English : Traces of scholars from Yemen in "Cot Trieng" / Indonessia : Jejak ulama dari Yaman di "Cot Trieng"

in #sejarah7 years ago (edited)

English :
The village of Cot Trieng, Muara Satu Lhokseumawe Sub-district, not only holds the history of the fiercest battles in the history of the Aceh conflict in 2002. In this region, there are a number of historical sites of Aceh's great scholars.

Call it, the name Tgk Abdussalam or better known as Tgk Chik Di Paloh. He is from Yemen and was born in the 13th centuryi. Tgk Chik Di Paloh's name began to stick as Tgk Abdussalam spread the Islamic mission in Paloh Dayah area, Muara Satu Lhokseumawe sub-district.

Later, Tgk Abdussalam moved to Cot Trieng Village, in the same subdistrict. In Cot Trieng, he also built a hall and mosque, as well as other supporting facilities such as wells and ponds. Historical evidence recorded, this cleric died on December 5, 1397.


The grave tower Tgk syiek Dipaloh

The remains are still found in the Cot Trieng area. Among them is a mosque whose main foundation is made of long trees. the tip of the tree that is connected with the foundation, serve as the tip of the minaret of the mosque. Tgk Chik's grave in Paloh is inside the mosque complex. There are also ponds, halls, and wells.


Wells and Tombstones

Narrated there his student named "PO GENIRENG" which has a large body carrying a sizeable tombstone. but the stone carvings are not used as tombstone tgk syiek in paloh, because there is already a round stone that is provided in advance for the headstone. Then the tombstone carried by "PO GENIRENG" is placed near the pond.

The mosque was restored when the Aceh-Nias Rehabilitation and Reconstruction Agency (BRR) was assigned to rebuild Aceh after the 2004 earthquake and tsunami. But the gravestones brought by Po Geunireng, ponds and others have never been completely restored. Even the entrance of the tomb also has not been paved.


Food of the Pilgrims

Although the area is surrounded by forest, still many people who make pilgrimage. Therefore it is the obligation of the Lhokseumawe City Government to preserve this region which is an important history to know the generation of the nation.

Indonesia :
Desa Cot Trieng, Kecamatan Muara Satu Lhokseumawe, tidak hanya menyimpan sejarah pertempuran sengit dalam sejarah konflik Aceh pada tahun 2002. Di wilayah ini, ada sejumlah situs sejarah ulama besar Aceh.

Sebut saja, nama Tgk Abdussalam atau yang lebih dikenal dengan nama Tgk Chik Di Paloh. Dia berasal dari Yaman dan lahir di abad ke-13. Nama Tgk Chik Di Paloh mulai menempel saat Tgk Abdussalam menyebarkan misi Islam di daerah Paloh Dayah, kecamatan Muara Satu Lhokseumawe.

Kemudian, Tgk Abdussalam pindah ke Desa Cot Trieng, di kecamatan yang sama. Di Cot Trieng, ia juga membangun aula dan masjid, serta fasilitas pendukung lainnya seperti sumur dan kolam. Bukti sejarah tercatat, ulama ini meninggal pada 5 Desember 1397.


Menara kuburan Tgk syiek Dipaloh

Sisanya masih ditemukan di daerah Cot Trieng. Diantaranya adalah masjid yang pondasinya utama terbuat dari pohon panjang. ujung pohon yang terhubung dengan pondasi, berfungsi sebagai ujung menara mesjid. Makam Tgk Chik di Paloh ada di dalam kompleks masjid. Ada juga kolam, aula, dan sumur.


Sumur dan batu nisan

Dikisahkan ada muridnya bernama "PO GENIRENG" yang memiliki tubuh besar membawa batu nisan yang cukup besar. Namun ukiran batu tersebut tidak dijadikan batu nisan tgk syiek di paloh, karena sudah ada batu bundar yang disediakan terlebih dahulu untuk nisan. Kemudian batu nisan yang dibawa oleh "PO GENIRENG" ditempatkan di dekat kolam.

Masjid tersebut dipulihkan saat Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR) ditugaskan untuk membangun kembali Aceh setelah gempa dan tsunami 2004. Tapi batu nisan yang dibawa oleh Po Geunireng, kolam dan lainnya belum pernah dipulihkan sepenuhnya. Bahkan pintu masuk makam juga belum diaspal.


Kenduri bulukat (beras ketan) untuk tradisi haul di sekitar makam.

Meski kawasan ini dikelilingi oleh hutan, masih banyak orang yang berziarah. Oleh karena itu adalah kewajiban Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk melestarikan kawasan ini yang merupakan sejarah penting untuk mengetahui generasi bangsa.