Partai Politik di Aceh Telah Gagal Jalankan Fungsi Kaderisasi

in #opinion6 years ago


Image Source


Membaca berita di koran Serambi Indonesia pagi tadi, membuat kita sebagai orang Aceh miris sekaligus prihatin tentunya. “Puluhan Bacaleg tak Lulus Ngaji”, demikian judul berita yang menyentak tersebut.

Tidak tanggung-tanggung. Sebanyak 23 bakal calon legislatif (bacaleg) di Lhokseumawe dinyatakan gugur dalam uji baca Alquran yang dilaksanakan di Masjid Agung Islamic Center, 16-18 Juli 2018. Dari 23 bacaleg yang gugur itu, beberapa di antaranya malah sempat melakukan kecurangan saat tes, namun langsung diketahui dewan penguji.

“Sesuai keterangan dewan penguji kepada kami, seorang bacaleg berlaku curang dengan membawa kopian ayat Quran berbahasa Latin. Ada juga yang nekat menulis bahasa Latin langsung di Alquran saat bacaleg tersebut diberi kesempatan oleh dewan penguji untuk belajar sebelum tes,” jelas Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe, Mohd Tasar, kemarin.

Demikian sepenggal isi berita dengan judul tersebut diatas. Itu baru hasil tes (uji baca al-qur’an) di satu Daerah Tingkat II saja yang berhembus ke media. Lalu bagaimana ceritanya dengan 22 Kabupaten/Kotalainnya di Aceh, yang hasilnya belum diumumkan ke publik?

Akibat kasus tersebut, Aceh kembali kehilangan muka sebagai bangsa yang pernah masyhur sejak nenek moyangnya di masa lalu, khususnya di bidang peradaban Islam. Bahkan untuk menampakkan jati-diri sebagai orang Aceh (kepada orang luar), pun rasanya kita tidak lagi punya keberanian.

Keistimewaan Aceh di bidang Syari'at Islam, yang selama ini senantiasa menjadi rujukan dari setiap daerah lain di Indonesia, bahkan mancanegara seketika menjadi sirna.

Setelah beberapa hari lalu Gubernur kita ditangkap Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) karna dugaan korupsi, kini banyak pula Bacaleg di Daerah Serambi Mekkah ini yang tidak bisa mengaji. Sungguh dua hal tersebut adalah “musibah kuadrat” bagi Aceh di tahun ini.

Kita sebagai rakyat Aceh tidak berani lagi mengangkat kepala, apalagi untuk membusungkan dada sebagai Daerah yang paling Islami di Indonesia. Bahkan di depan orang Papua Barat sekalipun, yang dikenal sebagai "Daerah Paling Kafir" di wilayah NKRI, tapi nyatnya telah mampu menjuarai Fahmil Qur’an di ajang MTQ Ke-26 Tingkat Nasional, pada Tahun 2016 silam.



Image Source


Pertanyaannya sekarang adalah, sudah sedemikian krisis kah kader yang dimiliki oleh Partai Politik (Parpol) di Aceh saat ini? Lalu apa pula tugas Parpol (baik Lokal maupun Nasional) selama ini? Jangan-jangan mereka kerjanya cuma sibuk “peura-e” (bagi-bagi) Dana Aspirasi saja, yang berhasil dikumpulkan oleh Dewannya.

Ini bisa jadi satu indikator betapa Parpol sejauh ini telah gagal menjalankan fungsi kaderisasi, sebagaimana yang pernah disampaikan juga oleh Peneliti Kepemiluan dari Unsrat Manado, Ferry Daud Liando. Menurut dia, parpol belum menjalankan fungsi seperti yang tercantum di Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, yang salah satu tugasnya adalah melakukan kaderisasi.

Dia mencontohkan masyarakat tidak dilibatkan di dalam mengajukan rekomendasi kepemimpinan di daerah. Sehingga, pencalonan kepala daerah oleh partai politik tidak melalui kompetisi. Partai politik hanya sebatas memilih pasangan calon memberikan mahar dalam jumlah besar (Tribunnews.com, 21/03/2018).

Merujuk kepada stattemen sang Peneliti tersebut, maka patut pula kita mencurigai bahwa proses perekrutan Calon Legislatif di Aceh khususnya, memiliki kesamaan pola dengan rekrutmen Kepala Daerah.

Jikapun patokannya bukan itu, kemungkinan lainnya Parpol masih mengikuti kebiasaan “Kuet pade lam reudoek” (kegiatan tergesa-gesa), sehingga hasilnya pun sudah dapat dibayangkan seperti apa.

Parpol tidak aktif mencetak kader-kader yang berkompeten, sehingga menjelang kontestasi Pemilu, mereka selalu disibukkan untuk mencari Bakal Calon (Caleg atau Calon Kepala Daerah) yang akan diusung.

Bukti lain tidak berjalannya fungsi kaderisasi di internal Parpol adalah, mereka selalu kerepotan dalam memenuhi kuota 30% Caleg Perempuan. Tentu sudah menjadi rahasia umum, bahwa Caleg Perempuan rata-rata hanya menjadi bahan eksploitasi saat Pileg. Kongkritnya, mereka cuma menjalankan tradisi “intat linto” semata.

Jika pola semacam ini masih terus dipertahankan, maka tidak tertutup kemungkinan kedepannya ide untuk menghilangkan uji baca al-qur’an, sebagai salah satu syarat agar bisa menjadi Caleg/Calon Kepala Daerah di Aceh, akan kembali dihembuskan oleh oknum politisi tertentu, seperti syarat untuk menjadi Calon Wali Nanggroe tempo hari.

Jika itu sampai terjadi lagi, tentu merupakan sebuah langkah mundur dalam penerapan Syari’at Islam di Aceh. Dan kesempatan bagi rakyat untuk mendapatkan pemimpin atau wakilnya yang berkualitas di parlemen, hanya tinggal impian semata.

Bila Aceh tidak mau terus terpuruk dan menjadi bahan ejekan orang luar, solusinya cuma satu. Publik harus mendesak KIP Kota Lhokseumawe untuk mengumumkan secara terbuka nama-nama Bacaleg, yang tidak lulus tes baca al-qur’an tersebut lengkap dengan asal partainya. Hal yang sama juga berlaku untuk KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota lainnya, bila kelak menemukan kasus serupa.

Ini bertujuan untuk memberikan shock therapy kepada Parpol yang bermasalah dengan Bacaleg-nya, agar mau segera memparbaiki sistem kaderisasi di intenal mereka kedepannya.

Bila KIP (Komisi Independen Pemilihan) tidak mau karena alasan tertentu, mungkin masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tertentu bisa menempuh jalur hukum untuk mendapatkan data-data dimaksud dan merilisnya ke publik, untuk menjaga keterbukaan informasi publik di Aceh ini.

Rakyat (Pemilih) jangan terus-terusan dibodohi dan menjadi korban politik setiap PEMILU. Rakyat perlu mendapatkan informasi seluas-luasnya terkait sepak-terjang Partai Politik di Daerahnya. Misalnya, apakah Partai Politik yang berasaskan Islam atau setidaknya yang selama ini terkesan pro-Ummat Islam, sudah benar-benar baik sistem kaderisasinya. Atau jangan-jangan malah ada Bacaleg mereka yang tidak lolos Ujian Membaca Al-Qur’an?

Nah lo...!?

Sort:  

Dalam Juknis memang tidak disebutkan apakah KIP boleh mengumumkan atau tidak. Nah, di sinilah KIP di setiap kabupaten/kota tidak seragam dalam memperlakukan hasil uji baca Quran. Di Bener Meriah, hasilnya diumumkan. Sejauh ini hasilnya lulus semua. Entah bagaimana kalau kemudian ada bacaleg yang tidak lulus apakah akan diumumkan atau tidak.

D Lhokseumawe, Ketua KIP Lhokseumawe bilang tidak boleh diumumkan. Dasarnya apa? Secara aturan tidak ada.

Benar bang @ayijufridar. Seharusnya KIP sebagai salah satu pilar demokrasi, perlu mempertimbangkan utk mengumumkan hasil uji baca al-qur'an tersebut, agar menjadi pressure bagi Parpol utk mau berbenah.

Keculai jika parpol tidak lagi punya rasa malu, setelah itu dirilis, baru mereka tidak akan mau berubah juga.

Congratulations You Got Upvote
& Your Content Also Will Got Curation From

  • Community Coalition
IndonesiaPhillipinesArab
@sevenfingers@steemph.antipolo@arabsteem

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by adly.jailani from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

You received an upvote as your post was selected by the Community Support Coalition, courtesy of @sevenfingers

@arabsteem @sevenfingers @steemph.antipolo