[MENGENAL TOKOH] Keteladan dari Seorang Muhammad Hatta (Bung Hatta)

in #steemit7 years ago (edited)

KETELADANAN DARI SEORANG MUHAMMAD HATTA

Untitled.png

Muhammad Hatta atau yang lebih dikenal dengan Bung Hatta merupakan sosok pahlawan yang patut diteladani oleh generasi muda saat ini. Bung Hatta adalah sosok pemimpin yang dirindukan oleh rakyatnya. Sebagai seorang pemimpin yang dirindukan oleh rakyat tentunya ada berbagai macam hal terbaik yang ada pada diri beliau yang membuat rakyat merasa nyaman dan terlindungi. Bung Hatta memiliki sifat yang jujur serta sederhana. Kejujuran beliau terlihat ketika memimpin berbagai macam perundingan, beliau menolak untuk berlaku curang serta sangat anti terhadap korupsi. Beliau bukan sosok pemimpin yang bergelimang harta serta suka berfoya-foya dengan kedudukannya. Bung Hatta memiliki visi yang tinggi untuk memajukan bangsa ini, visinya yang tinggi bahkan mulai terlihat beliau masih muda. Bung Hatta memilih berjuang untuk kemerdekaan, meskipun harus menhadapi resiko hidup miskin, dipenjara serta diasingkan dari keluarganya daripada hidup bergelimang harta karena bekerja pada penjajah dengan gaji yang besar.

Kisah Bung Hatta ketika menginginkan sepatu Bally. Kisah ini disampaikan oleh sekretaris pribadinya yaitu Bung Iding Wangsa Widjaja. Pernah suatu ketika Bung Hatta sedang jalan-jalan di pertokoan di luar negeri. Beliau sangat mengidamkan sepatu Bally yang dipampang di etalase, sampai-sampai beliau menggunting iklan sepatu tersebut dan menyimpannya di dalam dompet dengan harapan bisa membelinya suatu waktu. Namun sampai dengan akhir hayat beliau belum bisa membeli sepatu tersebut. Guntingan iklan sepatu Bally tersebut masih tersimpan didalam dompetnya. Padahal jikalau beliau mau membeli sepatu tersebut dengan menggunakan kekuasaannya, sangat pasti beliau bisa membelinya. Status beliau sebagai wakil presiden tentunya untuk kebutuhan sepatu merupakan suatu hal yang kecil.

Kejujuran dan keberanian untuk membela yang benar merupakan sikap utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Sosok pemimpin yang jujur dan berani seperti Bung Hatta tentunya bukan lahir dengan sendirinya, namun sosok tersebut tercipta oleh pola bimbingan yang baik dari orang tua terhadap Hatta kecil. Bung Hatta dilahirkan dilingkungan orang-orang baik, dari kecil beliau sudah dididik oleh orang tuanya untuk selalu berkelakuan baik. Kakek beliau merupakan seorang ulama terkemuka didaerahnya, sehingga Hatta kecil menghabiskan sebagian besar waktu kecil untuk menuntut ilmu agama, mengaji bersama kakeknya. Pola asuh yang demikian, menjadikan Hatta kecil tumbuh menjadi Hatta muda yang memiliki kejujuran dan keberanian yang tinggi.

Meneladani Bung Hatta tentunya dapat dilakukan dari berbagai aspek sikap beliau, selain kejujuran, kesederhanaan dan kebenaraniannya. Bung Hatta juga dikenal sebagai tokoh literasi, sejak muda beliau sudah menghasilkan banyak karya berupa tulisan-tulisan yang dimuat di berbagai media pada saat itu. Bung Hatta dikenal sebagai pecinta buku yang sangat luar biasa. Bahkan ketika beliau menjalani hukuman perjara ataupun pembuangan, beliau tidak pernah lepas dari teman sejatinya yaitu buku-buku. Ketika beliau dipenjara di Den Haag (1927-1928), menjalani pembuangan di Boven Digoel, Papua (1934), dan Banda Naira, Maluku (1935), beliau mengabiskan waktunya dengan belajar, membaca, menulis, dan selalu dikelilingi buku. Dia mencerna buku yang dibacanya untuk diadopsi, diadaptasi, atau bahkan disangkalnya secara frontal. (Sumber : Lampung Post, 17 Maret 2012).

Kecintaan Hatta muda terhadap literasi dimulai sejak beliau berumur 21 tahun. Kecintaannya tersebut membuahkan hasil berupa dua tulisan pertamanya yang dimuat di majalah Hindia Poetra edisi Januari 1923 tentang kedudukan ekonomi orang Indonesia yang menyewakan tanah dan Maret 1924 tentang beberapa catatan tentang ordinansi penyewaan tanah di Indonesia. Kedua tulisan tersebut beliau selesaikan dalam waktu sekitar enam bulan lamanya. Selama enam bulan tersebut disamping menyelesaikan tulisannya, beliau juga menyisipkan waktunya untuk membaca berbagai macam buku sebagai bahan dan dasar untuk tulisannya. Bung Hatta dikenal sebagai tokoh kemerdekaan yang paling produktif. Selama berjuang beliau sudah sangat banyak menghasilkan tulisan-tulisan yang mampu membuka cakrawala pemikiran masyarakat di masa tersebut. Kecintaannya terhadap literasi menjadikan beliau disebut sebagai “Penggila Literasi”. Beliau memiliki koleksi buku lebih dari 10.000 judul, baik itu buku-buku klasik maupun modern. Buku-buku tersebut masih terpelihara sampai sekarang termasuk buku-buku yang beliau pergunakan pada tahun-tahun pertama kuliah di Belanda. Kecintaan Bung Hatta terhadap literasi menjadikan beliau sebagai sosok yang cerdas dan tekun sehingga beliau mampu berkarya sampai dengan akhir hayatnya.

Sosok Bung Hatta dengan kecintaan terhadap literasi patutlah diteladani oleh generasi-generasi muda Indonesia saat ini. Mengingat fenomena “tragedi nol buku” yang sedang melanda Indonesia. Hasil studi Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah laporan pendidikan “Education in Indonesia From Crisis to Recovery” tahun 1998, menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa kelas VI sekolah dasar di Indonesia hanya 51,7. Keadaan yang sangat jauh dibandingkan dengan Singapura (74,0), Thailand (65,1) dan Filipina (52,6). Berdasarkan statistik UNESCO pada 2012 indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dalam setiap 1.000 orang, hanya ada satu orang yang mempunyai minat membaca. Dari data tersebut, diperoleh informasi bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangatlah rendah. (Sumber : Satriadharma.com).

Sebuah kisah tentang Bung Hatta kembali mengantarkan kita kepada kehidupan yang sederhana. Setelah beliau turun dari jabatan wakil presiden, beliau hanya menerima uang pensiunan Rp 3.000, jumlah tersebut terbilang sangat kecil bahkan beliau tidak mampu membayar tagihan listrik rumah. Untuk menutupi tagihan listrik tersebut beliau harus menabung dari hasil penjualan tulisan-tulisan. Beliau bahkan menolak diberikan jabatan sebagai komisaris dibeberapa perusahaan nasional dan perusahaan asing termasuk diantaranya tawaran untuk bekerja di World Bank. Bung Hatta mengganggap dirinya tidak mampu bertanggung jawab kepada rakyat jikalau beliau menerima tawaran tersebut. Pensiunan seorang dengan jabatan komisaris sebuah perusahaan tentu setiap bulan akan mendapatkan gaji walaupun tidak bekerja (gaji buta). Itulah menjadi alasan bagi Hatta menolak jabatan tersebut.

Sosok pahlawan kemerdekaan seperti Bung Hatta merupakan salah satu dari banyak pahlawan lainnya yang perlu generasi muda teladani. Bangsa Indonesia yang makmur seperti sekarang ini merupakan perwujudan visi dan misi yang tinggi dari orang-orang besar terdahulu. Tentunya kondisi Indonesia dimasa depan bergantung kepada generasi muda saat ini. Bagaimanapun hebatnya sosok pahlawan dimasa lalu, tidak akan manfaatnya jika tidak diteladani. “Setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya”. Inilah masa dimana generasi-generasi muda saat ini berkarya, memberikan konstribusi yang nyata untuk kejayaan bangsa dan negara sebagaimana yang telah dilakukan oleh Bung Hatta.

(Artikel ini merupakan pandangan penulis berdasarkan kisah dari berbagai sumber)