Meminimalisasi Maraknya Bandar Narkoba
Aparat kepolisian berusaha mengambil satu langkah didepan dari bandar narkoba. Intelijen kepolisian pekan lalu berhasil menangkap dua tersangka pengedar sabu-sabu tersebut di Simpang Rundeng Meulaboh, Aceh Barat. Penangkapan itu diwarnai dengan tembakan senjata api ke udara oleh polisi, dan dari tangan pelaku disita 38,05 gram sabu-sabu (Serambi, 9/4/18).
Beberapa tahun belakangan ini di Indonesia pengedaran narkotika dan obat-obatan lainnya menjadi masalah yang amat serius dan telah mencapai keadaan yang memprihatinkan. Korban dari penyalahgunaan narkoba sendiri pun telah meluas tidak lagi memandang umur, sosial, ataupun jenis klamin. Meskipun demikian, yang kerap menjadi target narkoba umumnya adalah generasi muda yang berusia 15-30 tahun. Dari rentang usia itu, remaja merupakan usia yang sangat rentan terkena pengaruh narkoba.
Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), dampak narkotika meliputi dampak fisik, psikologi, sosial dan ekonomi. Dampak fisik misalnya gangguan pada sistem saraf yaitu penderita akan kejang-kejang, halusinasi, dan gangguan kesadaran. Dampak psikologis berupa tidak normalnya kemampuan berfikir, berperasaan cemas dan ketergantungan obat. Dampak sosial ekonomi misalnya selalu merugikan masyarakat, baik ekonomi, sosial, kesehatan maupun hukum. Dampak-dampak tersebut jelas menjadi ancaman besar bagi bangsa ini khususnya di Aceh.
Di Aceh sendiri penyalahgunaan narkotika pada tahun 2014 terungkap tindak pidana narkoba sebanyak 1.415 kasus dengan tersangka 1.831 orang, barang bukti ineks 21.371 butir, sabu 11,739 gram, dan golongan IV 683.100,5 butir. Tahun 2015 dengan kasus 1.890 dengan jumlah tersangka sebanyak ineks 22.678 butir, sabu 11.405 gram, dan golongan IV 1.230.932 butir. Kemudian 2016 terungkap sebanyak 2.188 kasus dengan tersangka 2.677 orang barang bukti ineks 4.221 butir, sabu 9.340 gram golongan IV sebanyak 16.031,623 butir (Tribunnews.com, 27/2/18).
Kurangnya kepedulian dari masyarakat juga memegang peranan penting atas situasi seperti ini. Padahal fakta-fakta yang terjadi sungguh sangat memprihatinkan. Bayangkan saja berdasarkan data yang mengungkap tingginya penyalahgunaan narkoba membuat kita berfikir, mau jadi apa negeri ini jika generasi mudanya saja telah terjerumus ke dalam perangkap narkoba. Negeri kita bisa saja kehilangan generasi penerus jika permasalahan narkoba tidak segera ditangani dengan serius.
Melihat besarnya pasar Indonesia, serbuan narkotika jenis baru ini tinggal menunggu waktu. BNN dan kepolisian sepatutnya meningkatkan kemampuan menangkal masuknya narkotika jenis baru itu. Sebab, bandar selalu bisa menyeludupkan dan mengedarkan berbagai jenis narkotika.contohnya saja seperti narkotika cair, yang disebut-sebut tidak terdeteksi oleh mesin pemindai dan tidak terendus oleh anjing pelacak.
Tingginya jumlah pemakai menyebabkan kebutuhan narkotika meninggi. Pecandunya rata-rata mengkonsumsi 0,2 gram zat terlarang itu perhari. Artinya, minimal seratus kilogram narkotika habis dilahap setiap hari diseluruh penjuru Tanah Air.
Jumlah pecandu diprediksi akan terus meningkat tiap tahunnya. Ancaman hukuman mati dan penjara puluhan tahun tidak banyak memberikan efek jera. Upaya menangkal masuknya narkotika bisa dilakukan dengan memperkuat pencegahan penyebaran narkotika tersebut.
Setidaknya ada lima hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pencegahan antinarkoba. Yang pertama, mengikutsertakan keluarga. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa sikap orang tua memegang peranan penting dalam membentuk keyakinan akan bahaya penggunaan narkoba, termasuk memperbaiki pola asuh orang tua dalam rangka menciptakan komunikasi dan lengkungan yang lebih baik dari rumah. Kelompok dukungan dari orang tua merupakan model intervensi yang sering digunakan. Kedua, dengan menekankan secara jelas dan berulang-ulang bahaya narkona. Untuk anak harus diberikan penjelasan yang terus-menerus diulang bahwa narkoba tidak hanya membahayakan kesehatan fisik dan emosi namun juga kesempatan mereka untuk bisa terus belajar, mengoptimalkan potensi akademik dan kehidupan yang layak. Ketiga, meningkatkan kepercayaan antara orang dewasa dan anak-anak. Pendekatan ini mempromosikan kesempatan yang lebih besar bagi interaksi personal antara orang dewasa dan remaja, dengan demikian mendorong orang dewasa menjadi model yang lebih berpengaruh. Keempat, memiliki kegiatan-kegiatan yang positif, berolahraga ataupun mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi yang memberikan pengaruh positif baik itu kepada kita sendiri. Kelima, bekerjasama dengan lingkungan rumah, kita sebaiknya bekerjasama dengan lingkungan rumah kita seperti dengan ketua kepala deasa, kepala lorong, dan sebagainya. Terutama dengan tetangga yang mempunyai anak seusia atau yang lebih tua dari kita. Menjalin hubungan baik dengan para tetangga selalu mendatangkan kenyamanan dan keamanan bagi kita.
Oleh karena itu, mulai dari sekarang pendidik, pengajar dan orang tua, harus siap serta waspada, akan bahaya narkoba yang sewaktu-waktu dapat menjerat orang terdekat kita sendiri (Serambi, 24/8/17).
Dengan berbagai upaya tersebut, marilah sama-sama kita menjaga orang terdekat dan sekeliling kita dari bahaya narkoba, sehingga harapan untuk melahirkan generasi yang cerdas dan tangguh dimasa yang akan datang dapat terealisasi dengan baik.
Dalam kondisi Indonesia dan Aceh yang marak akan narkoba ini, tentunya pemerintah harus menjadikan masalah narkoba ini sebagai “PR” yang paling utama. Tapi bukan hanya PR bagi pemerintah saja, keluarga, sekolah dan masyarakat harus saling membantu dalam upaya mencegah meluasnya pengguna narkoba. Kemudian, dalam memberantas narkoba tidak bisa secara terus-menerus dengan melakukan rehabilitasi, tetapi antisipasi dan terus-menerus melakukan upaya pencegahan dengan melibatkan orang tua, sekolah dan masyarakat secara aktif, serta diikuti dengan upaya penegakan hukum yang sungguh-sungguh.