Sejarah Marinir Amerika Membombardir Aceh #Bagian 1

in #story7 years ago

Amerika pernah menjalankan The Gun Boat Diplomacy dengan Aceh. Dari persoalan dagang berubah menjadi perang. Aceh tak punya kesempatan membela diri, karena kesalahpahaman dan provokasi Belanda membuat Amerika memerangi Aceh.

Sejarah perang Aceh dengan Amerika ini saya dapat dalam buku Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh. Buku yang ditulis oleh M Nur El Ibrahimy ini, diterbitkan oleh Gramedia Widisarana Indonesia (Grasindo), Jakarta, 1993.

Dalam buku itu, M Nur El Ibrahimy menjelaskan, persaingan dagang antar negara-negara barat di Aceh, membuat Aceh kenak getahnya, malah menjadi bencana. Belanda yang sudah lama bercokol di nusantara, berhasrat menaklukkan Aceh. Caranya, Aceh harus dikacaukan. Reputasi Aceh harus luntur di mata internasional.

Bagi Belanda, hubungan dagang yang baik antara Aceh dengan Amerika dan beberapa negara Eropa, dianggap akan menjadi penghalang upaya penaklukkan Aceh. Pemerintah Kolonial Belanda di Batavia tak akan membiarkan kemesraan itu berlangsung lama.

Mereka paham betul, hubungan baik Aceh dan Amerika yang sudah terjalin sejak 1789, harus dipecahkan. Padahal masa itu, puluhan kapal dagang dari Amerika setiap tahun merapat di berbagai pelabuhan Aceh untuk membeli rempah-rempah.
diplomasi kerajaan aceh.jpg
Buku Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh karya M Nur El Ibrahimy

Maskapai dagang Amerika Serikat datang dari kota-kota pelabuhan seperti Salem, Boston, New York, Beverly, Philadelphia, Marlbehead, New Bedford, Baltimore, Gloucester, Newbury Port, Fall River, dan Pepperelborough.

Kebanyakan maskapai Amerika itu, menjalin hubungan dagang Aceh melalui pelabuhan-pelabuhan di seberat barat-selatan Aceh, mulai dari Tapaktuam, Samadua, Teluk Pauh, Meukek, Labuhan Haji, Manggeng, Susoh, Kuala Batu, Sunagan, Meulaboh, Bubon, Woyla, Panga, Sawang, Rigaih, Legeun, Babah Weh, Onga, dan Daya.

Dari semua pelabuhan itu, kekacauan yang berujung perang itu terjadi di Pelabuhan Kuala Batu, Susoh. Padahal selama setengah abad sudah hubungan dagang itu tak pernah terjadi insiden. Hubungan baik ini berjalan hingga tahun 1831. Setelah itu, karena harga lada di pasar internasional merosot, jumlah kapal Amerika yang singgah di pelabuhan-pelabuhan Aceh sudah berkurang.

Meski demikian, maskapai dagang Friendship tetap menjalankan misi dagannya ke Aceh. Maskapai ini merupakan milik Silsbee, Picman, dan Stone. Kapal ini dinahkodai oleh Charlea Moore Endicot, seorang nahkoda yang sudah sering ke Aceh.

Mereka kembali tiba di Aceh pada 7 Februari 1831, dan merapat di pelabuhan Kuala Batu. Tragisnya ketika Endicot dan para awak kapan Friendship berada di daeratan, kapal itu dibajak sekelompok orang. Inilah awal petaka retaknya hubungan dangan Aceh dengan Amerika.

Meski, kapal Friendship itu kemudian dapat dibebaskan dari perompak oleh beberapa kapal dagang Amerika yang berada di perairan Kuala Batu, namun citra Aceh sudah tercoreng. Apa lagi kapal Friendship mengalami kerugia sekitar US$ 50.000,00 dari peristiwa itu, tiga orang anak buah kapal tersebut juga tewas.

Berbagai spekulasi kemudian muncul, terkait latar belakang peristiwa pembajakan tersebut. M Nur El Ibrahiny menjelaskan, ada empat pendapat yang berbeda tentang peristiwa itu.

Pertama, peristiwa itu dianggap hal yang biasa terjadi dalam masyarakat yang tidak beradap. Tuduhan Aceh tak beradap ini sejalan dengan upaya Belanda untuk merusak reputasi Aceh di mata internasional. Hal ini kemudian dibantah dengan jawaban sederhana dari Aceh. Seandainya anggapan itu benar (Aceh tidak beradap), mengapa selama setengah abad lalu sudah hubungan dagang itu tak pernah bermasalah?

Kedua, apa yan terjadi di Kaula Batu merupakan puncak dari kekecewaan terhadap Amerika. Pasalnya, pedagang Amerika sering mengakali timbangan, sehingga pedagang Aceh merasa dirugikan. Hal ini diketahui setelah lada yang dibeli dari Aceh seberat 3.986 pikul, tapi ketika dijual ke Amerika menjadi 4,538 pikul.

Pemalsuan timbangan ini dilakukan oleh pedagang Amerika dengan cara, sebuah skrup yang dapat dibuka di dasar timbangan diisi 10 hingga 15 pon timah, sehingga dalam satu pikul lada Aceh, dikibuli sebanyak 30 kati.

Ketiga, perompakan itu diduga dilakukan oleh para penghisap madat (narkoba). Mereka putus asa karena hilangnya pekerjaan akibat merosotnya harga lada. Dampaknya, mereka melakukan kejahatan perompakan di pelabuhan Kuala Batu.

Keempat, dan ini alasan yang paling dekat dengan kebenaran, peristiwa perompakan di pelabuhan Kuala Batu itu terjadi akibat provokasi Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda di Batavia ingin menciptakan suasana tidak aman di perairan Aceh. Hal ini kemudian terbukti dengan keluarnya pernyataan Belanda bahwa perairan Aceh dipenuhi oleh para perompak. Dan Kerajaan Aceh dinilai Belanda tidak mampu melindungi kapal-kapal maskapai asing yang berlayar di perairan Aceh.

M Nur El Ibrahimy mengungkapkan, untuk tujuan memecahkan hubungan baik Aceh dengan Amerika ini, Belanda mempersenjatai sebuah kapal rampasan, memasang bendera Aceh dan membayar kelompok Lahuda Langkap merompak kapal Friendship di Kuala Batu pada 7 Februari 1831.

Kasus kapal Friendship kemudian menjadi pembicaraan di Amerika. Mereka mengirim kapal perang Potomac, kapal induk angkatan laut Amerika pada masa itu, Aceh akan diperangi.
USS Potomac.jpeg
Kapal Perang Amerika Serikat USS Potomac [Sumber: Wikipedia]

Sort:  

8 bulan yang lalu saya bersama rekan2 melakukan ekspedisi ke seluruh muara sungai pantai barat dan selatan Aceh yang diyakini pernah fungsikan sebagai pelabuhan pengekspor komoditas lada hitam Aceh ke Amerika dan Eropa. Wilayah pantai barat dan selatan Aceh dikenal dengan pepper coast (pantai lada).

Screenshot (154).jpg

THE WEST COAST OF SUMATRA FROM Analaboo to Sinkel, PRINCIPALLY from ACTUAL Survey by C.M.ENDICOTT., Salem, Mass., 1833.
Diterbitkan oleh Whipple & Lawrence, oleh kartograf: C [harles] M. Endicott.
Source: bostonraremaps

Charles M. Endicott (1793-1863) was born in Danver, Massachusets but for much of his life was resident in Salem. He spent the better part of 20 years engaged in the Sumatran pepper trade, first as a supercargo and later as a master, and made use of his voyages to survey the difficult northwest coast of the island. His first contributions to a published chart were corrections to the 1827 second edition of Samuel Lambert’s New Chart of the West Coast of Sumatra from Analabo to Bankolle, covering roughly the same stretch of coast as the chart offered here, followed in 1828 by two sets of sailing directions for the region. In 1833 he issued this chart of The West Coast of Sumatra, along with Sailing Directions for the Pepper Ports on the West Coast of Sumatra, from Pulo Riah to Sinkel. credit

Papper Port.jpg

Ekspedisi yang kami lakukan dimulai dari Rigaih [Rigas] (teluk Calang) sampai ke kuala Singkil, kami memasuki semua tempat-tempat yang diyakini sebagai Pepper Ports. Yang dipandu oleh selembar peta kuno milik Muhammad Ghust seorang kepercayaan Sultan Manshur Syah. Dalam peta tersebut ditulis dengan jelas nama-nama bandar atau pelabuhan saat itu.

Peta Muhammad Ghust.jpg

Quallah Battoo (Kuala Batu) merupakan salah satu tempat terpenting perdagangan lada pada abad ke-19, disana kami menemukan beberapa temuan arkeologi. Tertarik melihat foto-foto kunjungan saya ke sana? klik tautan berikut: Kuala Batu or Quallah Battoo (History, Life and Nature)

Saya juga mengumpulkan sedikit dokumen versi Amerika dalam postingan berikut:
Quallah Battoo Keyword

Mantap Brader @Vannour saya hanya baca satu sumber saja, yaitu buku M Nur El Ibrahimy. Saya berharap hasil ekspedisi itu bisa menjadi sebuah buku, karena bagaimana pun sejarah Aceh harus diselamatkan agar tidak tenggelam zaman.

Mantapp sangat informatif sekali mengenai pengetahuan sejarahnya

Belum selesai itu, Ini sedang siapkan bagian kedua, persoalan ini sempat menjadi pembahasan parlemen Amerika.

Memang ureung Aceh jameun adidaya, jinoe kajeut keu adidawa

Ya Brader @abulaot trok Amerika dijak prang Kuala Batu, lawan ureung Aceh jameun negeri adi daya, lawan ureung Aceh jinoe saudara si bansa.

Allah hu Akbar, jinoe hana lawan, jadi wajeb mita

Ha ha ah ah kalheuh lawan Indon barosa tapi hana meunang. Soe lawan lom ukeu nyoe?

Awai that postingan uroe nyoe goe. Enteuk supot lagee biasa beuh, sira preh aneuk miet beut.

Siap Brader @abuarkan, untuk tes sigo-go, ikap peu han, nyang jatah intruk malam kana lam plok, tinggai tayang lagee biasa.

Memang kalau Bang Is udah nulis, selalu terpukau kita membacanya.

Awas nanti @ihansunrise silau, jangan lupa upvote dan resteem kalau terpukau he he he he