. CEO yang membelanjakan APBM (Anggaran pendapatan belanja Mall) dengan baik akan mendapat bonus stock option yang besar. CEO psychopath pun bisa memimpin dengan baik dan pemegang saham untung. Bandingkan situasinya dengan negara.

Hal yang sama berlaku dengan negara atau paling tidak seharusnya berlaku untuk negara.

Misal Jokowi Presiden negara kita. Lalu beliau menginstall jalan toll di Jawa. Jalan toll itu infrastrukture. Tentu penduduk jadi lebih nyaman. Harga tanah pun naik karena terhubung dengan pusat kota dan biaya transportasi turun. Warga negara lain ingin pindah ke Indonesia. Investor ingin masuk. Harga tanah naik lebih tinggi lagi.

Jokowi bisa memajaki tanah lebih tinggi. Pendapatan negara naik. Valuasi negara kita pun naik. Warga negara “untung”. Seharusnya begitu. Yang tidak suka tinggal di negara kita tinggal menjual kewarganegaraanya dengan harga lebih tinggi dan hidup mewah di Afghanistan.

Negara yang kaya seperti Cina bahkan bisa mengakuisisi koloni dimana mana secara damai dengan uang. Kita bisa makmur sambil memperkaya seluruh dunia.

Lagi pula, kalo kita yakin Pancasila ideology bagus, kenapa nggak expand kepasar international seperti gojek, uber, dan google? Kalo cuman jago kandang ya wajar banyak orang ingin ideology import seperti kapitalisme, demokrasi, atau theocracy.

Tetapi ini semua tidak terjadi.

Masalahnya di Indonesia, dan di majoritas negara demokrasi di dunia, pajak tanah hanyalah komponen kecil dari pajak. Yang dipajaki pajak penghasilan.

Kewarganegaraan kita juga tidak punya valuasi karena memang tidak bisa diperjual belikan. Dividend pun tidak ada. Pembangunan infrastrukture menguntungkan pemilik tanah yang harganya naik. Tetapi cukup banyak rakyat keuntungannya jauh lebih kecil. Mereka malah harus bayar sewa lebih tinggi. Kalau toh ada keuntungan dari infrastrukture bagi sebagian voting block, keuntungan itu amat tidak jelas. Tidak seperti kenaikan valuasi saham dari sebuah mall.

Jadi rakyat yang iri rakyat malah anti pembangunan infrastruktur. Mereka bahkan anti reklamasi. Nah ini biasanya dimanfaatkan oleh pejabat untuk menyebar kebencian. Rakyat dibujuk buat "galak". Lalu pengusaha nyogok dari belakang.

Itu mengapa kita punya sering pejabat mencla mencle. Misal kadang bilang reklamasi tidak boleh, lalu tau tau jalan lagi. Atau Alexis ditutup, lalu dibuka lagi, lalu ditutup lagi, lalu tempat serupa banyak. Pejabat yang sederhana dan kost effektive malah dipenjara digantikan yang mencla mencle.

Rakyat selalu dibujuk buat "galak" dengan berbagai cara. Lalu pejabat dapet duit buat mengijinkan. Pejabat kita pun sering korup. Karena mereka tidak punya incentive yang selaras dengan kepentingan rakyat.

Seorang pejabat tidak mendapat "bonus" kalau ROI kewarganegaraan jadi naik. Kewarganegaraan tidak mendapatkan dividend dan tidak bisa diperjual belikan. Jadi ROInya pun tidak bisa dihitung.

Dan ini masalah yang George Hendry sadari di awal abad 19. https://rationalwiki.org/wiki/Georgism Solusinya ada beberapa.

  1. Ikuti nasihat George Hendry, pajaki tanah bagi dividend ke pemilih

  2. Rubah kewarganegaraan menjadi kepemilikan saham.

  3. Bagi negara menjadi banyak provinsi yang punya otonomy seperti otonomy perusahaan. Perusahaan kan bebas mau mengatur dirinya bagaimana. Pemerintah hanya "wasit" kalau knape knape yang dalam majoritas kasus juga tidak pernah dipanggil.

  4. Kalau no. 3 terlalu rumit cobalah skala kecil dulu. Roger Ver ingin daerah libertarian dan dia mau bayar untuk itu. https://www.freesociety.com/ .

Anggap saja suatu kota kecil adalah "mall besar" yang dimiliki penduduk setempat dan pemerintah pusat. Cari investor yang mau beli sebagian saham mall besar itu, biarkan si investor "atur".

Masalah lain dari demokrasi adalah pemberian kewarganegaraan secara gratis ke semua orang yang "lahir". Ini dilute value dari warga negara lain dan memberi incentive untuk orang miskin untuk meningkatkan produksi anak.

Akhirnya kita punya banyak pengangguran. Ini karena over produksi orang yang tidak bisa diserap lancar oleh ekonomy.

Solusinya:

  1. Kewarganegaraan bisa diwariskan tapi tidak otomatis dimiliki oleh orang yang anaknya 10. Mau punya anak lebih dari 2 ortu harus beli kewarga negaraan lagi. Sebaliknya kalau anak kurang dari 2, orang bisa menjual kewarganegaraannya dan mewariskannya ke sepupu.
  2. Kewarganegaraan dijual ke investor secara viatical dimana investor memperhitungkan probabilitas life expectansi dari pemilik kewarganegaraan dan membayar present value dari kewarganegaraan tersebut dengan expectasi kalau si investor mendapat kewarganegaraan bila pemilik kewarganegaraan meninggal. https://en.wikipedia.org/wiki/Viatical_settlement.

Ini akan amat memudahkan warga miskin yang mau kaya. Mereka tinggal menunda membuat anak, dapat kapital, tidak harus mebiyayai anak istri, dan bisa lebih kaya. Sekarang, orang miskin yang seperti itu dihukum dengan pajak penghasilan dan uangnya diberikan ke orang miskin lain yang punya anak banyak.

Sort:  

Hello @freeross! This is a friendly reminder that you have 3000 Partiko Points unclaimed in your Partiko account!

Partiko is a fast and beautiful mobile app for Steem, and it’s the most popular Steem mobile app out there! Download Partiko using the link below and login using SteemConnect to claim your 3000 Partiko points! You can easily convert them into Steem token!

https://partiko.app/referral/partiko

Congratulations @freeross! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 2 years!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Do not miss the last post from @steemitboard:

SteemFest⁴ commemorative badge refactored
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!