Peta Dakwah dalam Bingkai Nusantara

in #opinion6 years ago

Dakwah adalah kata yang tidak bisa kita pisahkan dari agama Islam. Kata dakwah diambil dari bahasa Arab yang artinya menyeru, mengajak, dan memanggil. Dalam arti yang umum dakwah adalah upaya untuk mengajak orang untuk mengikuti ajaran Islam. Penyebaran Islam dengan metode dakwah pertama kali dilakukan oleh Rasulullah secara sembunyi-sembunyi di awal ajaran Islam dan dikemudian hari secara terbuka keseluruh mekkah. Selanjurnya ke madinah dan keseluruh jazirah Arab sebelum akhirnya keseluruh dunia.

Sistem dakwah masa Rasulullah terangkum dalam dua porsi mendasar. Yakni, pertama dakwah melalui metode ceramah dengan mengunakan tuntunan Al-qur-an sebagai wahyu dan hadis sebagai teladan dari Rasulullah. Kedua dengan menggunakan metode dakwah politik seperti melakukan diplomasi dengan kerajaan tetangga dan juga perang jihad fi sabilillah.

Islam masuk ke nusantara juga mengikuti metode yang sama dengan Rasulullah, yaitu metode dakwah yang dibawakan oleh para pedagang dari timur tengah dan Gujarat dibagian India dengan pintu masuk melalui selat malaka tepatnya di kerajaan pereulak bagian Aceh. Perjalanan dakwah di nusantara sangat panjang dan penuh lika-liku yang namun sangat jauh dengan cara kekerasan.

Teladan yang di wariskan oleh Rasulullah kepada para pendakwah manjadikan Islam mudah diterima pribumi nusantara sehingga dakwah perang fi sabilillah tidak perlu dilakukan.

Metode Dakwah Wali Songo
Di tanah Jawa, dakwah dikenalkan oleh para Wali Songo. Diera islamisasi Jawa. Ada yang menganggap Wali Songo lah perintis awal gerakan dakwah Islam di nusantara. dilihat pada era sebelumnya, islamisasi Jawa dilaksanakan oleh orang-perorangan tanpa metode atau manajemen. Dalam kasus Wali Songo, manajemen keorganisasian telah mereka fungsikan dengan baik dan teratur. Mereka dengan sengaja menempatkan diri dari Wali Songo dalam satu kesatuan organisasi dakwah yang di susun secara rasional, sistematis, harmonis, peka dan kontinyu juga menggunakan strategi, metode dan fasilitas dakwah yang betul-betul teruji.

Widji Saksono dalam bukunya “Mengislamkan Tanah Jawa” mengisyaratkan bahwa apabila berita tentang Wali Sango dikumpulkan dan dipelajari, antara lain dari Wali Songo dan dari primbon milik Prof. K.H.R. Moh. Adnan, maka didapati suatu kesimpulan, bahwa secara keseluruhan wali Sango merupakan satu kesatuan organisasi. Yaitu organisasi yang dapat diidentikkan sebagai panitia ad hoc urusan mengislamkan masyarakat Jawa.

Selanjutnya, berbicara tengtang metode-metode dakwah dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa, Wali Songo telah menggunakan beberapa strategi dan metode dakwah lainnya. Seperti kasus sunan Kalijaga yang mengunakan wayang kulit yang sangat diminati oleh masyarakat jawa pada masa itu. Ia menggunakan wayang kulit sebagai dakwah bil hikmah dalam pendekatan memperkenalkan Islam kepada masyarakat setempat.

Wali Songo juga mengunakan teladan dakwah Rasulullah. Wali Songo mendekati para penguasa dan tokoh-tokoh masyarakat untuk memperlakukan mereka secara terhormat dengan harapan ketika penguasa dan tokoh masyarakat mengikuti para sunan maka masyarakat umum juga akan mengikutinya. Metode lainnya juga mengunakan metode pengaderan dengan harapan kader tersebut juga melakukan tugas dakwah.

Bila ingin di lihat lebih detil lagi metode dakwah para Wali Songo atau yang biasa disebut dengan sembilan wali itu terdapat bebarapa metode pendekatan lainnya, yaitu melalui perkawinan, pendirian pesatren, mengislamkan budaya Jawa atau islamisasi kebudayaan, menciptakan konsep ekonomi syariah dan yang terakhir dengan upaya politisasi yaitu menduduki wilayah strategis kerajaan bahkan menjadi raja seperti kesultanan demak.

Metode Dakwah Masa Kolonial Dan Masa Kemerdekaan
Era kolonialisme di nusantara berlangsung ratusan tahun setelah Wali Songo berhasil mengislamkan sebagian besar pribumi nusantara. Seperti yang kita tahu ada beberapa negara di Eropa pada rentang masa 300 tahun dari abad 17 sampai awal abad 20. Para negara kolonialisme berupaya memonopoli perdagangan indonesia bahkan juga melakukan aksi misionaris yaitu Portugis, Inggris dan Belanda berakhir dengan pendudukan Jepang di masa perang dunia II.

Di awal mula kolonialisme, pribumi terlalu berharap pada kekuatan penguasa dan ulama untuk menyelamatkan diri dari Glory, Gold dan Gospel. Para alim ulama sebagai pendakwah menyulutkkan peperang jihad fi sabilillah sebagai bentuk perlawanan dan juga jalan dakwah disaat dari penjajah yang juga menyebarkan agama Kristen lewat jalan misionaris.

Strategi penjajah untuk mengusai sistem pemerintah dan ekonomi dengan cara memperbudak para bangsawan pribumi dengan embel-embel kekayaan dan kedudukan. Hal inilah membuat para alim ulama berputar otak dua kali lipat karena di kerajaan banyak bangsawan yang memihak pada penjajah. Alim ulama mengambil kekuatan yang tersimpan di pesantren bukan organisasi kenegaraan sehingga membuat kewalahan.

Kesadaran umat Islam untuk membuat organisasi yang lebih stabil terjadi di awal abad ke-20. Di pelopori oleh serikat dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi seorang pedangan batik dengan tujuan membentuk konsep ekonomi kooperatif dimana para anggota saling bantu membantu dalam perdangan. Dikemudian hari serikat dagang Islam diubah oleh H.O.S Cokroaminoto sebagai sebuah oganisasi perpolitikan atau pergerakan Islam modern.

Dari inspirasi itu kemudian muncul organisasi dakwah Islam lainnya dari berbagai kalangan seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Himpunan Mahasiswa Islam dan lain sebagainya. Pola tujuannya sama yaitu untuk menjaga eksitensi Islam dari budaya lain dan melanjutkan kobaran api dakwah yang tidak boleh mati.

Metode Dakwah Zaman Sekarang dan Kritik Terhadap JIN
Diera kekinian yang lebih dikenal dengan zaman milenial atau disebut dengan pengunaan teknologi internet. Sekarang dakwah sudah di kembangkan dengan sedemikian rupa. Seorang pendakwah cukup duduk disatu masjid dengan memberikan pengajian lalu di rekam mengunakan ponsel. Selanjutnya diunggah di media sosial seperti, youTube, Facebook, Twitter dan juga banyak media sosial lainnya.

Dakwah mengunakan media jejaring sosial memang sangat efektif di Indonesia. Terbukti dengan media jejaring sosial tersebut memperkenalkan kita dengan ulama atau ustaz yang bukan dari daerah sendiri seperti yang kita kenal ustaz Abdul Somad, Lc. Ustaz Adi Hidayat, Lc. AA Gim, Felix Siauw dan banyak lagi ustaz yang belakangan terkenal dengan unggahannya di media sosial. Sehingga ustaz-ustaz tersebut menjadi terkenal dan memiliki jam terbang yang tinggi. Ada juga ustaz yang masuk kedalam organisasi keagamaan agar dakwahnya bisa lebih termenajemen dengan baik contonnya Ustaz Tengku Zulkarnain yang sekarang menjabat sebagai wakil sekretaris jendral dewan (Wasekjen) Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Walaupun sistem dakwah semakin elegan dengan mengunakan teknoligi mutakhir tapi sama sekali tidak mengurangi nilai dakwah itu sendiri yaitu mengislamkan etika dan moral manusia yang ada di nusantara. Namun yang menjadi perhatian kita yaitu beberapa tahun terakhir muncul Jemaah Islam Nusantara (JIN) yang di pelopori oleh tokoh agama Islam dari organisasi terkemuka di Indonesia.

Perhatian kita bukan pada penamaan yang seolah layaknya mempribumikan Islam tapi juga tujuan dari jemaah ini memang ingin mempribumikan Islam atau nama lain ingin mengindonesiakan Islam atau ingin menusantarakan Islam yang secara kultur Islam adalah agama pendatang yang wajib menyesuaikan diri dengan keadaan di Indonesia yang semboyannya “bhinneka tunggal ika”.

Di kutip dari media Eramuslim.com. dalam pembukaan alim ulama NU pada tanggal 14 juni 2015 ketua PBNU Said Aqil Siraj mengatakan NU akan terus memperjuangkan dan mengawal model Islam Nusantara. Pada hari yang sama presiden RI Jokowi mengatakan “ Islam kita adalah Islam Nusantara, Islam yang penuh tata krama, Islam yang penuh toleransi, itulah Islam Nusatara”.

Jamaah Islam Nusantara banyak yang menolak kehadirannya. Katua umum FPI Habib Rizik dalam ceramahnya yang di videokan lalu disebarkan ke media sosial mengatakan jemaah Islam Nusantara adalah jamaah yang keliru dengan mengutip beberapa poin pembeda antara Islam yang sudah ada pada masa wali songo berdakwah di nusantara samapai sekarang.

Poin umum yang jadi perdebatan adalah Jemaah Islam Nusatara mengatakan bahwa Islam adalah agama pendatang, corak budaya Islam adalah Arab dan bahasa Islam adalah bahasanya orang Arab. Poin ini mendapatkan kritikan bahwa Islam bukan milik bangsa Arab tapi milik semua makhluk yang ada di bumi tidak terkecuali nusantara. Sehingga tidak bisa kita tuduh bahwa Islam datang ke nusantara.

Selanjutnya mengenai budaya bahwa Islam tidak mengunakan budaya Arab tapi Arab di Islamkan. Misalnya, sebelum Islam ada para wanita Islam tidak berjilbab. Para ketua suku yang diangkat bukan dari segi keluasan ilmu sosial kemasyarakatan tapi dari pedagang yang kaya. Banyak kafilah-kafilah Arab berperang dengan alasan perebutan daerah ekonomi. Mengenai bahasa Arab, bahasa Arab pra islam sangat berbeda dengan bahasa Arab pasca Islam. Sebagai contoh, masyarakat Arab mengucapkan salam “wa shabaahaah” setelah Islam ada baru berganti dengan “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”.

Bagi banyak kalangan Jemaah Islam Nusantara sangat berbahaya karena mengunakan cara pandang frontal terhadap Arab seolah-olah ingin mengucapkan kalimat yang sama seperti bangsa Eropa ucapkan yaitu Antisemitisme atau anti semit. Eropa sangat membenci Islam yang mereka menganggap bahwa Islam itu sebagai identitas utama bangsa Arab yang pernah menguasai dataran Eropa selama 7 abad. Wallahu’alam, semoga kita terselamatkan dari fitnah akhir zaman.