Perjuangan Mantan Kombatan
SAYA tidak pernah mengajukan proposal ke dinas-dinas untuk mendapatkan bantuan, dan juga tidak suka main proyek. Kebun lada ini saya kelola dengan modal sendiri, bantuan dari pemerintah hanya bibit lada.
Hal itu diutarakan Aspero (40) atau biasa disapa Pero saat ditemui Analisa di kebun lada miliknya, di Desa Nibong Kecamatan Nibong, Aceh Utara, Selasa (23/1). Mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu menceritakan, dirinya tertarik untuk membudidayakan lada, selain harganya mahal, masa produksi tanaman tersebut juga lama. Selain lada perdu, di kebun seluas 4.000 meter itu juga ditanami lada panjat.
Di sela-sela kesibukannya membersihkan rumput liar pada tanaman lada miliknya, Aspero banyak menceritakan kisah perjalanan hidupnya. Dia mengaku, sebelum kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dirinya kerap terlibat kontak tembak dengan aparat keamanan.
Namun, buku masa konflik telah ditutup rapat-rapat oleh Aspiro, kini dirinya membuka lembaran baru. Pada awal mula terjun ke kalangan masyarakat biasa, Aspiro membuka lembaga pelatihan bahasa Inggris dan bahasa Arab bagi anak keluarga kurang mampu.
Ayah empat anak ini menambahkan, dia mengundang pemateri yang bisa berbahasa Inggris dan Arab untuk megajari anak-anak kurang mampu tersebut. Karena kurang modal, lembaganya itu tidak bertahan lama, dan terpaksa harus ditutup.
Ditutup
“Padahal sudah banyak peserta dari anak keluarga kurang mampu. Karena kurang modal ya harus ditutup. Waktu itu, saya hanya menceritakan pada Pemerintah Aceh Utara, bahkan ada lembaga yang bergerak di bidang ini, kalau mau dibantu ya dibantu, kalau tidak ya juga tidak apa-apa. Saya tidak pernah mengajukan proposal,” kata warga Nibong itu.
Setelah lembaganya tutup, Aspero kemudian banting setir dan terjun ke kebun milik warga setempat dengan luas kurang lebih 4.000 meter. Di kebun itulah Aspero yang sudah menjadi petani lada merajut harapan, agar tanaman lada itu dapat menghidupi keluarganya.
Dia menjelaskan, mulai membudiyakan lada dengan modal Rp8 juta. Uang tersebut dia keluarkan dari kantongnya sendiri. Saat ini tanaman lada itu sudah berumur dua tahun, dan tidak lama lagi Aspero dapat menikmati hasil dari keringatnya itu.
“Mungkin satu tahun lagi sudah bisa panen. Terus terang saya tidak mengerti cara membudidayakan lada, selama ini belajar dari internet, mencari di google cara membudidayakan lada. Saya sangat mengharapkan Pemerintah Aceh Utara untuk memberikan pelatihan cara membudidayakan lada. Selain itu, lada-lada ini juga butuh pemupukan, sehingga bantuan dari pemerintah sangat diharapkan,” ujar pria tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) ini.
Meskipun lahannya itu di lingkungan proyek raksasa, Pertamina Hulu Energi (PHE), Pero mengaku tidak pernah meminta bantuan. Dirinya beralasan malu untuk meminta-minta.
“Saya ingin memperlihatkan hasil kerja, saya tidak tidak mau meminta-minta dengan cara proposal. Saya berharap masyarakat mau membudidayakan lada. Budidayakan lada akan menjaga kesuburan tanah, berbeda dengan tanaman sawit,” tegasnya.
Sumber: http://harian.analisadaily.com
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://harian.analisadaily.com/aceh/news/dari-memanggul-senjata-jadi-petani-lada/493883/2018/01/27
Congratulations @sairipase! You have received a personal award!
1 Year on Steemit
Click on the badge to view your Board of Honor.
Do not miss the last post from @steemitboard:
Congratulations @sairipase! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!