Sekolah Tanpa PR
Setiap anak wajib pergi ke sekolah dan berangkat pagi. Sore baru dapat merasakan kembali hangatnya suasana rumah. Berada di sekolah selama 8 jam sudah cukup menyita waktu dan energi mereka. Belum lagi jika ada anak‐anak yang harus mengaji pada malam hari.
Ditambah lagi ini adalah sekolahnya para tahfiz. Setiap hari anak‐anak wajib menyetor hafalan. Otomatis mereka akan menggunakan waktu malamnya yang sedikit itu untuk menambah hafalan maupun melakukan pengulangan terhadap hafalan mereka.
Di sekolah mereka sudah belajar secara optimal, meskipun terkadang pada sore hari semangat belajar mereka mulai kendur. Kantuk mulai menyerang. Serta perut mulai lapar. Meski demikian mereka tetap mengikuti pembelajaran. Biasanya kreativitas guru yang mengajar pada sore hari sangat dituntut untuk bisa mengubah mood anak‐anak yang mulai down.
Di samping waktu belajar mereka yang padat, pemberian tugas tambahan untuk dikerjakan di rumah sangat tidak efektif. Mereka sudah belajar di sekolah selama 8 jam. Sebagian siswa mungkin akan senang bila diberi PR, namun sebagian yang lain akan mengeluh dengan berbagai alasan. Jika siswa tersebut siswa yang rajin maka ia akan meminta sendiri tugas tambahan untuk memantapkan materi.
Sekolah ini sangat melarang pemberian PR karena dirasa akan memberatkan siswa. Sekolah ini fokus pada hafalan siswa, sehingga ditakutkan anak‐anak akan berdalih masalah PR. Bagi sebagian guru yang merasa perlu memberikan tugas tambahan untuk siswanya demi memantapkan pengetahuan siswa diperbelohkan namun dengan catatan ini bukan PR yang harus dikumpulkan tepat waktu.
Tugas yang diberikan bersiat fleksibel. Siswa dapat mengerjakan kapan saja yang dirasa tidak memberatkannya. Berikut adalah beberapa manfaat pemberian tugas tambahan kepada siswa:
· Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah.
· Membuat murid terlatih menyelesaikan soal‐soal dengan cepat.
· Melatih murid mandiri dalam mengerjakan soal yang berdampak lebih percaya diri.
· Melatih murid bertanggung jawab atas tugas‐tugas yang diberikan guru.
· Melatih kemampuan murid bekerja sama dalam memecahkan masalah atas tugas‐tugas kelompok yang diberikan oleh guru.
· Memberi kesempatan murid menemukan cara‐cara kreatif dalam memecahkan masalah.
· Tidak ada yang salah dalam pemberian PR, namun jika PR banyak dikerjakan oleh orang tuanya, itu menjadi percuma.
Di sini masalahnya, biasanya siswa yang seperti ini merasa PR adalah beban. ini memang contoh orang tua yang salah. Mereka bukan mengajari, namun menyelesaikan sepenuhnya PR si anak. Memang betul bila anak kesulitan membuat PR, anak akan bertanya kepada orang tua. Tetapi kalau sampai orang tua mengerjakan PR anaknya, ini teladan buruk.
Pemberian PR oleh guru memang ada manfaatnya. Namun kembali lagi pemberian PR harus melihat minat dan kapasitas kemapuan siswa. Jangan sampai mereka menjadikan PR sebagai beban dalam belajar. Pemberian PR yang berlebihan atau tak sesuai dengan materi yang diajarkan tak layak bagi murid.
Materi tematik di SD saat ini lebih memuat cakupan yang luas, tetapi keilmuannya dangkal. Inilah salah satu penyebab murid menjadi mudah lupa. Pemahamannya lebih secara garis besar saja.
Pemberian PR bukan solusi satu‐satunya untuk menunjang proses belajar siswa. Guru sebagai ujung tombak pendidikan di sekolah akan selalu punya teknik yang tepat dalam menyalurkan ilmu kepada siswa walau tanpa PR. Pemberian tugas tambahan hanya diberikan jika memang dirasa penting.
Kami di sini tidak pernah menyebutnya PR, hanya soal tambahan yang bisa dikerjakan di waktu luang siswa. Biarlah guru menentukan sendiri akan perlunya PR diberikan atau tidak kepada siswa. Gurulah yang paling tahu, perlu atau tidaknya PR diberikan.
Kami upvote ya..