Refleksi kebudayaan Aceh
Kebudayaan kata dasarnya adalah budaya atau budhaya dalam bahasa Sangskerta yang artinya kebiasaan sehari-hari. Dalam agama Budha budaya adalah bentuk ritual atau pemujaan, karena bentuk jamak dari budhaya adalah budhi atau budha.
Karena memang dulunya agama di nusantara adalah Hindu atau Budha, maka bisa dipastikan segala bentuk kebiasaan masa lampau yang diangkat menjadi budaya tidak bisa lepas dari kedua agama tersebut.
Memang andai kita buka pikiran dan berpikir jernih kebudayaan yang ada sekarang tidak terlepas dari trail masa lampau seperti buat serabi (tet apam dalam bahasa Aceh), atau khenduri jurong yang menjadi kebiasaan di beberapa tempat di Aceh, atau khenduri laut dibeberapa tempat di nusantara sebagai bentuk pemujaan untuk dewa laut, mungkin saya tidak menyebut peusijuk (tepung tawar) sebagai budaya karena takut didebat dengan tumpukan dalil dan hadis. Kesemuanya merupakan budaya walaupun sekarang mungkin maknanya sudah bergeser.
Melestarikan budaya adalah salah satu bentuk penghormatan untuk leluhur, yang namun bentuk keyakinan leluhur kita dulu sangat berbeda dengan keyakinan kita sekarang, sehingga kita harus memilah bentuk-bentuk budaya yang tidak menggerus nilai-nilai keimanan.
Yang menjadi aneh di beberapa tempat khususnya di Aceh, "peh rapai dan seudati" malah dilarang oleh tokoh agama, padahal kedua kesenian tersebut mempunyai nilai estetika yang tinggi dan mempunyai pesan mendalam, rapai adalah bentuk kesenian yang menumbuhkan semangat patriotisme, apalagi rapai debus adalah tempat mempraktekkan ilmu kebal yang sangat diperlukan dalam sebuah peperangan.
Sedang seudati adalah bentuk tarian dansa yang gemulai diiringi syair yang mempunyai nilai sastra. Kedua kesenian tersebut hampir pudar bahkan di sebahagian tempat dilarang untuk dimainkan, sedang peusijuk dan tet apam malah dilestarikan bahkan dibuat kontest, entah dari mana dalilinya sehingga bisa tertukar tempat dan hukumnya.
Nah, dengan moment Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) yang sedang berlangsung di Banda Aceh mari kita rawat dan lestarikan budaya yang cocok dan meninggalkan budaya yang menggerus keimanan kita sebagai muslim. Dan jangan-jangan pula latah mengambil kebudayaan luar sebagai budaya kita, sehingga ke depan tidak ada lagi kabupaten di Aceh dalam PKA yang memamerkan televisi zaman dulu, yang dianggap sebuah kebudayaan.
Wassalam Posted from my blog with SteemPress : https://bagbudig.xyz/refleksi-kebudayaan-aceh/
budaya yg tdk melanggar syari'at bs sj di kestarikan, tp knpa ada yg mlrang? itulh org2 yg sdh termakn ideologi asing, sperti adt prancis dlm sbuah pesta,
adat sndiri sdh di kebiri
Benar sekali akhi