Jangan Menjadi Tuhan Medsos
Di era digitalisasi dan perkembangan teknologi informasi seperti saat ini bukan saja menimbulkan dampak positif, tapi menimbulkan dampak negatif yang juga begitu besar, timbulnya dampak negatif itu bukan disebabkan oleh teknologi, melainkan akibat dari perkembangan teknologi yang tidak didasarkan atau dibarengi dengan perkembangan ilmu pengetahuan manusia secara umum, sehingga penggunaan teknologi tidak didasarkan pada kebutuhan positif. Dampak negatif yang paling terasa dalam perkembangan teknologi informasi adalah pesatnya pertumbuhan informasi palsu yang diciptakan dengan sengaja oleh orang-orang yang memiliki kepentingan terhadap hal itu, dampaknya bukan saja kesimpang-siuran informasi, tapi melainkan lebih besar dari itu, misalnya terjadi aksi kriminal, hukum bar-bar, mengumpat, memvonis sepihak, prasangka, dan kerugian-kerugian fisik maupun non fisik lainnya yang diderita oleh orang-orang yang menjadi korban.
Sebut saja persekusi misalnya, aksi seperti ini kerap terjadi di Indonesia, padahal belum tentu orang yang di persekusi salah. Persoalan ini muncul bukan tanpa dasar, di Indonesia pengguna medsos menurut riset APJII di tahun 2016 mencapai angka 132,7 juta orang, akan tetapi budaya literasi di Indonesia berada diangka terendah kedua diseluruh dunia, maka tak heran survei yang dilakukan oleh CIGI-Ipsos pada tahun 2016 menyebutkan bahwa 65% masyarakat Indonesia menelan mentah-mentah informasi yang beredar di Internet. oleh sebab itulah, perkembangan hoax seperti jamur dimusim hujan, bahkan benar-benar dijadikan ladang bisnis oleh orang-orang tertentu untuk meraup keuntungan materi.
Orang-orang dengan mudah menjadi Tuhan di medsos, tuduhan-tuduhan tak berdasar dan secara bar-bar dilakukan dengan mudah dan semena-mena, sehingga menimbulkan beban psikologi bagi yang tidak mampu menerima, tuduhan seperti bibit PKI, liberal, anti agama, radikal, antek asing, yahudi dan lainnya sudah menjadi pemandangan dan kejadian biasa di media social, bahkan tak jarang tuduhan-tuduhan yang lebih berat dari itu pun sering dialami oleh pengguna medsos, yang bahkan merendahkan martabat ia sebagai manusia.
Aksi-aksi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, sebut saja misalnya yang sedang ngetrend sekarang yaitu, aksi persekusi dilakukan kepada orang-orang tertentu dengan alasan atau embel-embel “membela agama”, padahal jika dikaji, perbuatannya juga tidak sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, karena pada dasarnya, tidak ada satupun agama yang mengajarkan “kekerasan, penghinaan, prasangka buruk, menyebarkan berita yang diragukan kebenarannya (bohong), atau perbuatan yang berdampak negatif lainnya”, karena semua agama mengajarkan kedamaian dan kebaikan, sekalipun atas nama membela agama.
Setiap hari, di Indonesia ada ribuan berita-berita palsu yang di share dan berkembang kemana-mana kemudian dikonsumsi oleh orang-orang yang memiliki budaya literasi rendah, sehingga terjadi perubahan midset masyarakat, yang kemudian menjadi terbiasa melakukan share informasi-informasi yang diragukan kebenarannya. Maka, pola pikir tersebut berkembang menjadi kepribadian, terjadilah setiap hari orang-orang Indonesia mengkonsumsi berita-berita negatif yang hanya didasarkan asumsi belaka, bukannya fakta. Dampaknya kemudian, orang ramai-ramai menjadi Tuhan, seolah-olah apa yang dipikirkannya adalah sebuah kebenaran yang mutlak dan siapapun yang mencoba berpikir tidak sama dengannya, maka dianggap sebagai bagian dari kelompok yang tersesat.
Jangan menjadi Tuhan, mungkin ini kata yang pantas dialamatkan kepada orang yang selalu mengeluarkan perkataan kepada orang lain, dasar yahudi, anti agama, kaum liberal, manusia laknat, penghuni neraka, dan lainnya, bisa jadi orang tersebut punya sedikit ilmu, sehingga sudah merasa jadi “Tuhan” yang punya hak memberikan vonis kepada orang lain atas nasib dan kesalahannya secara sepihak, padahal Tuhan pun tidak demikian, atau bisa jadi tak berilmu sama sekali, sehingga benar-benar buta akan akibat dari omongannya, atau bisa juga karena memang tabiatnya yang demikian, sudah terbiasa memvonis orang, bahkan sudah menjadi sesuatu yang benar dan lumrah baginya.
Entahlah, kadang mengingatkan sesuatu yang baik pun dianggap “liberal dan yahudi”, sayapun kenyang menikmati tuduhan-tuduhan seperti itu…