Asrama Jejaka Nomor 69 Ternoda dalam Cinta – Bagian 2
Tokoh sadar diri dengan menepi dan tak kembali ke hadapan Kurniawan. Ia menjalankan tugas sebaik mungkin di Asrama Nomor Sekian. Ia tak punya nyali untuk menyatakan cinta kepada Kurniawan yang kerap datang dalam mimpinya. Ia bahkan sering tidak tidur karena dibayangnya hanya Kurniawan seorang yang muncul. Secara diam-diam ia mengamati tidur Kurniawan dari jauh dan berharap pria itu mengubah pendiriannya. Paling tidak, ada sisa sedikit waktu Kurniawan untuk bersamanya.
Ia akan mendekap erat pelukan Kurniawan apabila kesempatan itu tiba. Tentu saja ia tak akan meminta berhubungan badan seperti orang lain di asrama ini. Ia hanya ingin dibelai dan dimanja saja. Kasih sayang berlimpah lebih dari cukup untuknya bersama Kurniawan. Ia tahu, bahkan Kurniawan juga tahu mereka yang sering nonton film porno mempraktikkan perbuatan dari film di kamar, di kamar mandi bahkan di lorong-lorong sepi. Tak ada yang protes. Tak ada yang menolak karena mereka hanya melihat tubuh atletis saja tiap waktu. Mungkin tak ada cinta, tetapi napsu telah mengalahkan cinta.
Tokoh berani bertaruh untuk itu. Ia mencintai Kurniawan. Sakit hatinya. Perih jiwanya begitu melihat Kurniawan dipeluk orang lain tanpa perlawanan. Ia tak pernah bisa menghalau tangan-tangan itu menarik Kurniawan ke dalam pelukan mereka. Ia tahu tak ada cinta. Ia tahu itu hanya pelampiasan belaka karena di sini tak ada wanita. Ia paham hanya liburan musim panas mereka baru terbebas. Itupun jika mereka ingin bebas, ataukah hanya mengulang kisah terenak selama di asrama.
Mereka tak akan rugi apa-apa. Pria dan pria yang saling tatap saja.
Tokoh tak membawa napsu untuk memiliki Kurniawan. Ia membawa cinta. Kurniawan tak pernah mau melihat itu darinya. Kurniawan terlanjur melihat dengki dari dalam dirinya. Ia tak pernah sudi Kurniawan direngkuh keperjakaannya oleh orang lain yang terlampau sering berbuat itu dengan yang lain. Bahkan, si penjaga Asrama Nomor Sekian sering mengiring yang ganteng-ganteng ke kamarnya.
Ia meraung sejadi-jadinya. Tak pernah ikhlas jika Kurniawan direnggut oleh orang lain dari sisinya. Ia mengejar ke mana Kurniawan pergi. Ia mencari-cari wangi tubuh Kurniawan. Ia mengendus-endus sosok Kurniawan di mana-mana. Dan langkahnya terhenti pada satu lorong sepi. Gelap malam telah tiba. Hanya lampur temaram. Di sana, Kurniawan dan seorang pria atletis berdiri saling berhadapan.
“Kamu tahu isi hatiku, Kur?”
“Soal apa?” jawaban Kurniawan selalu sinis. Tokoh cukup senang. Ternyata Kurniawan tidak hanya cuek kepadanya saja.
Si pria atletis itu menatap buas pada Kurniawan. Kurniawan malah sebaliknya, menunduk saja. Pria atletis itu lebih tinggi sepuluh centi dari Kurniawan sehingga mudah menekuk apabila Kurniawan menolak ajakan itu.
Ilustrasi
“Ayolah, Kur. Kamu tahu kita sangat terluka di sini. Have fun saja. Anggap ini sebagai pemanis kisah asrama kita!”
“Aku tak suka itu,”
“Kamu terima saja yang kuberikan, nanti kamu akan suka…,” pria atletis itu mengerling dengan jalang ke arah Kurniawan. Tampaknya Kurniawan akan luluh pada pria atletis itu. Tokoh tak mungkin bertahan dalam persembunyiannya terus-menerus. Ia harus bertindak sebelum kejantanan pria atletis itu menghujam halusnya bulu di tubuh Kurniawan.
“Sabar saja, sayang…,” bisik pria atletis itu. Napasnya mengendus-endus di bagian leher Kurniawan. Kurniawan memejamkan mata. Tangan kanan pria atletis itu membelai wajah Kurniawan yang menengadah ke atas. Tangan kiri pria atletis itu membelai-belai dan meremas-remas paha Kurniawan. Bibir mereka hampir bertemu.
Tokoh berlari sekuat tenaga. Ia tak akan membiarkan Kurniawan jatuh dalam permainan pria atletis itu. Ia mencintai Kurniawan karena ia cinta. Tak ada kata lain selain itu. Tak ada pengorbanan lain selain menghalangi orang lain berbuat jahat kepada orang yang dicintai.
Tokoh melompat. Tinggi sekali. Menurutnya sendiri. Kedua tangannya berusaha meremas. Mulutnya terbuka lebar. Sekali hentakan, pria atletis itu berteriak histeris.
“Kucing gilaaa!!!” pria atletis itu kesakitan. Zakarnya telah dicakar dan digigit si Tokoh, seekor kucing berbulu lebat, berbadan besar, penjaga lain di Asrama Nomor Sekian.
Wajah Kurniawan pias. Ia seperti baru sadar dari sesuatu yang mengerikan. Dengan langkah terburu-buru ia meninggalkan lorong gelap itu. Ia merasa telah terhipnotis oleh temannya sendiri.
“Kur…, tunggu,” pria atletis itu mengejar Kurniawan dengan tertatih-tatih. Kurniawan berlari sekuat tenaga. “Kurrrr….,”
Jerit pria atletis itu menganga.
“Lagi-lagi kamu yang menghalangiku!” bentak pria atletis itu pada si Tokoh. “Kamu tahu, pria tampan seperti itu susah diajak kencan!”
Rasain! Teriak Tokoh dalam hati.
Waktu itu adalah kesempatan berharga untuk Tokoh. Ia yakin sekali, mulai besok, atau kapan hati Kurniawan melunak, pria itu pasti akan sayang kepadanya!
***
Posted from my blog with SteemPress : http://ceritapria.xyz/2018/08/asrama-jejaka-nomor-69-ternoda-dalam-cinta-bagian-2
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://www.bairuindra.com/2016/04/kisah-asrama-jejaka-nomor-sekian.html