Kekhawatiran Ideologis Kaum Wahabi Indonesia terhadap Kesepakatan Nuklir Iran

in #wahabi7 years ago

 Kesepatakan Nuklir Iran telah dicapai di Wina, Austria, pada 14 Juli 2015. Kesepakatan ini adalah hasil panjang diplomasi yang akhirnya dimenangkan oleh Iran setelah banyak ilmuwan nuklirnya terbunuh. Kesepakatan ini akan mengubah komposisi geopolitik dunia. Kekuatan dunia telah mencapai kesepakatan dengan Iran dalam mengurangi kegiatan nuklir negara itu dengan imbalan pencabutan sanksi atau embargo ekonomi internasional yang telah berlangsung tiga dekade. Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan dengan kesepakatan tersebut, semua senjata nuklir Iran telah diputus bagi Iran sehingga kekuatan nuklir Timur Tengah tetap dipegang secara militer oleh Israel. Bagi Presiden Iran, Hassan Rouhani, hal ini membuka "babak baru" hubungan Iran dengan dunia, sebuah peluang yang telah lama ditunggu-tunggu wangsa Persia ini. Perundingan antara Iran dan enam kekuatan dunia (Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Cina, Rusia plus Jerman) dimulai pada tahun 2006. Negara-negara P5+1 menginginkan Iran mengurangi kegiatan nuklir yang merupakan isu krusial untuk memastikan negara tersebut tidak bisa membuat senjata nuklir.  Kekhawatiran ideologis (ideological anxiety) kaum Wahabi —yang akhir-akhirnya ini menguat setelah munculnya Al Qaeda dan ISIS sebagai wakil dari kedigdayaan Wahabi— adalah kekhawatiran kultural yang serius. Garber (1997) membuktikan bahwa kepentingan personal yang sangat ideologis pun akan menghasilkan kecemasan kultural yang akut. Pastilah kepentingan komunal Wahabi di Indonesia sangat besar atas menguatnya Iran secara politik dan kultural. Lihatlah situasi dimana kekuatan Iran yang dibenci oleh kaum Wahabi di Indonesia selalu mengundang kecemasan kultural yang menyesakkan dada para pencari surga ini. Iran, yang menginginkan sanksi internasional yang melumpuhkannya dicabut, selalu mengatakan kegiatan nuklirnya untuk tujuan damai. Kondisi ini tidak lantas membuat kaum agamawan Suni bersimpati dengan Iran yang nota-bene adalah negara pengusung ideologi Syiah. Pun, terdapat penolakan keras dari kelompok konservatif baik di Iran maupun Amerika Serikat. Kongres AS memiliki waktu selama 60 hari untuk mempertimbangkan kesepakatan itu, meskipun Obama mengatakan akan menveto usaha untuk menggagalkan.   Kaum Wahabi di Indonesia mengalami kegamangan dalam melihat perkembangan diplomasi Iran di dunia dan juga di Indonesia. Pada tataran dunia, perundingan nuklir Iran dengan kelompok P5+1, yaitu lima negara anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina) plus Jerman serta Komisaris Tinggi Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa akhirnya menemukan titik final setelah 22 bulan berjalan. Pada tataran nasional, kalangan Suni pada umumnya terhenyak dengan kemajuan pembukaan isolasi Barat terhadap Iran. Kesepakatan mengenai program nuklir Iran dicapai di Wina, Austria, (14/7/2015) untuk mengatasi kecurigaan Barat terhadap program yang dinyatakan Iran bertujuan damai tersebut, dan dengan demikian sanksi terhadap Iran dicabut, tetapi mempertahankan embargo senjata dan larangan teknologi rudal balistik.  Kecurigaan Barat dan kecurigaan Suni selama ini menemukan titik kait yang kuat, namun setelah kesepakatan ini, jalan cerita akan sedikit berbelok. Ideologi Syiah akan semakin meraja-lela, apa lagi setelah organisasi Nahdlatul Ulama juga dipegang kembali oleh tokoh-tokoh yang disinyalir mendukung poros Iran dan menolak dominasi poros Arab Saudi. Kesepakatan ini ditetapkan dengan komitmen yang mengindahkan “garis merah” yang telah ditentukan Iran. Mengenai poin-poin yang menguntungkan Iran dalam kesepakatan itu, sebagai sebuah perkembangan yang mengkhawatirkan, secara geopolitik dan ideologis.    Implikasi yang sangat mencemaskan kaum Wahabi adalah terpilihnya Haedar Nashir dalam Muktamar Muhammadiyah baru-baru ini yang dipandang tak menaruh rasa kasihan dan pembelaan pada ekstrimisme. Ekstrimisme yang selama tiga dekada lalu disematkan kepada Iran, akan mengubah peta ideologi tidak hanya di Timur Tengah. Negara-negara besar mengakui program nuklir tujuan damai Iran serta menghargai hak nuklir bangsa Iran dalam kerangka undang-undang dan konvensi internasional.  Iran telah mengalami keadaan ketidakadilan yang diberlakukan Barat selama ini, semacam teror yang kemudian mengubah perilaku dan orientasi ideologisnya. Penelitian Echebarria‐Echabe & Fernández‐Guede (2006) menunjukkan pengaruh terorisme pada perilaku dan orientasi ideologis seseorang atau kelompok organisasi secara signifikan.  Perilaku politik internasional Iran mungkin akan berubah dengan kesepakatan nuklir ini. Program nuklir Iran yang semula didistorsi sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan dunia diluruskan menjadi obyek kerjasama Iran dengan komunitas internasional sesuai standar global. Dewan Keamanan Perserikatan Bang-Bangsa (DK-PBB) mengakui Iran sebagai negara berkekuatan nuklir tujuan damai, termasuk di bidang daur ulang bahan bakar nuklir dan pengayaan uranium. Telah terjadi perubahan fundamental dalam pola interaksi DK PBB dengan Iran setelah keluarnya resolusi DK PBB di bawah pasal 25 Piagam PBB, sembari mengingat pasal 41 dan terutama lagi pasal-pasal berkenaan dengan pencabutan sanksi sebelumnya terhadap Iran. Semua fasilitas nuklir Iran tetap beroperasi, dan tak ada satupun yang dihentikan ataupun dibekukan sebagaimana yang diinginkan sebelumnya oleh pihak lawan runding Iran. Pengayaan uranium Iran tetap dilanjutkan, dan demikian keinginan untuk menghentikan pengayaan uranium tidak terpenuhi. Dunia keilmuan dan penelitian teknologi akan menjadikan Iran daya tarik baru bagi kalangan muslim, selain eksotisme feminisnya. Fasilitas infrastruktur nuklir Iran tetap dipertahankan, dan tidak ada satupun sentrifugal yang disingkirkan. Aktivitas penelitian dan pengembangan semua sentrifugal utama dan mutakhir tetap dilanjutkan. Instalasi nuklir untuk produksi air berat tetap dipertahankan dan terus dikembangkan serta ditambah dengan perlengkapan, teknologi, ujicoba dan instalasi terkini melalui kerjasama dengan pihak-pihak lain yang memiliki teknologi mutakhir di bidang ini. Iran sebagai salah satu produsen bahan bakar nuklir, terutama uranium yang diperkaya dan air berat, akan mengakses pasar internasional. Dengan demikian maka sanksi dan pembatasan terhadap ekspor dan impor bahan bakar nuklir yang sebagian di antaranya sudah berjalan selama 35 tahun menjadi tidak berpengaruh. Iran dan semua perangkat ideologisnya akan mengalami liberalisasi. Semua embargo ekonomi, finansial, perbankan, migas, petrokimia, perdagangan, suplai dan transportasi yang diterapkan oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat sebagai sanksi atas program nuklir Iran akhirnya dicabut sekaligus. Tuntutan penghentian program rudal Iran, khususnya balistik, dikendurkan menjadi pembatasan terhadap kebijakan Iran berkenaan dengan rudal-rudal yang dapat membawa hulu ledak nuklir. Embargo senjata terhadap Iran dicabut dan diganti dengan beberapa ketentuan pembatasan. Iran diperkenankan mengimpor ataupun mengekspor sebagian produk persenjataan. Sanksi berkenaan dengan bahan berfungsi ganda dicabut, dan dengan demikian kebutuhan Iran di bidang ini akan dipenuhi melalui komisi bersama Iran dan P5+1. Mahasiswa Iran tidak lagi dikenai sanksi akademik di bidang-bidang sains yang berhubungan dengan energi nuklir. Liberalisasi teknikal juga sama masifnya dengan liberalisasi ekonomi dan militer yang diberikan Barat. Iran bisa mengganti ideologi senjata dengan pembukaan isolasi. Embargo pesawat sipil yang sudah berjalan tiga dekade dicabut, dan dengan demikian Iran juga dapat mengakses suku cadang untuk upgrade hingga memenuhi standar keamanan. Pencairan aset keuangan Iran di luar negeri sebesar milyar dolar Amerika Serikat yang telah dibekukan dan diblokir selama beberapa tahun terakhir akibat sanksi. Dana ini akan menjadi kekuatan finasial yang hebat dalam menyebarkan pengaruh ideologisnya ke berbagai belahan dunia lain. Bank Sentral Iran, perusahaan pelayaran, perusahaan minyak nasional, perusahaan transportasi minyak dan perusahaan-perusahaan lain yang bernaung di bawahnya, maskapai penerbangan Iran, dan banyak lembaga dan instansi perbankan (sekitar 800 perusahaan) diprediksi akan menjadi kekuatan gigantis ekonomi setelah keluar dari daftar sanksi PBB. Banyak kalangan Wahabi di Indonesia tak paham dengan semua ‘berkah’ yang didapatkan Iran dan semakin sulit untuk mengandalkan teori konspirasi sebagai penjelasan tunggal atas kemajuan diplomasi nuklir ini. Apa yang telah diberikan Barat kepada Iran adalah suatu yang di luar perkiraan negara-negara Timur Tengah. Iran mendapat peluang lebih besar untuk andil di pasar dan sektor-sektor perdagangan, teknologi, keuangan dan energi. Pembatasan kerjasama ekonomi Iran di semua bidang, termasuk investasi di sektor industri migas dan petromikian, dicabut. Indonesia juga sumringah dengan hasil kepakatan nuklir Iran di Wina ini. Akan terbuka peluang kerjasama luas semua pihak dengan Iran di level internasional di sektor energi nuklir tujuan damai serta pembangunan pembangkit listrik, reaktor untuk riset dan penyediaan teknologi nuklir terkini.  Implikasi politik dari perjanjian itu mencakup aturan mengenai pengawasan lokasi fasilitas nuklir di Iran sehingga pengawas PBB dapat meninjau lokasi militer, namun Iran bisa saja menentang pemberian akses. Sebagai gantinya, PBB mengatakan embargo senjata dan sanksi rudal hanya akan berlaku dalam lima dan delapan tahun lagi. Namun, apabila Iran melanggar perjanjian, penjatuhan sanksi akan diberlakukan dalam 65 hari. Resolusi PBB ini akan mendukung kesepakatan yang juga akan memutuskan satu mekanisme agar seluruh sanksi Dewan Keamanan bisa secara otomatis berlaku kembali jika Iran melanggar kesepakatan itu.  Kesepakatan Wina ini mengatur bahwa enam negara adidaya, Iran dan Uni Eropa akan membentuk satu Komisi Bersama untuk menangani pengaduan jika ada pelanggaran. Jika negara yang mengadu itu tidak puas dengan keputusan Komisi, negara tersebut bisa membawa keluhannya ke Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan PBB kemudian harus mengambil suara untuk resolusi untuk tetap memberlakukan embargo dan sanksi terhadap Iran.    

Implikasi Ideologis 

Kesepakatan program nuklir yang disetujui oleh Iran dan enam negara adidaya ini membuat Arab Saudi khawatir pengaruh Iran akan semakin menguat di kawasan Timur Tengah. Bagi Arab, kesepakatan ini akan mengubah orientasi ideologis mereka dan juga sikap politik serta sikap kultural mereka terhadap Barat dan China. Implikasi ideologis akan tetap terasa, tanpa disadari. Tidak ada satu pun organisasi atau masyarakat atau bahkan bangsa yang terbebas atau netral secara ideologis. Ideologi menggerakkan vibrasinya pada berbagai situasi, mulai dari Revolusi Amerika (Baylin, 1992), ke organisasi yang non-ideologis sekalipun (Czarniawska-Joerges,1988), dari diagnosa medis (Gartner, Harmatz, Hohmann, Larson, & Gartner, 1990), atau ketika kita mengkonsumsi suatu produk (Treise, Weigold, Conna, & Garrison, 1994), hingga ke soal-soal anggaran (Wilensky, 1974). Hampir semua kegiatan manusia memiliki aspek ideologis, baik itu berbentuk motif maupun kecemasan atau ketakutan. Ketakutan masyarakat Nusantara terhadap hantu kuntilanak atau sundel-bolong juga bisa dilihat dari aspek orientasi ideologi, pun demikian halnya dengan hantu-hantu vampir atau zombie di masyarakat Barat. Bagi masyarakat Nusantara vampir terlihat menggairahkan, terutama vampir perempuan. Zombie terlihat lucu dan tampak bisa dipermainkan. Mungkin dalam orientasi ideologis masyarakat Barat kuntilanak terlihat sangat eksotis dan menggemaskan. Sementara sundel-bolong mungkin terlihat menggemaskan, menghibur dan jenaka. Kecemasan atas kesepakatan nuklir Iran mungkin terasa di beberapa negara jazirah Arab. Namun dalam persepsi ideologis umat Islam Suni di Indonesia, kesepakatan nuklir Iran ini dilihat secara berbeda. Apa yang dipersepsikan sebagai hantu yang menakutkan di Arab mungkin berbeda dengan hantu eksotis di Indonesia. Kesepakatan Iran secara ideologis diprediksi akan menjadikan Timur Tengah menjadi "kawasan yang lebih berbahaya" jika kesepakatan tersebut terlalu menguntungkan bagi Iran. Saudi dan negara-negara sekutunya di kawasan Teluk khawatir bahwa kesepakatan yang akan berujung pencabutan sanksi ekonomi Iran akan berakibat pada meningkatnya dukungan Iran terhadap negara-negara rival Saudi di Timur Tengah. Analisis tambahan menunjukkan bahwa jalur ideologis yang menghubungkan kecemasan, persepsi berbahaya di dunia memiliki dampak kuat pada keseluruhan diri penempatan kiri-kanan dari jalur yang menghubungkan tindakan menghindari, dan munculnya persepsi kompetitif di tengah belantara ketidakpastian. Kalangan Suni, dan kalangan Wahabi pada khususnya, merasakan hantu Iran menggemaskan dan bisa mengarah ke tindakan serious offence. Kesepakatan Nuklir Iran ini menimbulkan kecemasan eksistensial bagi ideologi Wahabi yang semakin hari semakin disudutkan oleh Barat dan oleh kalangan Muslim tradisional semakin kuat membenci Wahabi sebagai kaum ekstrimis dan pelaku tindakan yang berlebih-lebihan. Teori Greenberg, Solomon, & Pyszczynski (1997) menganggap otoritarianisme dan konservatisme sebagai sumber ideologi bagi munculnya motif kolektif (untuk merobek pandangan pengaturan sosial sebagai stabil, adil dan dapat diprediksi) dan motif pribadi (untuk mengatasi kecemasan eksistensial). Otoritarianisme dan konservatisme Wahabi akan semakin dipermalukan dengan kesepakatan nuklir Iran di Wina ini.   Saudi, yang mayoritas penduduknya merupakan Muslim Sunni, dan Iran yang mayoritas Syiah telah lama menjadi rival di kawasan Timur Tengah. Konflik di Yaman, menjadi ajang pertempuran antara Saudi yang mendukung Presiden Yaman dan pemberontak Syiah Houthi yang didukung oleh Iran. Pengaruh ideologis dari kesepakatan nuklir ini selanjutnya akan menyumbang bagi membesarnya konflik. Motivasi bagi munculnya ideological rigidity dan konflik sosial bahkan bisa muncul dalam dunia manajemen yang sempit (Peterson & Flanders, 2002), apatah lagi dalam dunia politik dan keagamaan (Jost, Napier, Thorisdottir, Gosling, Palfai, & Ostafin, 2007). Konflik Syiah Houthi di Yaman akan semakin melebar dan membesar dan semakin membuat Saudi terjepit. Sebagai tetangga Iran dalam empat dekade terakhir, kaum Wahabi di Arab belajar bahwa kebaikan (terhadap Iran) hanya akan membuat mereka menanggung konsekuensinya. Politik tanpa belas kasihan akan terjadi terhadap kaum Syiah dimana pun sebagai akibat dari konstelasi politik yang tidak sepadan yang diberikan oleh Barat melalui kesepakatan nuklir bagi Iran di Wina ini. Situasi menysakkan ini tentu akan mengakibatkan kaum Wahabi pun tidak tinggal diam dan akan bereaksi secara ekstrim dengan memainkan kekerasan keagamaan di Indonesia.   Ancaman dan ketersudutan akan mengakibatkan bangkitnya motivasi reaktif yang berlebihan (Nash, McGregor, & Prentice, 2011). Para pejabat dan masyarakat Iran mengaku mendukung kesepakatan ini, meski menyatakan bahwa Iran tidak dapat dipercaya untuk menepati kesepakatan tersebut. Selain konflik di Yaman, Riyadh juga menganggap Iran mendukung Presiden Suriah, Bashar al-Assad dan Hizbullah di Libanon. Saudi menilai, hal ini merupakan bukti bahwa Iran ingin memperlebar kekuasannya ke negara sekutu Syiah di Timur Tengah. Di Indonesia, ketersudutan ini memang belum terasa sekarang, namun beberapa tahun kedepan akan ada reaksi ekstrim apabila pemerintah menjalin hubungan politik dan dagang yang semakin mesra dengan Iran.   Selama ini kaum Wahabi sangat asertif dalam menolak eksistensi ideologi Syiah di berbagai kawasan, termasuk di Indonesia. Abu Jibriel (2015) sangat aktif menyerang Syiah sebagai bukan Islam dan menyebarkan politik eksklusi yang serius terhadap Syiah yang tak pernah ditunjukkan sebelumnya oleh kaum Suni manapun di Nusantara. Kesepakatan nuklir telah menuai kritikan dari wartawan, ulama dan pakar di Saudi, utamanya karena sekutu utama Riyadh, Washington kini berbagi dukungan dengan rival mereka di Tehran. Iran membuat kekacauan di dunia Arab dan hal ini akan terus terjadi setelah kesepakatan nuklir. Negara Suni d kawasan teluk mungkin  akan mengurangi kepercayaan mereka terhadap Amerika dan mengubah fokus mereka ke Rusia yang kelihatannya mulai memberikan tempat bagi tumbuhnya politik Islam di bagian timur Eropa. Namun tidak demikian halnya di Indonesia. Mereka bisa saja membenci Syiah, namun suka dengan sisi feminim Iran yang sangat eksotik.   Kalangan Wahabi Indonesia pun saat ini sedang menghadapi perpecahan internal yang tak terperikan dengan munculnya isu ISIS (Islamic State of Iraq and Syam) yang telah menguras darah dan keringat serta finasial mereka dalam menghadapi perang sesama Wahabi yang melelahkan ini. Komitmen ideologi memang senantiasa dipertaruhkan di antara risiko dan faktor yang melindungi suatu kaum (Laor, Wolmer, Alon, Siev, Samuel, & Toren, 2006), maka ada kemungkinan reaksi ekstrim akan terjadi terhadap kalangan Syiah di beberapa kawasan yang hostile khususnya di Indonesia. Negeri ini memiliki reputasi buruk dalam hal perlindungan terhadap kaum Syiah dengan munculnya berbagai kasus intoleransi dan bentrokan berdarah yang menyedihkan dimana banyak anak-anak dan orang tak berdaya terlempar ke tempat-tempat penampungan transito yang tak manusiawi dan tak bisa pulang ke rumahnya selama bertahun-tahun.   Kesepakatan nuklir Iran ini akan muncul dalam bentuk-bentuk kultural yang dominan selain kontestasi ideologis di Indonesia. Jika kemenangan ideologis Iran terjadi di Indonesia, maka kalangan Suni yang mayoritas akan mempersepsikan hal ini sebagai imperialisme kultural. Imperialisme kultural dan kecemasan masyarakat akan mengakibatkan munculnya perubahan hukum dan ideologi (ideological realignment) secara signifikan (Peller, 1997). Saya memprediksikan bahwa akan adanya perubahan ideologi kaum Wahabi di Indonesia dalam menyesuaikan dirinya dengan kemajuan yang dicapai oleh wangsa Persia modern saat ini di Iran. Ilmu pengetahuan dan teknologi akan tersembur dari Iran secara masif dengan terbukanya isolasi Iran ini. Kaum Wahabi yang saat ini mengalami kekalahan yang akut dan tak pernah menang dalam setiap upaya perebutan kekuasaan akan berpikir ulang dan menyesuaikan gairah kekuasaannya dengan perhitungan ideologis dalam manajemen pergerakan mereka. Ideological realignment ini akan menuntut kaum Wahabi untuk menurunkan tensi ekstrimismenya atau akan terancam hilangnya pendukung tradisionalnya dari kalangan Suni di Nusantara yang beragam dan kosmopolit ini.    

-------------------- 

*Al Chaidar, pengajar pada Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh.  

Sort:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://www.ahmadie.me/2015/08/

Congratulations @alchaidar! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

You published your First Post
You made your First Vote
You got a First Vote
You made your First Comment

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

By upvoting this notification, you can help all Steemit users. Learn how here!

Congratulations @alchaidar! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

You got a First Reply

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

By upvoting this notification, you can help all Steemit users. Learn how here!

Wahabi sdh ada sejak zaman dulu di sekitar kita.