Lesson Learned PART 2

Ada satu artikel yang saya terima tadi pagi dari pesan berantai WhatsApp. Setelah didalami, saya rasa cukup menjawab atau bisa jadi akan ada banyak diskusi dari ini. Mungkin dari teman-teman ada yang bisa membantu memberikan pandangan baru? Karena jujur, diri ini masih cukup awam untuk mendalaminya. Berikut artikelnya.

Bisnis NFT = Bisnis Monyet?

Sebelumnya, agar tidak salah paham, saya perlu menyampaikan bahwa saya tidak menyalahkan NFT sebagai "benda" atau "teknologi". Dari yang saya pelajari, NFT merupakan sebuah teknologi canggih yang sangat bermanfaat, luar biasa, dan perlu kita apresiasi.Yang saya permasalahkan adalah bisnis jual beli NFT-nya.

Maksudnya gimana? Begini:Agar lebih mudah dipahami, saya akan memulai tulisan ini dengan sebuah CERITA ILUSTRASI tentang bisnis monyet, alias MONKEY BUSINESS.

Jadi di sebuah desa terpencil, hiduplah ribuan ekor monyet di hutan liar. Penduduk desa tidak pernah tertarik pada monyet, karena bagi mereka monyet adalah hewan yang tidak ada gunanya. Jadi mereka membiarkan monyet-monyet tersebut berkeliaran di tengah hutan. Suatu hari datanglah seorang pedagang kaya ke desa tersebut. Dia menjumpai penduduk dan berkata, "Kenapa kalian membiarkan monyet-monyet itu berkeliaran bebas di hutan liar? Apa kalian tidak tahu, monyet bisa laku 50rb per ekor jika dijual ke kota?"

Penduduk desa tentu saja kaget mendengar info itu. Monyet ada harganya? Wah... baru tahu nih! Maka penduduk pun segera memburu monyet ke dalam hutan. Mereka menangkapinya, lalu dijual ke pedagang kaya, mendapat bayaran 50rb per ekor. Sepekan kemudian, si pedagang kaya datang lagi dan berkata, "Harga monyet sekarang naik jadi 100rb perekor". Para penduduk pun makin semangat untuk menangkapi monyet dan menjualnya ke pedagang kaya. Pekan demi pekan pun berlalu. Harga monyet semakin naik. Dari 100rb menjadi 500rb, naik lagi jadi 1 juta, lalu 2 juta, 3 juta.... hingga akhirnya Rp 4 juta perekor. Para penduduk pun makin semangat menangkapi monyet dan menjualnya. Namun karena jumlah monyet sangat terbatas, akhirnya "stok" pun habis. Seluruh monyet di hutan liar telah habis terjual. Para penduduk jadi bingung, terutama karena si pedagang kaya menginformasikan bahwa harga monyet saat ini adalah Rp 5 juta perekor.

"Silahkan kalian cari monyet ke desa lain. Kan lumayan, harganya kini 5 juta," ujar si pedagang.
"Oh ya," lanjutnya, "Saya besok mau pergi ke luar kota. Nanti kalau saya balik, semoga sudah ada monyet yang bisa saya beli dari kalian. Rp 5 juta perekor". Lalu si pedagang pun pergi. Setelah itu, seorang asistennya mendatangi para penduduk dan berkata, "Saya punya banyak stok monyet nih. Coba kalian beli. Harganya Rp 3 juta perekor. Nanti kalau bos saya balik ke sini, kalian jual 5 juta. Kan lumayan, untung 2 juta perekor". Para penduduk sangat tergiur mendengar ucapan itu. Mereka pun ramai-ramai membeli monyet dari si asisten. Yang punya uang tentu bisa langsung membelinya. Yang tidak punya uang, mereka terpaksa jual tanah, jual kendaraan, bahkan jual rumah, agar bisa membeli monyet-monyet tersebut. Dalam waktu singkat, monyet-monyet tersebut pun ludes terjual. Setelah itu, si asisten pergi, tak pernah kembali lagi. Si pedagang kaya pun tidak pernah muncul lagi di desa tersebut.

Maka para penduduk pun NANGIS DARAH. Sebab mereka kini memiliki banyak "stok" monyet, tapi tidak jelas apa manfaatnya. Mau dijual pun, tidak ada yang beli. Monyet kembali menjadi hewan yang tidak ada harganya, sama seperti sediakala.