Sebuah Pembuka untuk Desember

in #story6 years ago

image

Desember selalu datang dengan cara yang hampir sama, menawarkan kesejukan. Selalu, Desember hadir beserta rinai hujan yang akrab. Orang-orang menyediakan payung, mantel dan hal-hal yang berkenaan dengan itu.

Para penyair menukilkan karya dalam banyak bentuk. Sajak yang basah, puisi yang dingin, cerpen yang becek, hingga novel dengan ending tak terbaca. Sedangkan kehidupan berjalan semestinya. Hanya beberapa, kondisi jalanan yang tergenang, sama dengan mereka yang terjebak kenangan.

Pada suatu dini hari yang penuh transisi, antara penghujung tanggal 30 November dengan 1 Desember, aku mematung diri. Melihat jarum jam bergerak hanya seolah melambat, padahal tidak. Aku membatin, bahwa masa begitu cepat berlalu. Bahkan Desember ke Desember seakan hanya berjarak satu minggu.

Ada satu pertanyaan yang mungkin baik ditanyakan oleh banyak orang akan dirinya sendiri? Dulu, saat Desember tutup, dan tahun baru hadir, orang-orang mempersiapkan resolusi kehidupan sedemikian rupa. Intinya satu, lebih baik. Lantas, sudah baikkah aku? Anda dan kita? Berapa resolusi yang telah ditunaikan? Entahlah.

image

Desember pada umumnya dianggap akhir, secara urutan memang berada pada angka 12. Tapi Desember juga bisa berarti awal, bagi siapa saja yang baru memulai. Desember bagi sebagian besar, adalah harap dalam ending yang menakjubkan. Ia sesuatu, pantas bila bulan ini dilagukan.

Dalam artian yang lain, Desember umpama kekasih yang duduk di tepi pantai, mengucirkan rambutnya saat senja perlahan tenggelam. Ujung waktu dengan segala akrobatik yang ditafsirkan ragam rupa. Aku lupa, Desember mana yang paling sesuatu sejauh perjalanan hidupku.

Maka Desember selalu baik untuk sekadar flashback, merentangkan kisah yang dieja pulang. Pada koma yang mana penuh debaran, di titik mana akhir pemberhentian, sebelum kemudian kembali beranjak. Tak ada yang lebih syahdu, dari pada merenda kembali ingatan ke belakang. Dari Januari yang genit hingga tiba Desember penuh keanggunan.

Tapi begitulah kita, suka kembang kempis pada harapan yang kita bangun sendiri. Lalu, sisi penuh lara diuraikan dalam bentuk puitik. Sekaligus, hal yang menyenangkan dimantrakan penuh romansa. Jadilah romantis itu pada jalanan sepi tapi syahdu, atau lorong hidup yang meriah penuh kerlip. Sedikit, yang biasa-biasa saja lagi datar.

image

Pada akhirnya, Desember tentulah memiliki sisi yang tak sama. Berbeda dengan bulan yang lain, pun tak sama dengan Desember yang sudah-sudah. Maka tafsir dan harap harusnya memiliki ruang yang sama untuk diupayakan. Minimal mengucapkan syukur, atau berani menatap awal yang lebih berani.