Latihan Menulis #10: Menguak misteri seputar profesi ghost writer

in #indonesia7 years ago

Ghost Writer.jpg

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Apa kabar sahabat steemian tercinta? Saya berharap Anda semua masih bersemangat menulis. Kalau Anda mau menulis, saya sarankan agar selalu berpikir manfaatnya buat orang lain. Kalau tulisan Anda banyak manfaatnya, pasti orang lain akan mampir dan membaca tulisan Anda.

Sudah beberapa hari ini saya tak sempat menorehkan catatan di Steemit ini. Rindu sekali saya ingin kembali berbagi pengalaman menulis, sehingga bisa berbagi pengalaman kepada Anda. Semoga pengalaman saya kali ini bisa menjadi pemicu Anda untuk terus bersemangat menghasilkan karya tulis.

Sesuai dengan janji saya sebelumnya untuk berbagi pengalaman menjadi seorang ghost writer. Sebelum membahas tentang profesi ini, saya akan sedikit bercerita tentang istilah tersebut.

Profesi ghost writer (GW) sebenarnya bukan hal baru dalam dunia kepenulisan. Kalau kita terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, istilah ini mengandung makna sebagai "penulis hantu" atau dalam KBBI disebut "penulis siluman". Mengapa disebut begitu? Sebab nama penulisnya tidak pernah disebut atau tercantum dalam setiap tulisan yang dibuatnya. Biasanya orang yang berprofesi sebagai GW akan menerima imbalan atas jasa menulis yang dikerjakannya dari pemilik ide. Sementara pemiliki ide disebut sebagai pengarangnya.

Apakah profesi sebagai GW diperkenankan dalam dunia kepenulisan? Ya, tentu saja boleh. Faktanya, memang banyak orang yang memanfaatkan jasa GW. Perlu Anda ketahui, tidak semua orang yang memiliki ide pandai menulis atau mempunyai waktu untuk menulis. Oleh sebab itu kebanyakan pemilik ide adalah orang penting. Bisa saja mereka adalah seorang pejabat, pengusaha, artis, atau publik figur lainnya.

Hubungan timbal balik antara GW dan pemiliki ide harus saling menguntungkan. Pemilik ide membutuhkan jasa seorang penulis yang akan membantunya menuliskan semua ide-idenya , sementara penulis membutuhkan imbalan berupa materi atas jasa keahliannya menulis. Oleh sebab itu sebelum terjadi kesepakatan di antara keduanya, biasanya diadakan dulu pembicaraan mengenai batasan materi yang akan ditulis dan berapa besar fee yang akan diterima penulis . Kalau sudah cocok, baru dibuatkan surat perjanjian kerja samanya.

Pengalaman Pertama Menjadi Seorang Ghost Writer

Terus terang, saat awal saya menjadi seorang GW, semuanya mengalir begitu saja dan terjadi secara tidak sengaja. Saat itu saya sedang berada di Lampung dan kebetilan sedang mengerjakan sebuah proyek di bidang property. Seorang teman yang juga seorang penulis menghubungi saya via telepon. Dia menawarkan saya untuk membantu menuliskan naskah seorang mantan pejabat penting di Kementrian Keuangan di Jakarta.

Saat itu saya menanyakan naskah apa yang hendak ditulis, sebab tidak semua naskah mampu saya tulis, meskipun saya sudah berpengalaman menulis berbagai topik dalam tulisan saya. Di ujung telepon teman saya tersebut mengatakan kalau naskah yang akan ditulis seputar dunia pendidikan. Saya pun menyanggupinya, karena kebetulan saya juga sering menulis topik seputar dunia pendidikan.

Singkat cerita, saya dijadwalkan meeting bersama calon klien di Jakarta. Waktu itu saya benar-benar masih belum berpengalaman menjadi seorang GW. Saya masih bertanya-tanya dalam hati, berapa kira-kira besar honor atau fee atas jasa menulis yang akan saya tawarkan kepada calon klien tersebut. Lalu saya tanyakan hal itu kepada teman. Dia hanya mengatakan minimal tiga juta rupiah.

Teman juga menjelaskan kalau saat ini belum ada standar baku fee seorang GW. Angkanya sangat relatif, bisa besar, bisa juga kecil. Semua tergantung seberapa besar reputasi atau nama besar sang penulis dan seberapa kuat kemampuan finansial calon kliennya. Artinya, keduanya mempunyai andil dalam menentukan besaran tarif atas jasa seorang GW. Kalau Anda tanya mengapa begitu? Saya jawab "tidak tahu!". Pasarnya memang menginginkan seperti itu.

Kembali ke cerita di atas. Saya lalu bertemu dengan calon klien di daerah elit di kawasan Jalan Widya Candra, Jakarta. Tempat ini dikenal sebagai tempat pemukiman para menteri. Saya disambut dengan ramah dan diajak berdiskusi membahas materi yang akan dijadikan sebuah buku.

Saya berusaha menyimak dengan baik apa saja yang disampaikan calon klien. Setelah menangkap maksud dan tujuannya menulis, saya pun menyatakan sanggup membantu Beliau. Saya katakan bahwa saya akan mencoba membuatkan draft outline buku yang diinginkan beliau beserta judulnya. Kalau beliau sudah setuju, maka saya akan mulai menggarap tulisan tersebut secara bertahap.

Sebelum saya pulang, Beliau menjelaskan kalau dirinya ingin mengadakan pertemuan sebulan sekali di Jakarta untuk membahas materi yang akan saya tulis. Namun, saat itu saya menolaknya. Saya tidak bisa setiap minggu harus datang ke Jakarta, karena saat itu sedang menangani sebuah proyek pembangunan rumah seorang pengusaha karet di Lampung, sementara saya tinggal di Bandung. Selain itu saya juga masih ada kesibukan lain mengajar sebagai guru komputer honorer di Majalengka setiap seminggu sekali.

Saya lalu menawarkan agar pertemuan diadakan saja sebulan sekali saja di Jakarta. Sementara saya akan menulis dan melaporkan progresnya setiap akhir pekan. Beliau pun setuju. Lalu beliau membahas soal fee saya menulis. Terus terang, dalam hati saya ingin mengatakan kalau honor yang saya minta tiga juta sebulan. Namun, untungnya saya belum sempat bicara. Beliau justru mengatakan kalau dirinya sudah menyiapkan anggaran sebesar lima juta rupiah setiap bulan.

Waduuuuh! Saya sangat terkejut sekali. Semua diluar estimasi saya. Belum pernah saya mendapat honor sebesar itu dalam karir saya sebagai penulis saat itu. Namun, saya pura-pura biasa-biasa saja, padahal dalam hati saya merasa gembira sekali. Kemudian saya menyatakan bersedia membantu Beliau dan akan berusaha semaksimal mungkin mengerjakannya.

Beberapa hari kemudian saya sudah mengirim email yang berisi pilihan judul dan draft outline kepada klien saya tersebut. Komunikasi saya selanjutnya tidak langsung kepada beliau, melainkan melalui seorang asisten yang sudah dipercayakan Beliau untuk mengurus masalah penulisan buku tersebut. Setelah file diterima Beliau dan konsep buku diterima, maka saya mulai mengerjakan job tersebut.

Sebulan kemudian saya menerima transfer uang sebesar lima juta rupiah. Saya masih tidak percaya bisa dapat uang sebanyak itu hanya dari pekerjaan sebagai penulis. Kemudian saya kembali menemui klien di Jakarta untuk kembali membahas materi yang sudah saya tulis untuk dievaluasi, sambil juga membahas materi selanjutnya. Kami membahas isi bab dalam buku yang akan saya tulis secara agak detail.

Proyek penulisan buku ini berjalan sekitar tujuh bulan. Uniknya, pada bulan kedua honor saya tiba-tiba berubah menjadi enam juta rupiah. Saya kembali terkejut. Mengapa honor kok tiba-tiba naik tanpa kompromi. Lalu saya minta penjelasan kepada asisten Beliau. Kemudian saya mendapat penjelasan bahwa Beliau merasa senang dengan progres pekerjaan saya, padahal di sisi lain saya merasa biasa-biasa saja dan merasa bekerja sesuai dengan time schedule yang sudah dibuat. Tidak ada yang istimewa sama sekali.

Selidik punya selidik, ternyata penyebabnya adalah adanya pembanding. Teman saya yang memberi job ternyata juga menerima job menulis dari Beliau dengan topik yang berbeda. Bedanya, pekerjaan teman saya terbengkalai. Setiap minggu selalu saja ada alasan terlambat dalam menyelesaikan tulisannya, sehingga membuat Beliau kecewa. Sementara saya bekerja selalu tepat waktu. Bahkan, isi tulisan saya selalu melampaui target. Kalau dalam perjanjian saya akan menulis naskah sekitar 10-15 halaman per minggu , maka setiap minggu saya setor tulisan lebih dari itu.

Sejak job pertama tersebut, saya semakin yakin kalau profesi menulis itu bisa menjadi salah satu sumber income yang cukup menjanjikan. Kemudian saya juga mendapat tawaran menjadi GW seorang pengusaha makanan asal Palembang yang berdomisili di Jakarta. Beliau mempunyai ratusan cabang franchise di seluruh Indonesia. Kali ini saya mendapat job menulis selama dua minggu sekali di sebuah rubrik "tanya jawab" seputar entrepreneur di sebuah tabloid nasional yang sangat terkenal. Saya pun mendapatkan bayaran yang cukup lumayan. Kontrak ini sempat saya jalankan selama dua tahun.

Sejak saat itu saya selalu medapat tawaran job sebagai GW sampai sekarang. Anehnya lagi, semua pekerjaan ini saya dapatkan dari referensi orang lain, bukan karena saya memasang iklan. Ternyata kepercayaan itu perlu kita bangun, karena bisa menjadi iklan yang sangat efektif bagi diri kita sebagai seorang penulis.

Apakah Anda tertarik menjadi seorang GW seperti saya? Ayo dicoba! Kalau saya bisa, saya yakin Anda pun bisa. Semoga cerita kecil ini ada manfaatnya.

Selamat berkarya dan salam pena kreatif

Sort:  

Pekerjaan yang dianggap remeh, akan tetapi punya income yang sangat besar. Walaupun hidup di belakang layar dan tidak mencantumkan namanya di karya klien. Kadang ia tersenyum lebar saat seorang fans berat kliennya tersebut sambil menunjukkan sebuah buku yang tak asing baginya.
Coba baca buku ini, bagus banget...
Padahal di depannya adalah GW buku tersebut, hehehe

Betul sekali, seorang GW cukup tersenyum ketika karyanya diapresiasi oleh orang lain, meskipun namanya tenggelam dalam nama besar kliennya. Tentu saja untuk menjadi seorang GW perlu banyak belajar dan pengalaman. Tanpa semua itu, maka janagn bermimpi untuk menjadi seorang GW yang profesional.

Terima kasih Mas @iqbalsweden atas tanggapannya.

Salam pena kreatif

Salam pena ala steemit kembali bang @jharyadi

Menjadi ghost writer itu memang ngeri-ngeri sedap,. Itulah mengapa beberapa kawan saya lebih memilih menjadi GW daripada menulis buku dengan nama sendiri. Karena pendapatannya yang bisa beberapa kali lipat lebih besar.
Salam pena kreatif Pak!

Hua..ha..ha...Anda benar Pak @rkb. Banyak tantangannya ketika kita terjun menjadi seorang GW. Selain harus pandai menulis, kita juga harus pandai berkomunikasi dan menjalin hubungan yang baik dengan banyak orang-orang penting. Kalau mereka sudah percaya sama kita, urusan harga itu mudah. Utamanya kita harus bisa dekat dan bisa melayani calon klien dengan baik. Attitude juga penting dalam membangun relasi, agar mereka merasa nyaman bersahabat dengan kita.

Terima kasih ya sudah mampir dan membaca tulisan saya.

Salam pena kreatif.

Saya mau saya mau...

Hayu atuh teh @diantikaie ... Enak kok jadi GW, bayarannya aduhai. Kalau Teh @mariska.lubis bisa ratusan ribu nilai perlembarnya. Kalau sepuluh lembar saja sudah jutaan nilainya. Bagaimana kalau ratusan lembar? Silakan hitung sendiri. Pasti cukup menggiurkan.

Wah eyang hebat banget.. 👍👍

Aamiin yra ....Semoga kata-kata Teh @gethachan jadi do'a dan penyemangat eyang untuk terus berkarya dan menjadi lebih baik.

Tuh angka reputasi Teh Getha terus naik. Kalau bisa kejar eyang seperti yang dilakukan mbak @ettydiallova. Dia sudah berhasil melewati eyang .....Super Kereeeeen !!!

Iya siap akan ku kejar eyang hingga ke bulan hehe

Mantaaaaap! Eyang suka dengan semangat 45 teh @gethachan.

Tentu eyang @jharyadi harus semangat sampai kapanpun hehe

Nah ini nih ulasan tentang GW yang di tunggu-tunggu. Saya pernah menjadi GW untuk mengisi blog pribadi milik orang lain, meski hasil yang didapat nggak seberapa tapi dari situ saya malah jadi belajar nulis, heheh.
Terima kasih penjelasannya eyang @jharyadi, ini pencerahan sekali.

Betul sekali mbak @patriciadian, ini saya posting setelah diingatkan oleh mbak. Janji adalah hutang dan hutang harus segera dibayar. Alhamdulillah hutang saya terhadap rencana posting tentang topik GW sudah tunai. Mungkin lain waktu saya akan sharing lagi lebih mendalam tentang bagaimana cara menjadi seorang GW yang baik dan tidak sepi order.

Selamat menikmati liburan ya mbak dan salam pena kreatif.

Sama-sama eyang @jharyadi, semoga suatu saat bisa berlibur ke Bandung untuk bertemu, bersapa dan menimba ilmu dari teman-teman keren dari Bandung.

Insya Allah suatu saat mbak @patriciadian bisa hadir diacara yang kami selenggarakan. Biasanya Komunitas Penulis Kreatif (KPKers) Bandung Raya suka mengadakan pertemuan setiap bulan. Sebagian dari mereka sudah menjadi anggota Steemit. Insya Allah nanti mbak Patricia kami undang. Siapa tahu waktunya cocok dan bisa hadir.

Fantastik ea Eyang @jharyadi Feenya?
Eyang, saya pikir menjadi Ghost Writer itu sistem borongan satu buku. Ternyata justru tidak, sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Ini Membuat saya Ingin Mencoba.. hehe..
Semoga suatu saat saya berkesempatan menjadi GW,,sekarang fokus belajar lebih mendalam terlebih dahulu.

Kalau diberi ide seseorang, saya sering Eyang, tapi sebatas saya aplikasikan menjadi Cerpen. maklumlah masih penulis tahap awal,..

Salam Pena Kreaktif Eyang!

Memang ada banyak cara dalam menentukan sistem kerja sama antara seorang GW dan kliennya. Kita bisa terapkan sistem borongan, misalnya satu buku dibayar berapa dan berapa lama proses pembuatannya. Model seperti ini sangat umum dan sering sekali diterapkan. Namun, cara yang eyang lakukan di atas termasuk jarang. Honor atau fee seorang GW dibayar perkali pertemuan. Besar kecilnya pembayaran tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Cara lain adalah dihitung berdasarkan jumlah halaman jadi yang ditulis dikali dengan harga perhalaman.

Jadi sangat variatif sekali mbak @ettydiallova. Kita juga harus pede dan punya penilaian sendiri kira-kira berapa harga yang pantas atau wajar untuk ditawarkan kepada klien. Oleh sebab itu eyang anjurkan agar lebih sering menulis untuk meningkatkan reputasi diri. Kalau reputasi sudah baik, maka harga akan naik dengan sendirinya.

Terima kasih Eyang @jharyadi
Atas Support dan pencerahannya dalam berkarya.

Selamat tahun baru Eyang, semoga di tahun 2018, kita semakin diberi keberhasilan, dan dilimpahi keberkahan. Amiinn

Selamat tahun baru juga buat mbak @ettydiallova. Semoga tahun 2018 ini semakin sukses.

Waduhhhh ilmunya banyak sekali. Nanti kita diskusi karena saya mau buat buku tentang ilmu komunikasi.

Ah, Pak @dsatria mah berlebihan. Penulis lain juga masih banyak yang lebih hebat kok, cuma gak mau muncul dipermukaan. Saya sengaja berbagi cerita agar bisa membuat para penulis pemula semakin semangat dan ada harapan jika mau menjadi seorang penulis profesional.

Nanti kita diskusi via WA saja ya Pak. Tentu saya dengan senang hati berdiskusi dengan Bapak.

Salam pena kreatif

Pernah dengat istilah GW ini, tapi baru ngeh setelah membaca penjelasan di atas. Luar biasa sekali ya, ternyata profesi sebagai penulis juga sangat menjanjikan. Sehingga tidak ada lagi orang yang memandang sebelah mata.

Betul sekali mbak @ririn, profesi GW justru jarang terlihat, tetapi hasilnya justru sangat menggiurkan. Sementara para penulis umumnya terjebak hanya dengan mengirim naskah ke penerbit dan mengharapkan honor atau royalti yang terkadang hasilnya tidak seberapa. Apalagi kalau sering ditolak, maka penulis sering putus asa. Akhirnya malas menulis dan mimpi jadi penulis pun akhirnya hanya tinggal kenangan.

Ayo dicoba mbak ...saya yakin bisa kok. Memang kita harus pede dan tentu kemampuan menulis kita juga dipertaruhkan. Artinya, jam terbang seseorang yang nanti akan menentukan berapa besar tarif yang bisa ditawarkannya kepada klien.

Ayo kita belajar bangga jadi penulis

Saya suka dengan closing komentar ini, belajar bangga jadi penulis. Memotivasi sekali untuk semua termasuk saya untuk mau lebih belajar dan belajar lagi.
Terima kasih atas sharingnya Pak @jharyadi

Iya, sama-sama mbak @ririn. Oleh sebab itu jangan malu mengaku sebagai penulis. Kalau perlu bikin kartu nama dan jelaskan dalam kartu tersebut kalau profesi kita adalah seorang penulis.

Semoga semakin terpicu untuk menjadi penulis yang sesungguhnya.

Baru tau nih ada profesi GW hehe. Makasih info menariknya bg :)

Iya, memang profesi ini sudah lama ada, tetapi jarang terlihat. Namanya juga 'hantu' kan jarang terlihat ...he..he..he....

Terima kasih sahabatku @kakilasak atas komentarnya.

Mantap bg motivasi nya...
Salam kenal ya

Salam kenal kembali ya mbak @rikiandria. Terima kasih sudah mampir di blog saya.

Saya cwok bg bkn cwek hihihi

Maaf, sebab foto profilnya cewek. Saran saya, ganti saja dengan foto asli, supaya orang yang belum kenal tidak salah terka.

Maaf ya Mas @rikiandria

Iya betul mas mksh saran nya

iya, sama-sama Mas @rikiandria