Belimbing dan Sunti, Satu Pohon Dua Nama

Buah berwana hijau itu tak terlihat besar. Lazimnya buah Belimbing Wuluh itu, besarnya seukuran ibu jari orang dewasa. Rasanya asam, pohonnya juga tak begitu rindang dan sering ditanam di dekat rumah.

Di Desa Ujong Tanjong, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat misalnya, terlihat beberapa pohon Belimbing Wuluh tumbuh nan subur di sana.

Buahnya juga tampak bergantung di pohon. Meskipun sudah ada yang dipanem oleh pemiliknya.

Belimbing Wuluh memang memiliki kelebihan dalam menggoyang lidah kita. Sebab buah tersebut sering digunakan untuk memasak gulai.

Terutama gulai asam pedas. Di Aceh, buah Belimbing Wuluh tak hanya untuk gulai asam pedas, seperti gulai asam pedas ikan bilis.

Tetapi juga sering dibuat sambal. Sambal belimbing cukup mudah membuatnya, ambil cabai lalu diulek.

Untuk menghindari sakit perut, sebaiknya cabai direbus atau digoreng terlebih dahulu sebelum diulek. Dan, jika sambal ingin terasa lebih pedas, gunakan cabai rawet.

Bahkan ada sebagian masyarakat membuat sambal belimbing, diambil belimbing yang sudah lebah di pohon lalu diulek dengan cabai rawet sudah merah. Tentu agar sambal lebih terasa, campurkan garam secukupnya.

Di Aceh, Belimbing Wuluh tak hanya untuk gulai asam pedas atau sambal. Belimbing juga dikeringkan.

Bila belimbing itu sudah dikeringkan, maka disebut Asam Sunti. Mengolah Belimbing menjadi Asam Sunti, caranya setelah dipetik dari pohon, buah Belimbing direndam supaya buahnya jadi lebah yang terlihat seperti coklat muda.

Kemudian dijemur beberapa hari, buah belimbing tersebut kering dan mulai mengecil.

Warna juga sudah terlihat coklat tua. Lagi-lagi Asam Sunti itu dicampur garam secukupnya.

Asam Sunti juga digunakan untuk bumbu gulai. Bahkan sebagai pengganti asam lain, seperti tomat.

Bahkan sebahagian ibu rumah tangga, saat memasak di dapur, jika tidak ada Asam Sunti terasa tidak lengkap untuk menghidangkan masakan untuk keluarga mereka.