Pengalaman dan Kesan Pertama Tugas ke Aceh Singkil
November 2017, aku menerima surat perintah yang menugaskanku ke sebuah tempat yang masih asing bagiku, yaitu Aceh Singkil. Sebagai Tenaga Profesional Pemberdayaan Masyarakat, aku dihadapkan pada tantangan baru sebagai Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI) di Kecamatan Suro. Keputusan ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk ku terima, karena itu berarti harus meninggalkan anak istriku di Krueng Geukuh, Aceh Utara yang terletak jauh di pesisir timur Aceh.
Perjalanan menuju ke Aceh Singkil lumayan melelahkan. Dengan menggunakan mobil, aku harus melewati jalur timur jalan Banda Aceh – Medan, yang membentang sejauh 600 kilometer. Waktu tempuhnya bisa mencapai 14 jam, melewati kota Medan dan beberapa daerah dalam provinsi Sumatera Utara, melalui jalan-jalan yang menyuguhkan pemandangan yang tak pernah kusaksikan sebelumnya. Tetapi, ada juga opsi perjalanan melalui jalur barat melalui Banda Aceh yang lebih panjang, dengan jarak sekitar 900 kilometer dan waktu tempuh sekitar 18 jam. Ketika mempertimbangkan perjalanan ini, aku merasa sangat terbebani dengan pemikiran tentang jarak yang harus aku tempuh dan perasaan keterasingan yang mungkin akan aku alami di tempat yang baru.
Namun, setelah melakukan pertimbangan yang matang, aku memutuskan untuk menerima tugas ini. Aku kuatkan hati dan siap menghadapi tantangan yang menunggu di Aceh Singkil. Saat tiba di sana, kota ini terasa benar-benar baru bagiku. Aku merasa seakan-akan berada di dunia yang berbeda, dengan budaya dan lingkungan yang tak pernah aku temui sebelumnya. Aku hanya dibekali nomor telepon seorang atasanku untuk bisa kuhubungi saat sampai disana.
Meskipun pada awalnya aku merasa canggung dan takut tak bisa beradaptasi dengan kehidupan masyarakat di sana, namun tak butuh waktu lama aku segera merasakan keramah tamahan penduduk setempat. aku menyadari betapa orang-orang di Aceh Singkil sangat terbuka dan selalu siap menerima orang baru yang datang ke daerah mereka. Mereka dengan senang hati menjelaskan keunikan budaya mereka, mengenalkan tempat-tempat penting, dan memberikan informasi yang aku butuhkan untuk memulai pekerjaanku.
Kesan pertamaku saat tiba di Aceh Singkil adalah keunikan alamnya yang sangat memukau. Aku sangat tertarik dengan keindahan pemandangan dari Rawa Singkil dan begitu penasaran untuk bisa menjelajahinya. Menurut keterangan dari seorang warga yang kutemui di sana, Rawa Singkil adalah sebuah area Suaka Margasatwa yang termasuk ke dalam kawasan ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser. Rawa Singkil juga menjadi habitat dari beberapa satwa langka seperti Harimau Sumatera (Panthera Tigris), Orang Utan Sumatera dan Buaya. Singkil daratan juga memiliki beberapa pantai yang indah, namun daya tarik utamanya adalah keindahan pantai dengan pasir putihnya yang banyak terdapat di Pulau Banyak. Daerah ini juga dikenal dengan keanekaragaman hayati yang melimpah, dengan hutan hujan tropis yang masih terjaga dengan baik.
Tak hanya alamnya, aku juga terkesan dengan keragaman budaya yang ada di Aceh Singkil. Penduduknya memiliki adat dan tradisi yang kaya, yang masih dijaga dengan erat. Aku mendapatkan kesempatan untuk mengenal lebih dekat kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, termasuk kegiatan-kegiatan mereka dalam bidang pertanian, kerajinan tangan, dan seni tradisional. Setiap interaksi dengan penduduk setempat membuatku semakin berbaur dan mulai betah berada di sana.
Perjalanan pertamaku ke Aceh Singkil mungkin dimulai dengan berat hati, namun pengalaman dan kesan pertamaku setelah tiba di sana telah mengubah pandanganku. Meskipun awalnya terasa asing, tapi setelahnya aku merasa dihargai dan diterima oleh masyarakat dengan ramah. Keindahan alam yang memukau dan keragaman budaya yang kaya telah membuatku jatuh cinta pada tempat ini. Aku lebih bersemangat untuk menjalankan tugasku sebagai Pendamping Desa dan berharap bisa memberi kontribusi yang berarti dalam membangun Aceh Singkil. Itulah sedikit kisah dan kesanku saat pertama sekali ditugaskan ke Aceh Singkil.