EXPEDISI LINTAS PESISIR TAPSEL - MADINA TAPANULI SELATAN
Minggu 17 juni 2018, bergerak meninggalkan kota Padangsidimpuan pukul 10 pagi. Bergerak menyusuri jalanan aspal. Tujuan pertama kami adalah Danau Siais. Sebuah danau yang terakhir kali saya kunjungi tahun 2012 silam. Kali ini saya mencoba jalur yang berbeda. Yaitu lewat Angkola Selatan. Jalanan pada jalur ini sudah lumayan baik. Hanya tersisa jalan sepanjang +/- 10 km yang buruk, berupa bebatuan lepas. Jalur buruk ini berada di sekitar Desa Bukkas. Selebihnya, jalanan aspal dalam kondisi mulus.
Sekitar pukul 12 kami tiba di Danau Siais. Beberapa kali berhenti pada poin-poin yang memiliki pemandangan elok sembari memgambil foto/video. Jam 1 siang, kami memutuskan untuk istirahat di pinggir danau. Ada sebuah daerah yang menarik perhatian saya. Berupa rawa yang di tumbuhi pepohonan serupa bakau. Kompor di nyalakan, air direbus tersuguhlah si hitam pahit. Tidak langsung makan, melainkan memancing. Tak tahan oleh godaan ikan yang membuncah air rawa di hadapan kami. Terus mancing, hingga lapar mulai terasa. Sudah jam 1.30 siang rupanya. Setelah istirahat beberpa saat pasca makan, pukul 2 siang kami lanjutkan perjalanan ke arah barat.
Kami melanjutkan perjalanam menuju pantai. Tak seberapa jauh setelah melintasi perbatasan kabupaten Tapanuli Selatan dengn Mandailing Natal, kami di suguhkan dengan pemandangan di sisi kanan jalan yang sangat indah. Rawa-rawa dengan gundukan tumbuhan rawa kontras dengan latar belakang pegunungan. Sungguh sangat indah alam ini.
Setelah puas mendokumentasikan keindahan alam tersebut, kami melanjutkan perjalanan melintasi jalan lebar berkerikil. Ya, jalan ini belum sepenuhnya selesai di kerjakan. Terlihat alat berat, truck besar dan drum-drum aspal di sisi jalan. Tampaknya proses pembangunan sedang berlangsung dan saat ini terhenti sementara karena pekerja sedang libur lebaran.
Tak berapa lama, sepeda motor yang saya kendarai susah untuk di kendalikan. Setelah berhenti sejenak untuk memeriksa. Ternyata ban belakang saya kempes. Bocor ternyata karena saya memacu kendaraan cukup kencang di jalanan berkerikil tajam ini. Apa mau dikata, tak ada pilihan lain selain memaksa tetap mengendarai sepeda motor dengan kondisi tersebut sembari berharap ada sebuah tempat tambal ban. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Di kanan jalan setelah sekitar 10 km, ada sebuah tempat tambal ban. Walaupun harus menunggu sang pemilik datang setelah di panggil oleh kerabatnya. Ban selesai di tambal, dan kami siap melanjutkan perjalanan menuju sebuah pantai yang bernama pantai Batu Badaun. Sebuah tempat yang di rekomendasikan oleh pemilik tambal ban saat kami mengobrol. Terletak sebelum memasuki desa Sikapas. Dan tiba di pantai tersebut pukul 5 sore.
Setibanya disana, begitu banyak pengunjung di musim liburan ini. Kami membaur dan menjelah pantai tersebut sembari mencari objek photo. Di pinggir pantai, ada sebuah tebing batu yang berhadapan langsung dengan pulau batu karang. Naik ke atas, dan wow, pemandangan pantai dari atas sini sangat indah. Garis pantai melengkung dan lautan lepas berbatas horizon sangat sedap di pandang mata.
Kami bersepakat untuk bermalam di pantai ini. Mencari tempat aman dari air pasang untuk mendirikan tenda. Sekitar pukul 6 sore, barulah kami mulai mendirikan tenda. Menunggu saat satu persatu pengujung lainnya meninggalkan pantai. Sengaja kami memilih waktu tersebut agar tidak menjadi perhatian banyak orang saat kami membuka tenda.
Tenda berhasil berdiri dengan perbaikan darurat pada frame yang rusak beberapa ruasnya. Tampak langit berubah warna menjadi jingga. Karena petang itu langit kurang jernih, saya tak mau membuang kesempatan untuk mendokumentasikan pertunjukan alam saat mentari terbenam tersebut. Benar saja, sunset hanya berlangsung singkat saja. Sesaat kemudian perlahan mentari terbenam di balik awan hitam tak telihat lagi hingga berada di bawan horizon.
Malam yang cerah bertabur bintang, kami berencana untuk menysuri garis pantai malam itu. Berharap bisa bertemu dengan penyu yang sedang beetelur di pantai. Namun apa lacur? Tak berapa lama Setelah makan malam, angin laut mulai berhembus semakin lama semakin kencang. Di barengi dengan deburan ombak di pantai yang kian besar. Tak berapa lama hujan mulai turun. Ah, sial, rencana buyar. Jadilah malah itu kami hanya berada dalam tenda. Bertahan dalam tiupan angin kencang yang membuat tenda bergoyang dan mematahkan beberapa frame tenda. Jadilah layer luar menyatu dengan layer dalam sehingga air hujan mulai masuk menetes ke dalam tenda. Sungguh tak nyaman dengam kondisi demikian. Hingga larut malam keadaan seperti itu. Hingga mata terlelap dalam buaian suara angin, hujan dan deburan ombak.
Pagi hari, kami hanya sarapan secangkir kopi ditemani biskuit. Cukuplah sekedar mengisi perut hingga nanti siang. Pagi itu tak banyak aktivitas yang bisa kamo lakukan. Hanya berjalan-jalan di pantai mengambil dokumentasi di beberapa spot. Lantas kami memutuskam untuk membongkar tenda, berkemas dan melanjutkan perjalanan.
Jalan aspal mulus nan minim kelokan kami lalui. Berkendara sejajar dengan garis pantai, dan beberapa rumah mulai terlihat hingga berjumpa dengan pemukiman. Desa Sikapas, kami telah tiba di desa terebut. Sebuah desa pesisir pantai. Selepas melintasi desa tersebut kami memasuki jalan yang pada kanan dan kirinya membentang perkebunan kelapa sawit. Sesekali perkebunan sawit tak telihat berganti dengan hutan bakau pada beberpa sungai yang kami lalui.
Pada satu tempat saat melintas jembatan. Kami melihat hutan mangrove yang membentang sepanjang sungai. Di bawah jembatan, terlihat seseorang yang sedang memancing. Saat itu terpikir untuk mendekat dan bergabung dengan pemacing tersebut. Setelah basa basi sebentar, kami di izinkan untuk beegabung setelah di ajarkan beberapa trick untuk memancing di sungai air payau ini. Ikan sepat dan udang air tawar dalam keadaan hidup di gunakan sebagai umpan. Taraaaa, joran tersentak kencang. Di bawah sana ada ikan yang terkait pada kail. Kuatnya tarikan menandakan ini ikan berukuran cukup besar. Sekitar setengah jam usaha keras menggulung hingga ikan mulai minim perlawanan. Dan mulai tampak warna dan bentuk saat melompat di permukaan air sungai Kengnam. Wow, besar cuy!. Bapak tadi mengatakan itu adalah ikan GT, belakangan baru saya tahu bahwa GT adalah singkatan dari Giant Travelly/Ikan Kuwe (Charanx ignobilis). Jenis ikan buruan para pemancing. Di jelaskannya, ikan ini memang sering naik ke sungai payau saat air pasang. Jarak ke muara sungai memang cukup dekat, tidak sampai 1 km.
Puas dengan itu, kami melanjutkan perjalanan. Oleh bapak ini, kami di sarankan untuk singgah di pantai Batu Rusa. Sebuah pantai yang ramai si kunjungi wisatawan dan berombak cukup tenang. Hanya berjalan sekitar 2 km, kami tiba di pantai Batu Rusa.
Sangat ramai dengan pengujung dan banyak penjajah makanan di kios-kios kecil tepi pantai. Lapar sudah mulai terasa. Miso panas dengan extra sambal saya rasa tepat untuk siang ini. Ntah kenapa kurang selera makan nasi siang ini. Usai makan siang, gelar matras di tepi pantai tepat di bawah batang pohon kelapa. Segelas kopi menemani. Terbuai dengan alunan ombak dam semilir air laut. Terpejam mata ini hampir sekitar 30 menit. Terbangun karena rintak air hujan mulai mengguyur bumi. Jadilah kami berteduh di kios salah satu penjajak makanan menunggu hujan reda.
Setelah huja reda, kami lanjutkan perjalanan. Kali ini menargetkan Natal sebagai tujuan. Masih menyusuri jalan di yang sejajar dengan garis pantai. Beberapa kali berhenti di tempat-tempat dengan pemandangan bagus. Antara lain dermaga, tempat perahu-perahu nelayan bersandar. Sebuah pemukiman khas nelayan. Dimana tampak aktivitas khas pesisir seperti memperbaiki perahu, jala/jaring dan lain sebagainya.
Setelah menempuh perjalanan dengan kondisi jalan yang pada sebaghagian ruas berlubang tibalah kami di Natal, sebuah kota kecil di pesisir pantai. Ibu kota kecamatan Batang Natal. Dalam catatan sejarah, Natal beberpa lali di sebut. Di samping nama pelabuhan Batahan yang pada jaman dahulu merupakan pintu masuk arus perdagangan kuno menuju daratan sumatera.
Kami sempat singgah sore itu setibanya di sana di pantai Natal. Bertemu dengan seorang teman atau lebih tepatnya senior di dunia konservasi alam. Obrolam ringan hingga ke arah serius meliputi tentang pantai Natal dan daerah sekitarnya. Maksud hati hendak bermalam di pantai ini. Namun tenda kami rusak di hajar badai kemarim malam. Sudah berusaha meminjam tenda kesana-kemari namun belum Beruntung. Rata-rata tenda yang ada mengalami kerusakan yang sama dengan punya kami. Yaitu framenya yang sudah patah. Memang sampai sekarang saya dan teman-teman di PA belum tai trik yang baik untuk mengakali frame yang rusak. Itulah sebabnya banyak tenda yang sudah tak terpakai lagi karena frame yang rusak.
Pukul 17:30 sore, kami pamitan untuk melanjutkan kembali perjalanan. Kali ini heading menuju kota Panyabungan untuk selanjutmya melanjutkan ke Padangsdimpuan. Jalanan do sepanjang kecamatan Batang Natal ini kondisinya parah. Banyak lubang-lubang besar yang mengharuskan konsentrasi tingkat tinggi. Kalau di jalan sebelumnya kami bisa memacu sepeda motor hingga 120 km/jam di sini harus lebih sering memainkan tuas kopling dan rem. Silap sedikit, terjerembab ke lubang.
Kami terus memacu sepeda motor hingga baru berhenti untuk beristirahat di Penatapan Sopo Tinjak. Segelas kopi dan snack menemami cuaca hujan nan dingin. Sekitar satu jam kami beristirahat untuk sekedar meluruskan pinggang dan mendinginkan bokong. Faktor umur sudah ketara, dahulu dalam berbagai perjalnana petualangan, mengendarai sepeda motor 4-5 jam nonstop masih sanggup. Sekarang sudah tak seperti itu lagi. Tapi Alhamdulillah, jiwa petualangan masih belum surut dna belum ada rencana untuk pensiun (semoga tidak akan pernah).
Heading menunju panyabungan, sekitar satu jam tibalah kami di kota panyabunga. Arus lalu lintas sangat padat di jalan lintas sumatra ini. Arus mudiklah penyebabnya. Karena cuaca yang kurang bersahabat alias hujan. Kami beristirahat di sebuah mesjid yang banyak di singgahi pemudik untuk beritirahat. Sempat tidur-tiduran hingga hujan reda sekitar pukul 23.30 barulah kami melanjutkan perjalman pulang menunu Padangsidimpuan. Dan akhirya tiba do kota tercinta sekitar pukul 1 dini hari. Barulah setelah bersih-bersih badan, saya membanringkan tubuh nan lelah ini. sembari mengingat perjalanan yang baru saya lakukan. Bibir terkembang senyum, merasa puas dengan petualang kali ini. Angan yang dari dulu di citakan sudah terbayar lunas. Rasa penasaran sudah sirna. Syukur alhamdulillah saya mengucap dalam hati telah diberi kesempatan untuk menikmati alam dengan sejuta keindahannya ini.
Demikian sejumput cerita yang saya alami kali ini. Sebuah kisah petualangan dengan banyak arti dan warna. Sepulanh dari sini, pada postingan saya di medsos tentang perjalanam ini banyak orang-orang yang bertanya tentang segala hal. Beberapa orang meminta petunujul jalan ingin melakukan perjalana yang sama dengan apa yang saya lakukan. Alhamdulillah, bisa menjadi referensi tujuan perjalanan buat kawan-kawan semua. Di kolom komentar di bawah, saya menyediakan ruang diskusi apabila ada kawan-kawan pembaca. Saya akan proaktif menjawab komentar-komentar yang masuk. Teruslah berpetualang kawan. Agar banyak yang bisa kau ceritakan nanti pada anak-anakmu tentang tempat-tempat yang pernah kau datangi. Jiwa petulang itu harus di tularkan!
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://bocahrimba.wordpress.com/
Congratulations @insideeesteem! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Congratulations @insideeesteem! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!