Duka Jurnalisme: Melepas Kepergian Rusdi Mathari
Dunia jurnalisme maupun dunia kepenulisan Indonesia baru saja kehilangan salah satu wartawan senior terbaiknya. Rusdi Matahari, pagi tadi (2/3) ia kembali ke pangkuan sang khalik.
Almarhum yang kerap disapa dengan panggilan Cak Rus merupakan wartawan senior yang dikenal cukup idealis. Ia senantiasa memperhatikan kualitas jurnalistik Indonesia. Sebagai wartawan senior, Cak Rus sudah cukup makan asam garam di dunia jurnalistik Indonesia.
Jam terbangnya yang tinggi ditambah dengan pengalaman mempuni telah menempatkannya sebagai salah satu wartawan terbaik. Memulai karir di Suara Pembaharuan, kemudian malang melintang di berbagai media. Seperti, detikcom, InfoBank, Trust, serta Pusat Data dan Analisis Tempo. Selain itu Cak Rus dikenal sebagai aktivis Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).
Bagi saya, Cak Rus lebih saya kenal sebagai penulis buku ketimbang jurnalis. Salah satu bukunya yang menarik dan pernah saya baca adalah "Aleppo".
Lebih dari itu, Cak Rusdi sering menulis di halaman Facebook maupun di www.rusdimathari.com. Bahkan, buku pertama Cak Rus, Aleppo merupakan kumpulan dari pada tulisannya dari catatan Facebook, dll. Kehadiran buku Aleppo sebagai bentuk dari pada upaya mengumpulkan tulisan Cak Rus. Mengingat, tak mudah menemukan satu kumpulan utuh tulisannya.
Buku Aleppo, hemat saya, adalah cerminan dari pada Cak Rus sendiri. Bagaimana narasi sederhana namun kuat, membawa pambaca untuk merenungi setiap kisah yang tercatat dalam tulisannya. Cak Rus, menulis ringan tapi mengena di hati kita.
Jika pun ada kekecewaan dari buku Aleppo, banyak yang mengelus kenapa sedikit sekali pembahasan mengenai Aleppo itu sendiri. Padahal, pada bagian sinopsis belakang buku yang mengulas bahwa Aleppo telah menjadi sebuah kota dengan kekacauan yang memuncak. Setiap harinya virus kemarahan dan kekecewaan terus saja tumbuh. Seakan-akan tak ada lagi harapan.
Sinopsis itulah yang kemudian mensugesti orang-orang untuk membaca. Sayang, pembahas di dalamnya lebih banyak memuat perihal kisah dan peristiwa sederhana yang dekat dengan kita. Aleppo, boleh jadi, hanyalah titik belakang yang kemudian coba diangkat di permukaan. Sebagai kompas refleksi dunia atas segala kekacauan yang terjadi di sana.
Kepergian Cak Rus merupakan kehilangan mendalam bagi dunia jurnalis di Indonesia. Cak Rus, dengan segala kesederhanaan dan idealisme yang terus ia rawat terus berupaya agar dunia jurnalisme di Indonesia tetap dalam koridor yang benar. Saya jadi teringat sebuah tagline di halaman depan blognya: "Karena Jurnalistik bukan Monopoli Wartawan".
Sebuah pesan singkat dengan makna yang kuat. Agaknya, Cak Rus menyadari bahwa selama ini, kadang-kadang ada oknum wartawan yang memanfaatkan profesinya untuk kepentingan pribadi. Yang kadang pula, justru, merusak orang lain. Cak Rus, selalu menekankan, jangan tinggalkan hati nuranimu.
Ketika jurnalisme dihadapkan dengan perubahan signifikan. Dari cetak ke digital. Persoalan hoax merupakan wabah penyakit jurnalisme yang terus mencoreng wajah dunia warta. Dalam hal itu, Cak Rus, dengan arif turut mengkritisi sisi yang tak banyak dilihat orang banyak. Cak Rus, dengan rendah hati melakukan otokritik, bahwa, di tubuh jurnalisme sendiri justru hoax diproduksi. Sakitnya lagi, hoax diramu dengan data dan fakta. Dari situlah, kita paham bahwa Cak Rus, memiliki kepekaan yang tak biasa terhadap hal-hal yang mungkin oleh kebanyakan orang dianggap remeh.
Akhirnya, kita hanya mampu menghantarkan doa, semoga Cak Rus dilapangkan kuburnya, serta mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya.
Ne follback bang @lontuanisme
Ka bereh.
Ini teman duet Bang Nezar dalam menulis buku tentang Adnan Ganto.... benar-benar kabar duka.
Benar kak. Keduanya punya narasi yang paten.
Innalillahi wa innaa ilayhi raa ji'uun
Semoga diberikan tempat yang baik di sisi Allah SWT. Aamiin
Allahummaqfirlahu. Amin ya Rabb.
Sebelum berjumpa dengan Cak Rusdi, saya bayangin orangnya tinggi besar kekar dan berbulu dada. Begitu jumpa, jauh sekali bedanya. Cak Rusdi tertawa saat saya katakan itu di Hotel Lido Graha, saat saya masih Ketua AJI Lhokseumawe, sekitar 2008.
Cak Rusdi banyak berbagi pengalaman dengan jurnalis Lhokseumawe. Keteguhannya terhadap prinsip memang kekar dan tinggi besar, meski tubuhnya kurus.
Hehe, benar bang. Kapasitas dan integritas almarhum memang dikenal cukup baik. Pribadinya yang sederhana, rendah hati, serta tak sungkan berbagi adalah apa-apa saja yang terus dikenang banyak orang. Cak Rusdi telah berhasil menjadi teladan bagi segenap wartawan.
Terimakasih bang @ayijufridar. Setelah bertemu di meet up Lhokseumawe beberapa waktu yang lalu, akhirnya mampir juga ya Bg. Haha
Saya Baru tahu selama ini Cak Rusdi sakit @lintuanisme. Pantas saja dalam bedah buku Pak Adnan Ganto di Gedung ACC Unimal, Cak Rusdi tidak datang. Saya waktu itu mau tanya tentang Cak Rusdi sama Bang Nezar Patria. Tapi saat itu waktunya sempat sekali.
Semoga Cak Rusdi mendapat tempat terbaik di sisi Allah. Ilmu yang berguna yang diwariskan ke jurnalis akan menjadi pahala Cak Rusdi.
Happy weeekend @lintuanisme. Sukses selalu.