Pulpen Warisan

in #warisan7 years ago

Kebetulan saya lahir di Indonesia maka saya mempunyai pulpen pilot. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Amerika, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memakai pulpen pilot sebagai alat tulis? Tidak.

Saya tidak bisa memilih pulpen apa yang saya pakai dan di mana saya bisa meminjamnya saat pulpen saya hilang.

Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan alat tulis saya juga warisan. Untungnya, saya belum pernah bersitegang dengan orang-orang yang memiliki pulpen berbeda merk karena saya tahu bahwa mereka juga tidak bisa memilih pulpen apa yang akan mereka terima saat meminjam.

Setelah beberapa menit kita menulis, kita menyadari pulpen mempengaruhi kerapian, keindahan, dan kebagusan tulisan kita. Setelah itu, kita membela sampai mati tentang kebagusan tulisan kita.

Sejak masih sekolah saya didoktrin bahwa pulpen pilot adalah satu-satunya pulpen yang murah tapi tidak murahan. Saya mengasihani mereka yang berpulpen standard, sebab tintanya sering bocor dan membuat tangan kotor.

Ternyata, teman saya yang berpulpen snowman juga punya anggapan yang sama terhadap saya. Mereka mengasihani orang yang berpulpen pilot sebagai alat tulis, karena mudah hilang dan tertukar, begitulah mereka berkata.

Maka, bayangkan jika kita tak henti meminjam pulpen teman, bayangkan jika masing-masing kita lupa mengembalikan setelah meminjam, sudah berapa ribu pulpen laku terjual setiap hari.

Penjaga sekolah mengatakan, "Pulpen bagaikan selembar uang; jatuh dan tercecer di ruang kelas. Petugas piket memungutnya, memperhatikannya, lalu berpikir bahwa pulpen itu miliknya"

Salah satu karakteristik murid adalah mencatat di buku tulis. Mereka juga tidak butuh pembuktian, namanya saja "tugas".

Guru memang berhak menyampaikan teori-teori dari buku, tapi jangan sesekali mencoba jadi buku. Usah melabeli murid kelas ini pintar atau bodoh jika mengajar di kelas sebelah.

Latar belakang dari semua perselesihan adalah karena masing-masing kita mengklaim, "Pulpen saya paling bagus, tidak gampang bocor".

Lantas, pertanyaan saya adalah kalau semua pulpen tidak gampang bocor maka pabrikan standard harus buat pulpen yang bagaimana?

Tidak ada yang meragukan kekuasaan penjual pulpen. Jika dia mau, dia bisa saja menjual pulpen yang sama merk. Serupa. Sewarna. Seharga. Tapi tidak, kan?

Apakah jika suatu kelas dihuni oleh pemilik pulpen yang se-merk hal itu akan menjamin kepemilikan pulpen? Tidak!
Nyatanya, beberapa kelas masih kehilangan pulpen juga padahal merk pulpen mereka sama.
Sebab, jangan heran ketika pulpen kita dicuri, maka naluri kejujuran kita mendadak hilang entah kemana.

Bayangkan juga seandainya masing-masing pabrik pulpen menuntut pulpennya digunakan sebagai alat tulis negara. Maka, tinggal tunggu saja kehancuran pabrik-pabrik yang kalah tender.

Karena itulah alat tulis yang digunakan negara bukanlah Pilot, Standard, Snowman, Kenko, Boxi, Piccolo, Uniball atau pun Dong-A, melainkan di ketik lalu di print.

Dalam perspektif guru, setiap murid bebas mencatat dan mengerjakan tugas dengan pulpennya masing-masing, tapi mereka tak berhak memaksa temannya yang punya tulisan jelek untuk mengganti pulpennya. Hanya karena merasa paling bagus, murid A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu kelas yang mengizinkan penggunaan bermacam merk pulpen.

Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa negara ini nyaris tercerai-berai bukan karena pensil, penghapus, penggaris, atau kerokan, tapi karena orang-orangnya saling mengunggulkan bahkan meributkan pulpen yang mereka gunakan.

Ketika negara lain sudah mengetik dengan perintah suara, kita masih sibuk meributkan soal pulpen yang hilang entah kemana.

Kita tidak harus bertulisan sama, tapi marilah kita sama-sama menulis.

PSX_20180228_205804.jpg

Sort:  

Nice pen :)

Sudah kami upvote yah..