SUKARNO DAN PREMIS YANG BERLAKU ATASNYA DI ACEH

Tulisan ini bedasarkan pengalaman keseharian penulis dalam setiap diskusi, seminar sejarah, maupun pandangan - pandangan yang penulis terima dari sebagian besar orang Aceh yang penulis temui tentang Soekarno. Setidaknya terdapat beberapa hal yang menjadi premis masyarakat Aceh tentang Sukarno, yaitu:

image

1.Kedatangan Soekarno ke Aceh untuk meminta Aceh Bergabung ke dalam Republik Indonesia

Pulau Jawa telah berhasil dikuasai seluruhnya dalam agresi militer Belanda sehingga Sukarno datang ke Aceh untuk meminta agar Aceh bergabung dengan Republik Indonesia, hal ini disebabkan Aceh merupakan wilayah satu-satunya yang tidak dikuasai oleh Belanda.

2. Pertemuan empat mata antara Sukarno dan Daud Beureuh

Daud Beureuh yang merupakan tokoh ulama sekaligus pemimpin kharismatik rakyat Aceh didatangi oleh Sukarno, terjadilah perbincangan empat mata di antara mereka. Inti dari perbicaraan tersebuta adalah Sukarno meminta kepada Daud Beureuh agar rakyat Aceh mau membantu Republik Indonesia dalam melawan agresi militer Belanda, namun ketika Daud Beureuh menyodorkan sebuah kertas kepada Sukarno agar dibuatkan sebuah janji tertulis tentang adanya konsensi mengenai penerapan syariat islam di Aceh yang nantinya akan disampaikan Daud Beureuh kepada rakyat Aceh bahwa pentingnya membela Republik Indonesia, Sukarno kemudian menangis dihadapan Daud Beureh karena merasa direndahkan keislamannya, akhirnya kertas yang disodorkan oleh Daud Beureuh dimasukan kembali ke sakunya dan Daud Beureuh percaya sepenuhnya bahwa Sukarno akan memberikan kebijakan mengenai syariat islam di Aceh apabila rakyat Aceh mau membantu Republik Indonesia dalam perang melawan Belanda

** 3. Sukarno menipu rakyat Aceh dengan membubarkan provinsi Aceh yang dibentuk tahun 1949**

Setelah terjadi pertemuan empat mata antara Daud Beureuh dan Sukarno, terdapat kesepakatan secara tidak tertulis apabila rakyat Aceh membantu RI dalam perang melawan Belanda maka Sukarno akan memberikan kebebasan rakyat Aceh untuk menerapkan syariat islam. Namun memasuki 1950 setelah penyerahan kedaulatan RI dalam RIS (Republik Indonesia Serikat) justru Sukarno melanggar janjinya dengan membubarkan provinsi Aceh yang telah dibentuk pada tahun 1949. Hal inilah yang menjadi penyebab pada september 1953 Daud Beureuh bergabung di bawah panji DI/TII Kartosuwiryo yang berpusat di Jawa Barat.

4. ** Sukarno adalah pemimpin PKI **

Pada era demokrasi terpimpin (1959-1966) merupakan sebuah rezim yang mengizinkan orang-orang komunis yang tergabung dalam PKI untuk turut serta dalam pemerintahan sukarno, ini dikarenakan sukarno adalah pemimpin PKI dan berhasil memobilisasi massa untuk menegakkan program PKI bahkan tidak segan-segan membantai umat islam yang menjadi penghalang bagi revolusi mereka.

HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN:

1. Kedatangan Sukarno ke Aceh Untuk Meminta Aceh Bergabung ke Dalam Republik Indonesia

Setelah agresi militer I 21 Juli 1947 Indonesia sangat dirugikan, terlebih lagi dalam perundingan Renville garis van mook disetujui sebagai garis demarkasi yang mengakibatkan wilayah yang di duduki oleh
Belanda dalam agresi I menjadi milik Belanda dan akibatnya wilayah Republik Indonesia semakin sempit. Beranjak dari kejadian tersebut, dan melihat tidak terutup kemungkinan Belanda akan mengulangi agresi militernya sebagai upaya tindakan akhir pelenyapan Republik Indonesia, maka Sukarno perlu untuk melakukan konsolidasi terhadap daerah yang bebas dari pengaruh Belanda, Wilayah tersebut adalah Aceh, salah satu wilayah Republik Indonesia yang otonom, strategis, dan punya potensi yang besar bagi kelangsungan perjuangan Republik Indonesia bahkam ketika Sukarno tiba di Aceh pada 18 Juni 1948 menjuluki Aceh sebagai "Daerah Modal".
Namun terdapat statmen yang umumnya berlaku di Aceh bahwa kedatangan Sukarno ke Aceh sebagai upaya Republik Indonesia untuk meminta agar Aceh bergabung ke dalam Republik Indonesia. Aceh secara de facto dan de jure merupakan bagian dari Republik Indonesia ketika di proklamirkan pada 17 Agustus 1945. Setidaknya terdapat beberapa point penting yang menurut penulis dapat menguatkan pernyataan tersebut :

1. Vacum Of Power (kekosongan kekuasaan)
Ketika Jepang kalah dalam Perang Asia Pasifik terjadi kekosongan kekuasaan atas beberapa wilayah jajahan Jepang di Indonesia walaupun dibeberapa wilayah Indonesia terdapat beberapa feodal yang memerintah, namun ketika proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 mereka diberi pilihan bergabung dengan Republik Indonesia atau hancur dalam revolusi sosial, namun mereka lebih memilih yang kedua ketika mereka secara ragu-ragu memberikan dukungannnya kepada republik. Untuk Aceh, wilayah ini tidak dipimpin oleh feodal yang terpusat karena Belanda berhasil menghancurkan institusi kerajaan Aceh Darussalam pada 1903, sampai pada tahun 1945 wilayah atau mukim di Aceh dipimpin oleh uleebalang yang mendapatkan legitimasi dari Belanda maupun Jepang, jadi ketika Jepang kalah mereka cenderung tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Kekosongan kekuasaan tersebut terisi ketika di plokamirkan kemerdekaan sebuah negara baru yaitu Republik Indonesia dan elit-elit Aceh menyambut proklamasi tersebut.
2.Sidang PPKI
Salah satu hasil sidang PPKI adalah pembentukan KNID (Komite Nasional Indonesia Daerah) merupakan suatu badan pemerintahan daerah suatu kepanjangan dari kekuasaan pusat Republik Indonesia. Utusan dari Sumatera yang menghadiri rapat PPKI yaitu Mr. Teuku Moh. Hasan, Dr. Amir, Mr. Abbas, merekalah yang ketika kembali ke Sumatera mengintruksikan agar dibentuknya KNID di setiap keresidenan di Sumatera. Di keresidenan Aceh jabatan ketua KNI dipegang oleh Teuku Nyak Arief, setelah itu digantikan oleh Tuanku Mahmud setelah pada 3 Oktober 1945, Teuku Nyak Arief diangkat sebagai Residen Aceh. Kehadiran KNID dan diangkatnya T. Nyak Arief sebagai Residen menjadi bukti bahwa Aceh menjadi bagian dari Republik Indonesia sejak di plokamirkan, dan tidak ada sejauh ini kita ketahui bahwa ada sebuah keinginan pada saat itu untuk Aceh mendirikan sebuah negara, setelah Jepang kalah, gerakan disintegrasi Aceh terhadap Republik baru terjadi di tahun 1953 dan 1976.
Menjadi sangat jelas bahwa kedatangan Soekarno 18 Juni 1948 bukan untuk meminta Aceh agar bergabung ke dalam Republik Indonesia karena Aceh sudah menjadi bagian dari Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1945, dan yang dilakukan oleh Soekarno sebagai kepala negara adalah mobilisasi dan konsolidasi rakyat Aceh dalam persiapan melawan ke agresi militer Belanda.
image

KEDATANGAN SUKARNO KE ACEH 18 JUNI 1948 (doc. M. Nur El Ibrahimy)

2.Pertemuan empat mata antara Sukarno dan Daud Beureuh

Pertemuan empat mata tersebut merupakan hal sangat sangat diyakini oleh sebagian besar orang Aceh, bahkan secara sarkasme mengatakan tidak ada aceh maka tidak ada Indonesia, ya kita akui peran Aceh dalam keberlangsungan Republik sangat besar, tetapi tidak dapat kiranya kita mendiskreditkan perjuangan di wilayah-wilayah lainnya. Dalam pertemuan tersebut dikatakan Sukarno menangis ketika Daud Beureuh menyodorkan kertas sebagai janji tertulis bagi penerapan syariat islam di Aceh sebagai motivasi dalam melawan Belanda. Pertanyaanya adalah apakah pertemuan itu pernah terjadi?? Jikalau pernah siapakah yang dapat dijadikan saksi mengingat pertemuan hanya terjadi secara empat mata, dan mengapa Sukarno harus meminta Daud Beureuh untuk berperang melawan Belanda?? Bukankah itu suatu kewajiban bagi salah satu wilayah RI untuk mempertahankan kemerdekaan Republik?? bahkan sebelum Sukarno tiba di Aceh pada saat peristiwa Medan Area Desember 1945, rakyat Aceh telah membantu dengan mengirimkan pasukan untuk menahan laju pasukan sekutu agar tidak sampai menduduki Aceh. Pelenyapan Republik Indonesia hanya akan berakibat terciptanya sebuah kondisi kolonial sebelum perang dunia II, dimana Belanda mengklaim kepemilikan atas Hindia Belanda dan masalah atas pendudukan Aceh hanya menunggu waktu, maka apa yang menjadi dasarnya terjadi pertemuan yang sangat dramatis antara Soekarno dan Daud Beureuh???
Bantuan yang diberikan oleh rakyat Aceh terhadap Republik murni karena loyalitas terhadap kemerdekaan Republik Indonesia yang pernah sama-sama merasakan pedihnya kolonialisme.

** 3. Sukarno menipu rakyat Aceh dengan membubarkan provinsi Aceh yang dibentuk tahun 1949**

Agresi Militer II Belanda yang dilancarkan pada 18 Desember 1948 menyebabkan jatuhnya ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta serta berhasil menangkap presiden Soekarno dan petinggi pemerintah lainnya.
Kemudian dibentuklah PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) sebagai kelanjutan dari pemerintahan Republik Indonesia. PDRI diketuai oleh Syafruddin Prawiranegara dan bermarkas di Bukit Tinggi. Agresi militer Belanda ternyata membawa dampak bagi Aceh dengan dibentuknya jabatan Gubernur Militer untuk daerah Aceh, Langkat, dan Tanah Karo yang menjadi gubernurnya adalah Daud Beuereuh. Menjelang penyerahan kedaulatan dari Belanda dan setelah dibubarkan PDRI, Syafruddin Prawiranegara ditugaskan di Aceh sebagai wakil perdana menteri mengingat hubungan antara Sumatera dan Yogyakarta yang tidak berjalan dengan lancar, wakil perdana menteri memiliki kekuasaan luar biasa seperti membuat peraturan pengganti Undang-undang dan mengambil suatu tindakan seperlunya apabila dalam keadaan darurat. Bedasarkan penetapan No 2 tahun 1949 yang bertanggal 17 Desember 1949 Provinsi Aceh dibentuk. Pertanyaannya adalah apakah provinsi Aceh yang dibentuk oleh Syafruddin dapat dibenarkan secara konstitusi? Marilah kita lihat keterangan Insider (Mr. S.M Amin) dalam bukunya “Atjeh Sepintas Lalu” (1950:55):
…..Akan tetapi, mempergunakan kekuasaan itu pada sa'at 17 December 1949, dimana permusjawaratan Konferensie Medja Bundar telah selesai dan berachir dengan memuaskan, dimana pada adatnja telah dapat dianggap, bahwa suasana telah berobah dari suasana perang kesuasana damai,dari suasana gelap kesuasana terang, dari suasana darurat kesuasana normaal, adalah, selain tidak tepat, djuga berlawanan dengan maksud (aard en strekking) dari Undang2 No. 2; tidak berdasar atas pertimbangan2 jang bersendi realiteit, djuga menundjukkan kekurangan kebidjaksanaan, kekurangan „inzicht" tentang keadaan daerah, kekurangan rasa tanggung djawab. Oleh karena mana tidak dapat diherankan, bilamana dalam kalangan intelectueelen timbul keraguan tentang sjahnja peraturan itu”…..
Insider menjelaskan bahwa peraturan pengganti Undang-Undang tentang pembentukan Provinsi Aceh yang digunakan dalam keadaan darurat tidak tepat diterapkan dalam ketetapan no 2 tahun 1949, karena tidak dalam keadaan darurat dan telah tercapai kesepakatan perdamaian dalam KMB antara Belanda dan Republik Indonesia tentang penyerahan kedaulatan Republik Indonesia dalam RIS pada 27 Desember 1949. Setelah pemerintah pusat mengirim tim peninjau yang dipimpin oleh Mr. Soesanto Tirtoprodjo, menyimpulkan bahwa pembentukan provinsi Aceh tidak sah dan Mr. Assaat selaku Acting Presiden RI membubarkan Provinsi Aceh, keputusan tersebut tetap dipertahankan setelah RIS bubar ketika Perdana Menteri Moh. Natsir dari Masyumi menyetujui pembubaran Provinsi Aceh. Jadi, bedasarkan kutipan di atas sangat tidak tepat bahwa Soekarno yang membubarkan Provinsi Aceh meninggat jabatanya pada masa RIS sebagai Presiden RIS yang memberikan otonomi seluas-luasnya kepada negara bagian untuk menentukan kebijakannya sendiri, dan setelah RIS bubar memasuki era demokrasi liberal (1950-1959) dimana kekuasaan terbesar berpusat di tangan perdana menteri.
image
***MR. ASSAAT SELAKU ACTING PRESIDEN RI (doc M. Nur El Ibrahimy) ***

4. ** Sukarno adalah pemimpin PKI **

Kebijakan politik Sukarno di era demokrasi terpimpin (1959-1966) ternyata membawa angin segar bagi PKI, kebutuhan Sukarno atas basis kelas revolusioner dalam mendukung kebijakan politikinya mampu disediakan oleh PKI sebagai salah satu partai besar pada saat itu, sehingga PKI menjadi bagian dari kekuatan politik yang menentukan di era demokrasi terpimpin dan cukup diperhitungkan oleh lawan-lawannya. Lantas pemberian konsensi kepada PKI dalam perpolitikan demokrasi terpimpin menjadikan Sukarno sebagai PKI? Jelas tidak. Seperti kita ketahui PNI sebagai partai yang didirikan Sukarno pada tahun 1927, didirikan kembali setelah proklamasi dan dia menolak menjadi pimpinan partai tersebut hal tersebut dikarenakan dia sebagai Presiden Republik Indonesia berdiri di atas segala partai politik, bahkan sampai ia lenggserpun tidak memiliki sebuah partai dan menjadi pemimpin partai manapun. Apakah Sukarno seorang Marxis ? ya, tapi bukan seorang Marxis Dogmatis, bukan seorang Marxis yang kolot, dan Bukan Marxis yang menolak nasionalisme kebangsaan, melainkan ia seorang marxis yang menjadikan marxisme sebagai senjata untuk melawan kolonialisme, seorang Marxis yang menyesuaikan dialektika Marxisme dengan kondisi keadaan objektif Indonesia pada saat itu. Seperti yang kita lihat dalam ajarannya Marhaenisme, (Cindy Adam):
Di kepulauan kami teradpat pekerja-pekerja yang bahkan lebih miskin daripada tikus gereja dan dalam keuangan terlalu menyedihkan untuk bisa bangkit di bidang sosial, politik, dan ekonomi. Sungguhpun demikian masing-masing menjadi majikan sendiri. Mereka tidak terikat pada siapapun. Dia menjadi kusir gerobak kudanya, dia menjadi pemilik dari kuda dan gerobak itu dan dia tidak mempekerjakan buruh lain dan terdapatlah nelayan-nelayan yang bekerja sendiri dengan alat-alat seperti tongkat kail, kailnya dan perahu kepunyaan sendiri. Dan begitupun para petani yang menjadi pemilik tunggal dari sawahnya dan pemakai tunggal dari alat produksi mereka sendiri, jadi mereka bukanlah rakyat proletar. Mereka punya sifat khas tersendiri.
Marhaenisme menjelaskan tentang rakyat Indonesia yang mereka punya alat produksi sendiri tetapi masih hidup dalam keadaan yang melarat hal ini disebabkan oleh kapitalisme Belanda. Maka tidak tepat jika dilakukan revolusi sosialis sebelum didahului oleh pengusiran Belanda dari Indonesia. Artinya revolusi nasional dalam pengusiran Belanda harus diutamakan. Namun jika terdapat perbedaan Marxisnya Sukarno dan Marxisnya PKI mengapa pada akhirnya Sukarno menjadikan PKI sebagai sekutunya ? jelas PKI bersifat internasionalis, setiap kebijakan politik PKI sedikitnya dipengaruhui oleh Kominform. NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunisme) merupakan salah satu pemikiran Sukarno sejak 1926 ketika ia menyerukan penyatuan kekuatan NASAKOM untuk menghancurkan kolonialisme Belanda, baginya tidak ada alasan untuk ketiga kekuatan besar ini berupa Nasionalisme, Agama, dan Komunis saling bermusuhan karena sama-sama dalam keadaan terjajah dan yang menjadi musuh nyata adalah kolonialisme Belanda. Konsep NASAKOM tersebut diterapkan dalam pemerintahan demokrasi terpimpin sebagai kekuatan offensif imperialisme NATO, SEATO, dan ANZUS yang mengepung Indonesia. Konsep NASAKOM diterapkan dalam kabinet Gotong Royong Sukarno dengan terwakilinya tiga kekuatan terbesar tersebut dalam kabinet. Jadi penggambaran Sukarno sebagai seorang PKI perlu kita pikirkan kembali, tetapi apa itu Sukarno? Sukarno adalah NASIONALIS

Sort:  

Congratulations @anggaprasetiya! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 1 year!

Click here to view your Board

Support SteemitBoard's project! Vote for its witness and get one more award!

Congratulations @anggaprasetiya! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 2 years!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!