MATAHARI ITU BERNAMA KISWANTI

Ia adalah seorang kawan yang telah menjadi perempuan paruh baya. Masa kecil yang pernah berada di bawah garis kemiskinan. Di bawah pohon beringin, sesaji sering dipersembahkan masyarakat di daerah Bantul, Yogyakarta, sekitar tahun 1970-an. Perempuan paruh baya itu sering mengambil persembahan tersebut untuk dilahapnya karena lapar tidak pernah kompromi. Kemiskinan memang menjadi kehidupan sehari-hari masa kecilnya. Sebab memiliki seorang ayah yang hanya penarik becak, tidak cukup untuk membiayai lebih untuk sekadar hidup. Ia perlu berusaha keras untuk sekadar berada di dalam kelas sebuah sekolah dasar.

Ia sering mengintip di luar jendela hanya untuk sekadar melihat teman-teman seusianya belajar di dalam kelas. Masa lalu seorang anak yang berada di bawah garis kegetiran, kemiskinan, dan keterhinaan terkadang membentuk mental kuat seiring tumbuh-kembangnya. Seorang anak tersebut pasti bukan orang biasa yang sekali jatuh lalu melenguh. Ia pasti memiliki kemauan tinggi yang jarang dimiliki seorang anak yang seharusnya berada di dalam kelas sebuah sekolah dasar.

Perempuan yang tidak mudah rubuh itu lahir di Bantul, Yogyakarta, 4 Desember 1963 yang diberi nama Kiswanti. Pada masa kanak-kanaknya, ia mengalami kondisi yang tidak semujur dengan teman-temannya. Ia selalu makan sesaji hingga warga khawatir bahwa ia akan jadi orang yang tidak waras karena makan persembahan. Kiswanti yang miskin berpengaruh di sekolah, ia tidak bisa menjadi anggota perpustakaan. Begitulah salah satu kisah yang diceritakannya di depan para tamu dari berbagai negara di atas podium Wadah Global Gathering, Hotel Millenium, Jakarta, 22 – 23 Maret 2018.

Berbagi penemuan dalam hidup yang terang dan gelap di depan para tamu dari seluruh negara ditempuh dalam waktu tidak sekejap. Tidak sebentar pula memiliki kesempatan dapat bertemu dengan orang-orang dari berbagai negara itu. Berbicara di depan tamu yang hadir dari 18 negara, bagi ibu paruh baya ini tidak sekadar sebuah kebanggaan.

Baca lengkap pada tautan: https://raamfest.com/matahari-itu-bernama-kiswanti/