[Story] SURGA YANG MENJAUH

in #story6 years ago

image

Oleh : @wiya


Pernikahan merupakan hal paling istimewa yang dinantikan setiap orang, begitu juga aku. Setelah bekerja bertahun-tahun dan semuanya dirasa cukup, hari bahagia itu dapat terlaksana, Yani gadis yang baru beberapa bulan kukenal melalui teman kini resmi menjadi pendamping hidup.

Sebenarnya ibu menyarankan agar pernikahan kami ditunda dulu beberapa waktu, alasannya adalah sebagai anak lelaki tertua harusnya membantu kebutuhan adik-adik lebih diprioritaskan, selain itu kata Ibu karena ingin mengenal lebih jauh tentang siapa calon menantunya. Namun anjuran dari beliau tidak ku ikuti, pernikahan tetap dilaksanakan sesuai waktu yang ditetapkan.

Ibu mengalah untuk mengikuti keputusan yang kami buat, entah itu dari hatinya atau hanya karena terpaksa, dari raut wajahnya tersirat kekecewaan yang coba disembunyikan melalui senyuman, walau getir. Pesta pernikahan berlangsung dengan restu yang tidak sepenuhnya ku peroleh dari ibu.

Satu bulan pernikahan semuanya berjalan normal, uang bulanan untuk kiriman ke rumah di kampung halaman masih bisa lancar diberikan. Hanya satu bulan saja, setelahnya semua kendali ada di tangan istri, dari mulai keperluan sehari-hari sampai ke bagian untuk ibu yang masih harus kunafkahi.

Apa yang ada di dalam rencana semasa lajang semuanya berubah total setelah menikah, aku begitu kerdil di hadapan Yani. Yani yang dulu menampilkan kesan seorang perempuan kampung yang lugu dan penurut telah mampu menarik perhatian diri ini untuk menjadikannya seorang pendamping hidup yang pas (menurut nalar manusia), karena kami memang berasal dari latar belakang yang sama, dari keluarga biasa-biasa saja.

Seringnya. Dalam diam, di sela waktu istirahat bekerja, pikiran ini mengawang jauh mengenang kembali telah berapa lama waktu berlalu tak terperhatikan lagi ibu, meski masih sempat sembunyi-sembunyi mengirim uang demi kebutuhannya, tetap saja rasanya doa dari beliau tak lagi kudapat. Uang gaji sepenuhnya Yani yang pegang, untuk bisa memberi keluarga di kampung adalah dari pendapatan lain diluar pendapatan bulanan. Semua ini terpaksa dilakukan, demi menghindari keributan dalam rumah tangga, di sisi lain aku tidak ingin menjadi durhaka dengan lalai menafkahi ibu yang berstatus janda.

Apakah ini yang dinamakan penyesalan? Apakah hilangnya rasa tenang dalam hati ini adalah sebuah peringatan dari Tuhan?

Sepuluh tahun sudah bahtera rumah tangga yang kami lalui, namun Yani selalu saja menganggap keluarga besarnya lebih penting dan kebutuhan di sana semuanya harus terpenuhi, tanpa pernah memperhatikan kehidupan keluargaku yang seharusnya juga sama penting seperti keluarganya, walau begitu demi keutuhan rumah tangga, untuk kesekian kalinya berkorban perasaan mengalah dari sikap keras kepala Yani.

Anak kami sudah tumbuh besar, namun tidak pernah sekalipun betah tinggal lama-lama di rumah ibuku, tidak senang berada di dekat nenek juga paman-pamannya. Ketika liburan memang Yani lebih meminta kami berlama-lama di rumahnya, mungkin itu yang membuat kedekatan anakku timpang antara keluarga bapaknya dan keluarga ibunya.

Waktu cepat sekali berlalu, semakin terasa keberkahan menjauhi kehidupanku, badan gagah yang selama ini mampu menahan tekanan dalam rumah tangga perlahan mulai rapuh, ringkih sekali dan mudah sakit. Sementara di sana adik-adik yang tak pernah terperhatikan, telah tumbuh menjadi pemuda-pemuda yang tegap, mereka mulai melupakan abangnya, bukan, bukan mereka yang melupakan, melainkan diri ini yang telah mengabaikan.

Harta yang selama ini dikumpulkan, sama sekali tidak memberi kebahagiaan. Yani lebih senang memberi kepada keluarganya, menyekolahkan adik-adiknya sampai sarjana. Bahkan adikku, untuk sampai diploma saja ia dapatkan harus sambil bekerja sendiri. Tidak adil, diri ini tidak adil, selalu takut pada istri yang berkelakuan buruk, namun seburuk apapun itu adalah ibu dari buah hati kami.

Harta mampu menghilangkan keluguan Yani, penyesalan terbesar dalam hidup yang kurasakan adalah saat berkah dari doa ibu tidak lagi didapat, surga itu terasa semakin menjauh, harumnya tidak lagi dapat terhirup.

Masihkah bisa raga yang semakin ringkih ini mendekati surga itu?